A Big Marketing Event With A Very Limited Marketing Campaigns

profile photo reporter Taufik
Taufik
16 Februari 2023
marketeers article
Ilustrasi. (FOTO: 123rf)

Oleh Taufik, Deputy Chairman MarkPlus Corp dan Sekjen IMA

Sebuah judul berita terkait meninggalnya Ratu Elizabeth II menggambarkan dengan tepat apa yang terjadi di Inggris selama beberapa hari terakhir. Apa judul beritanya? Pemakaman Ratu Elizabeth II Merupakan Event Yang Lebih Besar dari Olimpiade London 2012. 

Sebagaimana diketahui, Olimpiade London 2012 menjadi lain dari berbagai peristiwa olahraga besar lain di abad modern karena Inggris memiliki simbol pop culture marketing yang begitu beragam. James Bond atau juga dikenal 007, detektif lintas generasi, jelas merupakan ikon yang dikenal luas di berbagai belahan dunia, termasuk lagu dan gayanya. 

Akan tetapi, menampilkannya di acara Olimpiade jelas membutuhkan kecerdikan tersendiri. Di situlah kehebatan sutradara pemenang Oscar, Danny Boyle, dalam membuat skenario yang tidak terbayangkan siapa pun.

BACA JUGA: Rahasia di Balik Pertumbuhan Fenomenal BRI

James Bond yang dikenal karena menaklukan banyak penjahat hebat, yang selama hampir dua dekade diperankan Daniel Craig, ditugaskan menjadi penjemput Ratu Elizabeth II dari istananya dan kemudian menjadi pengawal menuju stadion Olimpiade. Kalau biasanya James Bond selalu muncul dengan kendaraan dengan berbagai feature yang aneh-aneh, tapi kali ini ia ikut di helikopter Kerajaan Inggris yang membawa Ratu Elizabeth II.

Dua sosok menarik dalam satu helikopter, Sang Ratu adalah Kepala Negara dari 16 negara seperti Inggris Raya, Australia, Kanada, dan Selandia Baru serta beberapa negara kecil di Samudera Hindia dan Karibia. Selain itu, Ratu Elizabeth II adalah pemimpin dari negara-negara bekas jajahan Inggris yang dikenal sebagai Commonwealth Nations yang jumlahnya 54. 

Sementara itu, yang satunya adalah tokoh fiksi dengan sederet kisah fenomenal. Tokoh fiksi ini pernah diperankan oleh sejumlah aktor berbagai zaman yang berbeda. 

BACA JUGA: Obituary of Eva Riyanti Hutapea: The Symbol of A Quality Woman CEO

Salah satunya adalah Sean Connery yang dikenal sebagai orang yang memperjuangkan kemerdekaan Skotlandia dari Inggris Raya. Ternyata, keberadaan salah satu aktor pemeran yang dalam dunia nyata ikut berjuang “melawannya” bukan menjadi soal buat Ratu Inggris tersebut. 

Saat Daniel Craig datang ke istana Sang Ratu untuk menjemput, misalnya, tidak ada adegan pemeriksaan seperti yang muncul saat James Bond mendatangi tokoh tertentu di film-filmnya. Bahkan, anjing yang senantiasa setia menemani Ratu tidak ikut dibawa terbang di helikopter. 

Hal yang kemudian tidak terbayangkan, ternyata pemimpin salah satu monarki paling terkenal di dunia ini memutuskan untuk melakukan terjun payung. Memang, di usia yang lebih muda Ratu Elizabeth II banyak berurusan dengan kendaraan militer, termasuk mengemudikan kendaraan pada saat almarhum Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Abdullah, berkunjung ke Inggris. 

Pada tahun 2012, saat Olimpiade, Ratu Elizabeth II berusia 80-an tahun dan tentu bisa memilih cara yang lebih aman untuk turun dari helikopter. Akan tetapi, demi mengejar sensasi yang berbeda, baik dari indra penglihatan, pendengaran, dan secara tidak langsung indra peraba, Danny Boyle memunculkan adegan kalau Ratu Elizabeth II memilih terjun payung ke stadion Olimpiade. 

