Urgensi Literasi Keuangan Bagi Perempuan di Era Digital

marketeers article

Dampak pandemi COVID-19 masih terasa dan belum sepenuhnya teratasi. Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati melihat berbagai kerentanan dan dampak negatif yang dihadapi  kaum perempuan. Maka Sri Mulyani menjelaskan bahwa sangatlah penting melakukan investasi pada teknologi digital dan literasi keuangan guna meningkatkan kesiapan diri perempuan dan juga keluarga.

Perempuan merupakan agen penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Jika perempuan diberikan akses setara khususnya dalam ekonomi digital dan akses finansial, maka hal ini tidak hanya dapat meningkatkan kesejahteraan perekonomian dan menghindari keluarga dari kemiskinan, tapi juga turut menumbuhkan perekonomian bangsa.

“Untuk itu, sinergi, kolaborasi seluruh pihak, serta bekerjasama dengan berbagai negara, sangatlah penting dilakukan untuk memastikan perkonomian digital dapat diakses oleh seluruh perempuan, khususnya di Indonesia, demi menciptakan kesetaran gender maupun inklusi finansial,” tegas Menteri Sri Mulyani pada webinar Internasional Road to ASEAN Ministerial Meeting on WomenWomen’s Participation in the Digital Economy yang dilaksanakan Kemen PPPA bekerjasama dengan MicroSave Consulting (MSC),  Kamis  (7/10/2021)

Sementara itu, Wakil Ketua ASEAN Comittee on Women (ACW) sekaligus Deputi Bidang Kesetaran Gender Kemen PPPA, Lenny N. Rosalin mengungkapkan partisipasi perempuan dalam meraih akses yang lebih tinggi semakin dibutuhkan di kawasan ASEAN. Akses tersebut antara lain pada keterampilan dan karier berbasis digital, akses kewirausahaan berbasis digital, dan akses kepemimpinan dalam ekonomi digital, baik di sektor swasta maupun publik.

“Strategi dan praktik terbaik yang ditunjukan negara-negara ASEAN untuk mengatasi kondisi ini adalah dengan membangun kolaborasi. Melibatkan semua pihak, termasuk pemerintah, akademisi, dunia usaha atau sektor swasta, komunitas, dan media massa,” katanya.

Special Advisor to The President of the Economic Research Institute for ASEAN and East Asia, (ERIA), Akiko Yamanaka memaparkan berdasarkan data ERIA, perempuan merupakan minoritas dalam bidang pekerjaan berbasis teknologi di ASEAN. Perempuan di kawasan ASEAN cenderung mendominasi bidang non-sains dan memiliki peran terbatas dalam pekerjaan berbasis teknologi canggih yang membutuhkan tingkat keterampilan lebih tinggi dan upah lebih baik.

“Selain itu, sebagian besar pengusaha perempuan ASEAN memiliki dan mengelola UMKM bermodalkan teknologi digital canggih yang terbatas, kalau pun ada. Beragam tantangan ini berpotensi memiliki konsekuensi yang cukup besar terhadap pemberdayaan ekonomi perempuan di masa pemulihan pasca pandemi apalagi seiring semakin banyaknya kejahatan siber, diskriminasi, bias, dan stereotip yang merugikan perempuan secara luas di kawasan ASEAN,” ungkap Akiko.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related