Pemerintah terus mengajak para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) untuk go digital. Salah satunya, dengan program Bangga Buatan Indonesia (BBI). Upaya go digital tak lepas dari perkembangan teknologi internet serta imbauan social distancing selama pandemi.
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta mengatakan digitalisasi bisa mengakselerasi perekonomian yang terkoreksi akibat pandemi. BI memberikan dukungan UKM, khususnya terkait digitalisasi pembayaran. BI telah meluncurkan QR Code Indonesia Standard (QRIS) yang terus meningkat penggunanya. “Sampai saat ini sudah mencapai 5 juta lebih merchant UMKM yang tercatat QRIS,” kata Filianingsih, di acara webinar Katadata bertema Strategi Platform Digital Memangkitan BBI, Selasa, (2710/2020).
Program Bangga Buatan Indonesia diluncurkan Presiden Joko Widodo pada 14 Mei 2020 ini. Tujuannya, meningkatkan jumlah pelaku UKM yang terhubung dengan platform digital atau go online. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, hingga akhir tahun 2020 ini akan ditargetkan 10 juta para pelaku UMKM bisa masuk ke ekosistem digital.
QRIS bertujuan agar pembayaran digital jadi lebih mudah bagi masyarakat dan dapat diawasi oleh regulator dari satu pintu. Karena telah berstandar, QRIS dapat digunakan lintas platform. Sebagai gambaran, A pengguna GoPay, lalu B punya OVO, C punya DANA, dan D punya LinkAja. Mereka semua bisa bertransaksi pada merchant yang melayani pembayaran nontunai dengan QRIS. “Paling utama lagi, sumber dana yang bisa digunakan melalui kanal QRID ini macam-macam, bisa dari tabungan, dari kartu debet, uang elektronik, kartu kredit,” tambah Filianingsih.
Bank Indonesia juga telah memperpanjang pemberian diskon bagi UKM yang menggunakan QRIS. Jadi, biaya yang harus dibayarkan oleh Merchant yang menggunakan QRIS, menjadi 0% untuk merchant mikro, yang tadinya sampai September kita perpanjang sampai Desember 2020 sesuai kesepakatan dengan ASMI.
Untuk mengimbangi masifnya pembayaran nontunai, Bank Indonesia jugah memitigasi risiko, dengan mengeluarkan blue print sistem pembayaran Indonesia 2025. Blue print ini esensinya, kita ingin menciptakan ekosistem yang sehat bagi ekonomi keuangan digital.
Ada tiga esensi kebijakan di dalamnya. Ketiga esensi kebijakan itu mencakup restrukturisasi industri sistem pembayaran, membangun infrastruktur sistem pembayaran yang bisa saling bekerja sama dan terhubung, serta membangun pencatatan dan pendataan yang bisa diakses semua orang.
Dirjen Aptika Kominfo Semuel Abrijadi Pangerapan mengapresiasi hadirnya QRIS. QRIS menurutnya menjadi solusi, karena selain memudahkan transaksi juga sekaligus mencatatkan transaksi. Dengan pencatatan tersebut akan membantu dalam menghitung proyeksi ekonomi dan melihat lebih jelas perilaku belanja masyarakat. “Dengan QRIS ini, ini enak, nggak pakai uang kembalian, nyaman, mau ke pasar, ke kaki lima kita tidak perlu pegang lagi,” kata Semuel.
Semuel menambahkan, di Indonesia ada tiga hal penting sebagai syarat untuk mengantar UKM go digital. Pertama infrastruktur yang belum merata dan harus terus disiapkan. “Sampai saat ini ada 12.500 desa belum mendapat akses internet,” katanya.
Kedua, sistem logistik yang masih harus diperbaiki, sehingga UKM yang ingin mengirimkan barang tidak mengalami kesulitan lagi, meski dikirim dari atau ke pelosok. Ketiga, adalah sistem pembayaran yang harus terus dikembangkan.
Sementara itu, juga ada sejumlah tantangan bagi UKM Indonesia untuk go digital. Selain masalah infrastruktur, kulitas SDM masih harus digenjot. Belum semua UMKM memahami dan bisa berdaptasi dengan cepat dalam ekosistem digital sehingga membutuhkan pendampingan dan pelatihan. Tantangan berikutnya adalah peningkatan kualitas produk UMKM. “Jangan kita sibuk mencarikan akses saja, tapi juga perlu membina agar UMKM bisa meningkatkan kualitas produknya,” tutup Semuel.