Alternatif pendanaan melalui venture debt mulai menarik perhatian pelaku usaha di Indonesia karena dianggap mampu menjadi solusi permodalan tanpa mengorbankan kepemilikan saham. Skema pembiayaan ini dinilai memberi fleksibilitas lebih bagi bisnis yang ingin bertumbuh dengan tetap mempertahankan kendali perusahaan.
Venture debt menjadi pilihan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) serta perusahaan rintisan yang kesulitan mengakses pinjaman bank akibat keterbatasan jaminan. Sebab, perbankan umumnya masih mensyaratkan kolateral sebagai persyaratan utama dalam pengajuan kredit.
BACA JUGA: 3 Tips Memulai Bisnis Tanpa Modal Besar ala Mark Cuban
Venture debt merupaka model pendanaan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan non-bank dan perusahaan investasi dengan skema pinjaman berbasis utang. Pelaku usaha dapat menggunakan dana tersebut untuk ekspansi bisnis tanpa perlu melepas sebagian kepemilikan saham kepada investor.
“Kami melihat bahwa bisnis saat ini tidak hanya perlu tumbuh dengan cepat, tetapi juga harus mempertimbangkan profitabilitas yang sehat, pengeluaran yang rasional, dan penggunaan pendanaan berbasis fundamental bisnis yang kuat,” kata Gena Bijaksana, CEO Qverse di Jakarta, dikutip Senin (17/2/2025).
Berbeda dengan pendanaan modal ventura yang biasanya melibatkan penyertaan ekuitas, venture debt lebih fokus pada pemberian pinjaman yang harus dikembalikan sesuai kesepakatan waktu dan bunga yang ditentukan. Pendekatan ini dinilai lebih cocok bagi perusahaan yang sudah memiliki arus kas stabil.
Meski demikian, venture debt tetap mengandung risiko. Pelaku usaha dituntut memiliki perencanaan keuangan yang matang agar mampu mengelola pengembalian pinjaman secara tepat waktu. Kesalahan dalam mengelola pendanaan ini dapat berdampak pada keberlangsungan bisnis di masa depan.
“Dengan adanya fundamental bisnis yang sehat, pendanaan akan digunakan untuk hal-hal yang bersifat ekspansi pertumbuhan bisnis sehingga dengan sendirinya akan mengurangi risiko kegagalan bisnis atau pembayaran itu sendiri,” ujar Leonard Utomo, CEO Endorphins.
Venture debt kian diminati karena proses pengajuannya dinilai lebih sederhana dibandingkan pinjaman perbankan. Beberapa lembaga pemberi pinjaman juga lebih terbuka terhadap perusahaan yang memiliki potensi pertumbuhan meskipun belum sepenuhnya mencetak laba.
BACA JUGA: Punya Modal Kuat, Isuzu Tingkatkan Target Penjualan Tahun 2025
Perkembangan industri financial technology (fintech) turut mendorong aksesibilitas terhadap pendanaan jenis ini. Pelaku usaha kini memiliki lebih banyak opsi untuk memperoleh pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan dan karakter bisnis masing-masing.
Keberadaan venture debt diharapkan dapat menjadi pendukung bagi ekosistem bisnis yang lebih inklusif. Pelaku usaha memiliki kesempatan untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan daya saing tanpa harus kehilangan kontrol atas perusahaan yang telah dibangun.
Editor: Bernadinus Adi Pramudita