Tiga Kunci Pertahankan Konsumen di Era Marketing 5.0

marketeers article
Modern notebook computer with future technology media symbols

Jika diperhatikan dalam 50 tahun terakhir, masyarakat dunia banyak berkembang dan bertransformasi menjadi lebih produktif. Tidak bisa dipungkiri, teknologi memegang peran penting sebagai game changer.

Perkembangan teknologi hingga saat ini pun terbilang menakjubkan dan masuk ke berbagai sektor kehidupan. Jika dilihat dari sisi pemasaran sendiri, teknologi telah banyak memengaruhi dan menjadi alat memasarkan suatu produk dengan lebih efektif. Hal ini tidak terlepas dari penetrasi digital yang tinggi di seluruh dunia.

Pemanfaatan teknologi dalam marketing pun semakin terdorong oleh pandemi karena adanya perubahan kebiasaan konsumen. Laporan McKinsey bertajuk Meet The Next Normal Consumer, menunjukkan bahwa konsumen banyak mengalami perubahan di berbagai aspek kehidupan mereka mulai dari belanja, konsumsi, keseharian di rumah, hiburan, kesehatan, hingga belajar dan bekerja.

“Dari sana perusahaan harus mengetahui ke mana mereka pergi, tentunya ke tempat di mana konsumen berada,” ujar CTO GDP Venture On Lee dalam gelaran virtual Marketing 5.0 Technology for Humanity Webinar Series di Jakarta, Rabu (14/10/2020).

On juga mengungkapkan penting bagi perusahaan mengenal konsumen-konsumen baru, yaitu konsumen digital. Dalam perkembangannya, konsumen pun terkelompokkan menjadi digital immigrant dan digital native.

Digital immigirant biasanya terdiri dari baby boomers dan Gen X tetapi untuk Gen X sendiri mereka biasanya berada di tengah antara digital native dan immigrant. Sedangkan Gen Y, Gen Z, dan Gen Alpha merupakan generasi yang sudah savvy karena lahir dan tumbuh pada saat teknologi berkembang di sekeliling mereka.

Lalu, setelah mengenali konsumen, apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan serta mempertahankan mereka? On menegaskan tiga hal yaitu, simplicity, affordability, dan availability.

“Kita lihat kembali ke diri kita, sebagai konsumen, apa yang kita inginkan? Konsumen biasanya tertarik dengan produk dengan harga yang murah, mudah digunakan, dan nyaman digunakan,” tutur On.

Dengan teknologi, produk-produk ini kemudian semakin mungkin dihadirkan dan dipasarkan secara luas. Kendati demikian, masih banyak kesulitan yang dihadapi untuk mengembangkan teknologi dari dalam perusahaan. Salah satunya adalah keraguan board of directors terhadap pentingnya investasi yang besar untuk teknologi.

“Masih banyak yang berpikir bahwa berinvestasi untuk teknologi seperti artificial intellegence (AI) itu mahal. Padahal yang harus dipikirkan adalah apa yang terjadi ke depannya. Karena, jika Anda tidak berkembang, perusahaan Anda bisa mati. Pikirkan kembali implikasi dan keuntungan yang bisa didapatkan,” tegas On.

On menyarankan adanya edukasi dan pelatihan untuk para pengambil keputusan. Jika mereka tidak mengerti atau memahami teknologi, maka akan sulit untuk meminta mereka berinovasi. Edukasi ke setiap lini juga penting sehingga semua di dalam perusahaan memiliki satu tujuan yang sama.

Editor: Ramadhan Triwijanarko

Related