Tiga Hal Penting Menjadi Great Story-Teller

marketeers article

Alesund adalah kota kecil yang cantik dengan penduduk empat puluh empat ribu orang. Ketika saya turun dari Crystal Serenity pada  18 Juli pagi ke kota ini. Pusat kota ternyata begitu dekat dengan tempat bersandar kapal, jadi jalan kaki aja sudah sampai ke Museum.  Tapi pertama kali, saya tidak dibawa ke situ oleh local guide.

Tapi dibawa naik dulu keatas bukit dan sesudah di atas semua orang dikasih kesempatan untuk melihat kapal dari atas yang sedang docking. Memang pemandangannya luar biasa! Ternyata pelabuhan kapal pesiar tersebut adanya di tempat yang sangat indah, terutama kalau dilihat dari atas.

Setelah itu,  kami semua dibawa ke Akuarium besar di mana kita bisa melihat semua jenis ikan yang ada di Norwegia. Di luar Akuarium juga ada Kolam Pinguin, di mana ada enam belas ekor Pinguin dipelihara disitu. Baliknya dalam perjalanan, local guide bercerita tentang kebakaran besar yang pernah terjadi di tahun 1904.

Kapal dilihat dari atas: Aselund

Ditunjukkannya pabrik tempat asal api dan dia mengatakan waktu itu ada 800 rumah habis. Tapi ada  delapan yang selamat. Semua orang memfoto rumah yang “survive” itu. Dia juga bercerita bahwa setelah kebakaran, rumah-rumah dibangun lagi dengan gaya “art nuveau” yang berasal dari Brussel. Dia dengan sigap menjelaskan apa bedanya “art nuveau” dan “art deco”.

Dia juga menjelaskan semuanya itu dengan data-data pendukung. Akhirnya, sebelum berpisah, dia menjelaskan bahwa Norwegia bukan negara Uni Eropa. Tapi, punya akses perdagangan bebas dengan negara-negara itu. Juga dijelaskan bahwa ekonomi di situ dulu hanya ditopang perikanan dan shipbuilding. Tapi,  sekarang oil-industry juga.

Katanya, sampai seratus tahun pun kayaknya cadangan minyak di Norwegia tidak akan habis. Akhirnya tur tiga jam itu berakhir! Semua happy karena mendengar ceritera si guide. Itulah yang disebut “story-telling” yang sangat penting dalam marketing. Tempat yang biasa-biasa aja bisa jadi luar biasa kalau diceritakan secara menarik.

Apalagi kalau dikaitkan dengan pengalaman pribadi. Salah satu tur yang tidak pernah saya lupakan adalah ketika saya ikut Tur The Beatles di Liverpool! Saking kagumnya pada grup ini, saya rela naik kereta tiga jam dari London. Di situ, saya ikut tur naik bis kuning yang aslinya dulu dipakai The Beatles untuk keliling. Itu bukan bus asli tapi dibikin sama persis.

Art Nuveau di Aselund

Hebatnya, local guidenya “mengaku” bahwa dia dulu memang bekerja di bar dimana The Beatles pertama kali manggung. Dia dengan jelas bisa menceritakan bagaimana dia dulu “bergaul” dengan The Beatles. Dia juga bisa menunjukkan dengan tepat Penny Lane dan Strawberry Field yang menginspirasi komposisi dua lagu dengan judul yang sama itu.

Dia bisa menunjukkan di mana dulu John Lennon tinggal, bermain, dan menikah. Setelah balik ke London, walaupun capai, tapi saya sangat puas. Ada tiga syarat supaya “story telling” bisa berhasil. Pertama, pencerita harus benar-benar “knowledgable” terhadap yang diceritakan. Audience akan tahu kalau Anda tidak “menguasai” masalah, apalagi di zaman internet seperti ini.

 

Kedua, be authentic! Artinya ceritakan suatu “personal story” yang tidak dipunyai orang lain. Orang selalu suka mendengar kan cerita Anda sendiri. Inilah yang merupakan “diferensiasi” Anda dari yamg lain walaupun bahannya sama.

Ketiga, yang paling penting adalah Know your Audience! Jangan ceritakan semua, tapi carilah yang paling menarik untuk audience Anda. Karena tiap audience mempunyai minat masing-masing, buatlah mereka mendapat yang mereka “cari”. Jangan asal memberikan sesuatu yang tidak dicari mereka.

Kalau tiga hal “simple” itu Anda jalankan, Anda bisa seorang Story-teller yang hebat. Bukan hanya di industri pariwisata, tapi banyak gunanya untuk memasarkan apa pun!

Related