Jelas, seisi stadion dan para penonton televisi serta kemudian YouTube menjadi riuh dengan pilihan Danny Boyle menampilkan Ratu Elizabeth II dengan cara yang lain dari yang lain. Tahu-tahu, Ratu Elizabeth II muncul di panggung kehormatan pembukaan Olimpiade London 2012. 

Itulah acara pembukaan Olimpiade yang bisa jadi paling menarik perhatian. Sekalipun tidak menampilkan koreografi atau penataan cahaya yang aneh-aneh, tapi bisa menciptakan sensasi tersendiri untuk indra penglihatan ataupun pendengaran. 

Panitia Olimpiade London 2012 kemudian menampilkan koreografi dan penataan cahaya yang aneh-aneh pada saat penutupan dengan menampilkan berbagai penyanyi dan grup musik terkenal Inggris, termasuk yang sudah meninggal seperti John Lennon dan Freddie Mercury, yang tentu ditampilkan dalam bentuk gabungan antara video dan artis lain yang tampil live. Apa yang terjadi di Olimpiade London 2012 barangkali tidak akan bisa diulang di acara besar olahraga dunia lainnya. 

Ini bukan hanya karena di negara atau tempat lain tidak ada bintang pop culture global, tapi negara-negara lain tidak punya pemimpin negara yang sekalipun lama menjabat, punya tingkat kesukaan yang tinggi. Ini bukan hanya tidak banyak kontroversi yang melingkupi, tapi juga kemauan untuk “membumikan diri” saat berinteraksi dengan warga kebanyakan walaupun ada protokol kerajaan saat mereka bertemu dengan anggota keluarga kerajaan. 

Ratu Elizabeth II yang merupakan monarki paling terkenal di dunia dan para anggota keluarga kerajaan Inggris dikenal memang tidak jaim saat berinteraksi dengan tokoh ataupun warga kebanyakan. Karena itu bukanlah hal yang mengejutkan ketika Ratu Elizabeth II mau tampil dalam sebuah film pendek bersama dengan Paddington Bear. 

Karena ada adegan makan dan minum, maka bisa dikatakan semua pancaindra, baik secara langsung dan tidak langsung ditampilkan dan membuat terkesan banyak orang. Sensory marketing sebetulnya bukan konsep yang baru sama sekali. 

Ketika memperkenalkan Experiential Marketing, Joseph Pine dan James Gilmore, juga menegaskan pentingnya sensory marketing dalam membangun engagement dengan pelanggan. Hanya saja, yang selalu menjadi tantangan adalah cara penerapan yang tidak gampang dilakukan sehari-hari. 

Memikirkan packaging yang memesona atau suara yang menyentuh serta sentuhan yang nyaman jelas tidak mudah. Karena itu terkait menciptakan kesan menarik tapi bisa menjangkau sebanyak mungkin orang. Belum lagi yang terkait dengan perasa dan penciuman.

Itulah sebabnya di media sosial, sensory marketing pada saat ini sering ditampilkan secara hiperbolis. Mulai dari judul posting-an hingga ke adegan yang ditampilkan. 

Memang, berhasil menarik perhatian banyak orang dan bahkan banyak yang kemudian ikut menyebarluaskan. Menariknya, Khaby Lame, Tiktoker dengan followers paling banyak di dunia pada saat ini justru populer karena dia lebih banyak menampilkan sensory marketing yang tidak hiperbolik. 

Ia rutin membanding-bandingkan antara sensory marketing yang hiperbolik dengan yang sederhana. Ternyata, banyak yang suka dengan posting-an dari pemuda yang mulai aktif bermain TikTok saat dunia dilanda Pandemi COVID-19.

