Wisata Daerah Tak Akan Maju Tanpa Komitmen Kepala Daerah

marketeers article
BANYUWANGI, INDONESIA: Water channel seen from bridge with colorful houses on both sides, charming neighborhood, cloudy skies in background.

Salah satu kunci pengembangan destinasi di daerah-daerah adalah komitmen dari para pemimpin daerahnya. Kalau potensi wisata di daerah bagus tapi tidak disertai dengan komitmen pemimpin daerah untuk mengembangkannya, pada akhirnya potensi tersebut juga akan terlantar. Hal ini ditegaskan oleh Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya. Arief menekankan pentingnya komitmen pemimpin atau CEO daerah untuk menjadikan sektor pariwisata sebagai primadona bagi daerah-daerah di Indonesia.

Sektor pariwisata sudah ditetapkan sebagai sektor unggulan oleh Presiden Joko Widodo, yang diyakini mampu menjadi penyumbang devisa terbesar. Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya mengatakan, sejak ditetapkan sebagai leading sector pertumbuhan pariwisata Indonesia semakin tinggi bahkan mengungguli sejumlah negara tetangga.

“Selama ini pariwisata tidak pernah ditetapkan sebagai leading sector, baru sekali ini ditetapkan oleh Presiden Jokowi. Manfaatnya, setelah ditetapkan, tidak ada yang tidak mendukung pengembangan sektor pariwisata,” kata Arief Yahya saat menjadi Keynote Speaker pada acara Ngobrol @Tempo, di Gedung Tempo Palmerah, Jakarta, Senin (15/4/2019).

Setelah ditetapkan sebagai leading sector, pembangunan dan target pariwisata masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang kemudian dirumuskan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Menurut Arief Yahya, penetapan pariwisata sebagai leading sector merupakan bentuk CEO Commitment yang bertujuan untuk menggerakkan perekonomian bangsa.

“Setelah ditetapkan sebagai leading sector, makin mudah mengembangkan pariwisata karena tidak ada pihak yang tidak akan mendukung, apa yang dibutuhkan langsung dipenuhi, maka sektor pariwisata kita bisa tumbuh di level double digit,” kata Arief.

Ia menambahkan, seorang pemimpin di tingkat apa pun atau CEO memiliki sejumlah tugas utama yaitu menetapkan arah, mengalokasikan sumber daya, dan melakukan eksekusi. Sebagai CEO dalam sektor pariwisata, lanjutnya, dibutuhkan suatu proses dan komitmen yang kuat untuk mencapai pertumbuhan di level double digit.

“Dalam lima tahun ini, tantangan terbesar saya adalah mengubah birokrasi menjadi korporasi. Hal tersebut tidak mudah. Birokrasi mementingkan cara, sementara saya mementingkan tujuan,” ujarnya.

Tantangan terbesar di Kemenpar adalah birokrasi yang membuat lambat. Karena itulah untuk mempercepat pertumbuhan sektor pariwisata, dibutuhkan transformasi dari birokrasi menuju korporasi melalui teknologi digital, dan dilakukan deregulasi. Ia mencontohkan Vietnam yang saat ini mampu menjadi investor darling dan tourist darling sejak menerapkan deregulasi besar-besaran di sektor pariwisata.

Sementara itu, Bupati Banyuwangi, Azwar Anas mengaku pihaknya sudah mulai meminimalisasi hambatan birokrasi di wilayah dengan membangun Mall Pelayanan Publik yang dikhususkan untuk layanan perizinan kepada investor dan masyarakat. Ia juga mengatakan, sektor pariwisata telah menjadi skala prioritas pembangunan di Banyuwangi.

“Saya sudah menerapkan kebijakan setiap bangunan baru di Banyuwangi harus bernilai destinasi wisata. PT INKA akan membangun pabrik kereta api tapi saya minta ada masjid dan museumnya. Akhirnya investor setuju dan akan dibangun museum kereta api terbesar di Asia dengan desain ala Banyuwangi,” ungkapnya.

Saat ini, Banyuwangi juga telah menjadi salah satu tempat studi banding daerah lain untuk contoh pengembangan pariwisata. Sepanjang 2018, ada 47 ribu orang yang melakukan studi banding.

Sektor pariwisata juga telah menjadi skala prioritas bagi Provinsi Jawa Barat. Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mengatakan, untuk menyukseskan pariwisata di Jawa Barat ada beberapa hal yang dilakukan, di antaranya penataan alun-alun, pembangunan pelabuhan, pusat bandara, dan bandara Kertajati.

“Sumber dana pembangunan di Jawa Barat berasal dari dana solidaritas umat, dana swasta, dana koordinasi kota dan kabupaten, dana provinsi, dan dana pusat,” ujar Uu.

Saat ini, lanjutnya, wisata andalan di Jawa Barat antara lain wisata bahari, wisata pegunungan, dan wisata religi. Namun, beberapa kendala yang masih dihadapi yakni adanya anggapan sebagian masyarakat bahwa pariwisata dekat dengan kemaksiatan.

“Kolaborasi dan inovasi menjadi dasar bagi pembangunan Jawa Barat menjadi daerah pariwisata, kota yang maju, dan menyejahterakan rakyatnya,” kata dia.

Related