Tolok Ukur Efektivitas Diskon PPnBM Otomotif Bukan Hanya dari Penjualan

marketeers article
MELBOURNE, AUSTRALIA MARCH 9, 2014: Many new japanese cars being imported at the port of Melbourne

Beberapa waktu lalu, pemerintah resmi mengeluarkan kebijakan tentang realsaksi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). PPnBM ini dikeluarkan atas gagasan dari Kementerian Perindustrian, Kementrian Keuangan dan Kementrian Koordinator Perekonomian, serta Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO).

Gagasan yang dikeluarkan oleh pemerintah ini merupakan upaya untuk menaikan kembali sektor otomotif di Indonesia. Namun demikian, pada awal  kebijakan ini diluncurkan, banyak masyarakat Indonesia yang skeptis mengenai keefektifan kebijakan ini untuk memulihkan kembali perekonomian Indonesia.

Menurut Taufiek Bawazier, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementrian Perindustrian RI,  pandemi COVID-19 membuat penjualan otomotif  turun drastis  hampir 50% dibandingkan sebelum pandemi. Ini merupakan kondisi yang tidak bisa di hindari. Maka dari itu, pemerintah mulai berfikir secara teknokratif untuk menemukan solusi dari masalah tersebut.

“Untuk memulihkan kembali sektor otomotif, kami mulai berfikir secara teknokratif, kami cari formulanya. Awalnya tidak berhasil, namun kami tetap kaji terus melalui data-data yang ada. Melalui data-data itulah akhirnya kami memutuskan untuk memberlakukan kebijakan ini,” jelas Taufiek dalam acara Marketeers Goes To Automotive yang bertajuk Stimulus PPnBM Sektor Otomotif: Efektifkah?

Menurut Taufiek, untuk dapat melihat apakah kebijakan ini efektif, tidak hanya dilihat dari berapa banyak penjualannya, namun harus bisa melihat secara keseluruhan. Taufiek mengatakan bahwa kebijakan relaksasi PPnBM ini menciptakan banyak keuntungan di berbagai sektor industri selain otomotif.

“Banyak keuntungan yang di dapat sektor industri dari kebijakan ini. Penjualan meningkat, otomatis bisa menggerakan perekonomian negara. Keseluruhan ekosistem ekonomi kita juga bisa bergerak sepenuhnya. Industri alat transportasi yang meliputi industri logam, kaca, alumunium, dan sebagai macamnya juga mengalami peningkatan. Keuntungan di luar otomotif sendiri juga besar,” papar Taufiek.

Taufiek menegaskan bahwa kebijakan PPnBM ini juga dikeluarkan agar industri pendukung otomotif di Indonesia yang meliputi industri karet, kaca, aluminium, baja, plastik, dan lainnya dapat meningkatkan local purchase-nya. Artinya, ada nilai tambah yang dihasilkan di dalam negeri. Jadi kebijakan PPnBM ini tidak tidak sia-sia.

“Kami harap industri pendukung otomotif lainnya dapat meningkatkan local content dan local purchase-nya di masa depan. Dengan adanya nilai tambah tersebut, dapat menjadi keuntungan secara nasional, dan bukan hanya industri otomotif saja yang bisa tumbuh, namun juga industri-industri komponen dan kecil lain bisa ikut tumbuh,” tutup Taufiek.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related