Usai Quiet Quitting, Kini Muncul Fenomena Soft Quitting di Tempat Kerja

Setelah quiet quitting menjadi perbincangan, kini dunia kerja menghadapi fenomena baru yang disebut soft quitting. Ini adalah bentuk disengagement yang terjadi perlahan, yang mana karyawan biasanya tetap menjalankan tugas, namun kehilangan semangat terhadap pekerjaan.
Meski keduanya berkaitan dengan menurunnya keterlibatan karyawan, quiet quitting dan soft quitting memiliki perbedaan mencolok. Quiet quitting lebih mudah diidentifikasi karena karyawan secara terang-terangan mengurangi upaya dan menghindari tanggung jawab tambahan.
Sebaliknya, soft quitting bersifat lebih terselubung. Karyawan tetap bekerja seperti biasa, namun mereka kehilangan motivasi dan koneksi emosional terhadap pekerjaan.
Forbes menyebut bahwa fenomena ini sering kali diawali perubahan kecil yang tampak sepele.
BACA JUGA: Gen Z Cenderung Enggan Sering Pindah Kerja, Apa Alasannya?
Misalnya, karyawan yang dulunya antusias kini hanya memberikan jawaban seadanya atau enggan mengambil inisiatif. Dengan begitu, fenomena ini baru disadari setelah dampaknya terasa, seperti menurunnya moral tim atau produktivitas.
Fenomena ini sejalan dengan tren global, seperti konsep “lying flat” dari Tiongkok yang muncul pada 2021. Istilah ini menggambarkan penolakan terhadap tekanan hidup modern, termasuk tuntutan karier yang kompetitif.
Menurut laporan Gallup, makin banyak karyawan yang merasa disengaged dengan pekerjaan mereka, terutama karena tekanan budaya kerja “selalu aktif.” Banyak generasi muda memilih gaya hidup minimalis dan menjauh dari budaya kerja yang mengutamakan produktivitas tanpa henti.
BACA JUGA: Akankah Sistem Remote Work Masih Bertahan di Tahun 2025?
Tips Mencegah Soft Quitting di Tempat Kerja
Mengatasi soft quitting memerlukan pendekatan yang berbeda dari sekadar menetapkan target atau ekspektasi kerja. Pemimpin perlu menciptakan lingkungan kerja yang mendukung keterlibatan emosional, rasa memiliki, dan pengembangan karyawan.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan adalah membantu karyawan menemukan makna dalam pekerjaan mereka, melakukan pertemuan rutin untuk mendiskusikan kesejahteraan karyawan, serta memberikan pelatihan, mentoring, atau proyek lintas fungsi untuk menjaga rasa ingin tahu dan semangat mereka.
Selain itu, cobalah melibatkan karyawan dalam tugas yang menantang tetapi tetap mendukung perkembangan profesional mereka. Ketika karyawan merasa dihargai dan terlibat secara tulus, mereka akan membawa energi positif yang tak hanya berdampak pada produktivitas, tetapi juga kesuksesan jangka panjang perusahaan.
Editor: Ranto Rajagukguk