Khaby Lame dalam waktu singkat bisa menampilkan model sensory marketing yang sederhana dan bisa menarik banyak perhatian. Sedangkan tokoh-tokoh Kerajaan Inggris menunjukkan bagaimana mereka telah puluhan tahun menjalankan sensory marketing dan bisa menarik perhatian lintas generasi. 

Keputusan Pangeran Edward untuk menikahi seorang janda asal Amerika Serikat pada tahun 1930-an membuatnya kehilangan hak menggantikan ayahnya menjadi Raja Inggris, George V. Raja Inggris ini namanya diabadikan sebagai nama salah satu stasiun MRT di Paris karena dukungan Inggris untuk Perancis pada saat Perang Dunia I 1918–1920. 

George VI yang naik tahta karena keputusan Edward tersebut dikenal sebagai pahlawan Perang Dunia II melalui keputusannya untuk tetap tinggal di London pada saat kota itu dihujani bom oleh pasukan Nazi Jerman dan kemudian membuat pidato bersejarah. Pidato bersejarah yang menjadi latar belakang film The King’s Speech itu menggambarkan bagaimana membuminya anggota keluarga Kerajaan Inggris. 

Ternyata, George VI itu gagap bicara. Lalu, bagaimana ia bisa memotivasi bangsanya pada saat radio merupakan medium komunikasi yang paling efektif untuk menjangkau khalayak luas?

Bayangan sebagai orang yang serbabisa dan nyaris sempurna yang selama ini melingkupi personifikasi dari anggota kerajaan jelas hilang. Dia tampak sempat tidak yakin untuk bisa berpidato dengan baik. 

Akan tetapi, berkat latihan dan dukungan anggota kerajaan, akhirnya bisa. Tentu yang namanya anggota kerajaan tetap punya posisi yang berbeda. 

Itulah sebabnya ketika seorang guru sekolah, Lady Diana, dinikahi Putra Mahkota Kerajaan Inggris pada tahun 1981, maka tampak seperti cerita dongeng yang menarik perhatian dunia luas dan kemudian disebut pernikahan abad ini. Sejak tahun 1981 hingga meninggalnya pada tahun 1997, Lady Di, dikenal sebagai simbol terbaik penerapan sensory marketing oleh anggota Kerajaan Inggris. 

Para penderita AIDS, yang pada tahun 1980-an dan bahkan hingga paruh pertama dekade 1990-an, ketakutan karena belum ketemu obatnya, merupakan salah satu kelompok yang merasakan bagaimana almarhumah Lady Di menggunakan penglihatan, pendengaran, sentuhan dan kemampuan mengelola indra penciuman berhubungan dengan mereka. 

Apalagi kalangan lain, di berbagai penjuru dunia yang pernah bertemu langsung dengan Lady Di. Meskipun menghadapi hubungan keluarga yang berada di ambang perpecahan di akhir hayatnya, Lady Di adalah duta terbaik Kerajaan Inggris.

Sekalipun tidak ada anggota Kerajaan Inggris yang aktif melakukan kegiatan yang  melibatkan sensory marketing sebanyak yang dilakukan Lady Di, tapi mereka merasakan dampak brand building yang dilakukan Lady Di. Itulah kenapa Lady Di yang meninggal jauh sebelum media sosial populer, ternyata bisa menjadi trending topic, bersamaan dengan wafatnya Ratu Elizabeth II dan diikuti Raja Charles III naik tahta. 

Itu seolah menjadi pengakuan bahwa masih tingginya tingkat kesukaan terhadap Ratu Elizabeth II, Raja Charles III, dan kerajaan Inggris karena ada peran Lady Di. Dampaknya? Peristiwa meninggalnya Ratu Elizabeth dan proses perkabungan yang mengikutinya akhirnya menjadi sebuah marketing event yang luar biasa, meski tidak ada marketing campaign

Waktu itu, dunia dikagetkan oleh kesedian puluhan ribu orang antre hingga 24 jam untuk bisa melihat langsung peti mati Ratu Elizabeth II. 

Related