Tiga Sektor Yang Harus Digenjot Jateng Agar Ekonomi Bergulir Lagi

marketeers article

Provinsi Jawa Tengah (Jateng) merupakan salah satu wilayah dengan penduduk terbanyak di Indonesia. Hal ini menjadi modal utama dalam pembanguan ekonomi di provinsi ini. Dalam satu dasa warsa belakang ini, pertumbuhan ekonomi di provinsi ini selalu tumbuh di atas pertumbuhan nasional, rata-rata di antara 5,3%-54%.

“Sejak tahun 2010 pertumbuhan ekonomi Jateng selalu tumbuh di atas nasional. Secara nasional kontribusi provinsi ini mencapai 8,5%,” kata Soekawardojo, Kepala Bank Indonesia, Provinsi Jawa Tengah di acara Government Roundtable Series, COVID-19. New, Next, & Post: Penguatan dan Persiapan Sektor Ekonomi Kreatif Jawa Tengah di Era COVID-19, hari ini, (09/07/2020).

Roda pertumbuhan ekonomi di Jateng ini didukung empat sektor utama, di antaranya manufaktur 34% , pertanian, perdagangan, dan konsumsi. Kontribusi manufaktur pada perekonomian tertinggi, hingga 34%. Secara total, empat sektor ini menampung 8 juta pekerja.

Akibat COVID-19 diprediksi pertumbuhan ekonomi di Jateng hanya ada di kisaran 2,2% hingga 2,4%. Diprediksi pada tahun 2021 pertumbuhan ekonomi provinsi masih akan datar.

Bagaimana keluar dari masalah sekarang ini? Menurut Soekawardojo, Pemerintah Provinsi Jateng perlu menggerakkan beberapa sektor utama. Pertama, manufaktur yang saat ini ada 187 perusahaan terdampak. Padahal, sektor ini menyerap sekitar 3 juta pekerja.

Mayoritas manufaktur di Jateng dari industri makanan dan minuman (mamin). Lalu, disusul tembakau, batubara-minyak, tekstil-produk tekstil, kimia-produk obat, dan kayu-produk furnitur. Selain tembakau dan minya, rata-rata industri di Jateng tumbuh 7%.

Kedua, menggerakkan pariwisata. Jawa Tengah memiliki destinasi yang menjadi salah satu dari 5 destinasi utama di Indonesia. Selain itu, ada banyak destinasi menarik, dari pegunungan hingga kepulauan di wilayah ini.

“Pariwisata ini menjadi cara cepat untuk menggerakkan perekonomian. Tahun 2019, ada sekitar 700 ribu wisatawan mancanegara yang rata-rata lama tinggalya mencapai 1,7 hari dengan spending hingga US$1300. Artinya, kalau wisman ini bisa ada di Jateng lebih lama, pengeluaran mereka akan semakin besar dan bisa menggerakkan perekonomian,” katanya.

Namun, Soekarwardojo juga menambahkan bahwa dalam menggerakkan pariwisata saat ini harus mengikuti protokol COVID-19. Apalagi, kebiasan wisatawan juga berubah setelah ada pandemi ini. “MICE juga harus digerakkan lagi dengan tetap mengikuti protokol,” ungkapnya.

Ketiga, adalah menggerakkan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) dengan melakukan digitalisasi. Saat ini, BI terus berupaya membantu para UKM dengan mengenalkan teknologi digital, dari hulu ke hilir. “Kami mengenalkan bagaimana dari mulai produksi hingga penjualan menerapkan teknologi digital,” katanya

    Related