Upaya Rejuvenasi Pasar Curmino Berbuah Penghargaan

marketeers article

Pola hidup dan makan orang di era modern seringkali tidak teratur, sehingga membuat kesehatan organ dalam tubuh menurun. Sebut saja, makan di sembarang tempat hingga berlebihan minum alkohol akan membuat fungsi hati terganggu. Bila perilaku itu terus dipelihara, sudah pasti penyakit akan datang tanpa diundang.

Sudah tentu, agar terhindar dari gangguan penyakit yang berkaitan dengan liver atau hati, orang harus menerapkan gaya hidup yang sehat. Diperkuat dengan mengonsumsi produk kesehatan yang merawat fungi hati, seperti Curmino yang diproduksi oleh produsen produk herbal PT Jamu IBOE Jaya.

Tahun 1998, Curmino sudah hadir di pasar Indonesia. Saat itu, baru ada dua produk lain sejenis. Produk herbal untuk merawat kesehatan liver booming pada tahun 2010-an. Muncul berbagai merek herbal untuk merawat hati, baik itu buatan perusahaan farmasi dan perusahaan jamu herbal. Apalagi, pada tahun 2008, tanaman temulawak dinobatkan sebagai ikon tanaman obat Indonesia. Penetapan ini lantaran temulawak negara ini disebut sebagai spesies terbaik di dunia.

“Namun pada tahun 2012, merek-merek produk perawatan hati ini berguguran. Sehingga, saat ini tersisa sekitar lima merek yang aktif menggarap pasar. Itu pun bentuknya berbeda-beda, ada kapsul, sirop, atau serbuk,” kata Perry Angglishartono, Product Group Manager PT Jamu IBOE Jaya.

Jamu IBOE Jaya cukup jeli melihat adanya perubahan yang terjadi di pasar. Sekarang ini, pasar didominasi oleh orang muda dan selalu terhubung dengan internet lewat smartphone. Untuk itu, perusahaan ini pun melakukan berbagai cara untuk rejuvenation pasar Curmino.

Beberapa tahun ini, Jamu IBOE Jaya aktif mengomunikasikan Curmino di ranah online. Ada banyak brand activation untuk Curmino di kanal digital, seperti menggelar lomba kampanye iklan jamu, kuis online, lomba vlog, hingga talkshow live streaming di berbagai kota.

“Saat menggelar kuis di Facebook, kami pilih di semua kota karena ingin melihat respons konsumen. Ternyata, yang merespons terbanyak usianya berkisar antara 18 tahun hingga 40 tahun. Begitu pula dengan engagement-nya pun di kisaran usia tersebut,” terang Perry.

Hasil ini, lanjut Perry, masih terbilang positif. Dalam arti, sebaran konsumen Curmino dari sisi usia cukup lebar, dari generasi X hingga generasi Z.  Secara geografis, penyebarannya pun merata di kota-kota di Pulau Jawa.

Selain di ranah digital, Curmino juga melakukan pendekatan ke kaum muda secara offline. Merek ini sering mengisi talkshow di berbagai kampus.  “Di era digital ini, Curmino yang sudah hadir sejak dua dekade lalu ternyata justru semakin dikenal oleh orang muda. Kalau ditanya apa kapsul temulawak, anak muda sekarang jawabnya Curmino,” tambah Perry.

Bukan hanya berdampak positif ke merek Curmino, corporate image Jamu IBOE Jaya pun semakin bagus di kalangan muda. Perusahaan ini dipersepsikan dekat dengan orang muda. Bonus lain dari kampanye digital ini adalah mengubah citra jamu yang semula dianggap pahit dan tidak enak di kalangan muda.

Hasil dari kampanye digital pun berdampak pada sisi penjualan. Penjualan Curmino secara unit atau kuantitas berhasil tumbuh hingga 17,6% hingga kuartal ketiga tahun ini.

Sebagai pionir di produk herbal untuk merawat hati, Curmino memiliki sebaran distribusi dan penjualan yang bagus di kanal modern, seperti apotek dan toko obat. Sedangkan di jalur tradisional tidak terlalu signifikan karena kemasan Curmino berupa botol dengan kisaran harga Rp 38.000 hingga Rp 40.000. “Toko obat itu kontribusinya besar karena grosir, sedangkan apotek condong ke penjualan ritel,” tambahnya.

Tidak hanya di kanal offline, Curmino juga sudah merambah pasar online lewat berbagai e-commerce dan health-tech startup. Di beberapa e-commerce, Jamu IBOE Jaya punya official store, tapi ada juga  pengecer yang menjual produk-produk perusahaan jamu ini. “Kontribusi ke total penjualan memang masih kecil, tapi penjualan lewat online ini tumbuh ratusan persen,” pungkas Perry.

    Related