Unilever X SudahDong Ajak Masyarakat Lawan Bullying di Tempat Kerja

marketeers article
Businesspeople Gossiping Behind Stressed Female Colleague In Office

Hari Toleransi Internasional jatuh pada 16 November. Inisiasi dari PBB ini mengajak masyarakat dunia untuk selalu menghormati dan menghargai keragaman serta beragam bentuk ekspresi yang dimiliki oleh manusia.

Namun demikian, masih banyak terjadi kasus bullying. Salah satunya adalah kasus bullying di tempat kerja. Melihat hal tersebut, Unilever bersama dengan komunitas anti-bullying SudahDong berkolaborasi menghadirkan webinar yang bertajuk Zero Tolerance for Worklplace Bullying.

Kristy Nelwan, Head of Communications, PT Unilever Indonesia, Tbk mengatakan bahwa saat ini masih banyak kasus intoleransi, termasuk di tempat kerja, yang mana salah satunya adalah bullying. Untuk itu, Unilever ingin berkontribusi untuk berbagi langkah-langkah mencegah dan menindaklanjuti kasus bullying.

“Kasus bullying di tempat kerja masih marak terjadi. Dengan adanya webinar ini, harapannya, kita bisa terus berupaya bersama-sama menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat, inklusif, dan bebas dari bullying,” kata Kristy.

Pingkan Rumondor, Psikolog Klinis Dewasa menjelaskan perbuatan apa yang sudah masuk ke kategori bullying. Menurutnya, bullying merupakan perilaku yang dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang. Selain itu, dilakukan untuk mengintimidasi atau menjatuhkan orang lain.

“Perbedaan antara sekadar bercanda atau bullying kalau bercanda dua-duanya terlihat senang. Sedangkan bullying pasti ada salah satu yang merasa tersakiti. Maka dari itu, hati-hati kalau bercanda. Jangan merendahkan orang lain karena itu masuk ke dalam perilaku bullying,” kata Pingkan.

Pingkan turut menambahkan bahwa walaupun pandemi, bullying di tempat kerja masih tetap terjadi. Bahkan, berdasarkan data tahun 2020, pandemi bukannya mengurangi, melainkan meningkatkan kasus bullying, walaupun konteksnya online bullying.

Workplace bullying via online sangat bisa terjadi, bisa terjadi via telpon, rapat, video conference dengan komentar-komentar yang melecehkan atau merendahkan, bahkan bisa juga via email. Menurut suatu penelitian yang pernah saya lihat, memang angka responden yang mengeluhkan pelecehan berbasis etis dan usia malah meningkat di masa pandemi,” tambah Pingkan.

Nicky Clara, seorang Disability Womenpreneur turut menceritakan bahwa masih banyak sekali teman-teman penyandang disabilitas yang mengalami workplace bullying. Menurutnya, hal tersebut sering terjadi dikarenakan pelaku melihat seseorang tersebut memiliki visual yang berbeda dengan orang lain, sehingga menjadi target bully.

“Sebagai seorang disabilitas, kita sudah terbiasa di bully. Kita itu men-trigger orang-orang menjadi pelaku bullying, sebab terlihat secara visual. Biasanya, bullying teman-teman disabilitas ada yang nonverbal, verbal, fisik, bahkan sampai psikis pun ada,” tutur Niki.

Selanjutnya, Fabelyn Baby Walean, Volunteer komunitas SudahDong memaparkan bahwa bullying sejak dahulu memang sudah menjadi hal yang biasa di Indonesia. Namun demikian, belum ada yang menyuarakan secara aktif isu tersebut. Padahal, Indonesia sudah masuk ke kategori bahaya terhadap isu bullying.

Maka dari itu, Sudah Dong lahir tahun 2014 lalu sebagai gerakan yang mengkampanyekan anti bullying. Menurut Belyn, semakin kesini, orang semakin sadar dengan isu bullying. Jauh berbeda dibandingkan dahulu yang mana Sudah Dong harus inisiatif kampanye di berbagai tempat untuk menyuarakan isu tersebut.

“Tujuh tahun kami ada memang ad aperubahan sedikit demi sedikit. Awareness orang dulu minim sekali. Sekarang sudah lumayan banyak yang bicara tentang bullying. Makin banyak yang sadar bahwa ini isu yang memang harus dilakukan beramai-ramai,” sahut Belyn.

Belyn kemudian mengatakan bahwa Unilever mengajak SudahDong berkolaborasi untuk Menyusun sebuah e-booklet. E-booklet tersebut ditujukan untuk meningkatkan awareness dan menyusun kebijakan terkait workplace bullying. Nantinya, ­e-booklet ini akan dapat diakses oleh banyak pihak, terutama para organisasi untuk memiliki sistem, struktur, dan kepemimpinan yang berpihak pada nti bullying.

“Kami melihat bahwa workplace bullying masih banyak terjadi antara lain karena masih kurangnya regulasi ataupun sistem internal yang mampu menyikapi masalah ini dengan tegas. Adanya e-booklet ini kami harapkan dapat membawa manfaat bagi perusahaan ataupun organisasi lainnya,” tutup Belyn.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related