Akademisi i3L: Pandemi COVID-19 Bisa Jadi Momentum Bangkitnya Smart Nation

marketeers article
Waiter hand holding an empty digital tablet with Smart city with smart services and icons, internet of things, networks and augmented reality concept , night scene .

Musibah tak selalu harus dilihat negatif. Seperti dalam falsafah China, krisis atau Wei-Ji dimaknai sebagai dua hal, ancaman (Wei) dan peluang (Ji). Begitu juga dengan pandemi COVID-19 yang dinilai dapat menjadi momentum bangkitnya konsep smart nation.  Gagasan ini disampaikan oleh akademisi dari Indonesia International Institute for Life Sciences (i3L).

Gagasan mengenai smart nation atau “bangsa yang pintar” merupakan terintegrasinya infrastruktur sebuah negara dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini bertujuan untuk mempertinggi efisiensi, memperbaiki pelayanan publik, dan meningkatkan kesejahteraan warga.

John Vong, Dosen Indonesia International Institute for Life Sciences (i3L) School of Business mengungkapkan bahwa meski konsep smart nation sudah diperkenalkan sejak tahun 2015, saat ini menjadi realita di era new normal atau yang MarkPlus, Inc. sebut sebagai next normal. Smart nation merujuk pada pendidikan tanpa sekolah, kesehatan tanpa rumah sakit, dan perbankan tanpa bank.

Smart nation memerlukan smart people. Dan dengan sendirinya smart people membutuhkan smart education. Pendidikan terapan akan memegang peranan yang sangat penting,” kata John dalam keterangan resminya.

John menambahkan harus ada pelatihan terhadap guru untuk memastikan bahwa mereka mengerti cara memberikan pelatihan yang tepat kepada murid. Murid-murid juga harus dilatih untuk bekerja dalam industri baru seperti telemedicine, transportasi daring, atau teknologi finansial. Diharapkan hasilnya dapat membawa bangsa ini menjadi sebuah ekosistem smart nation.

Di sisi lain, pemerintah di berbagai negara saat ini menerapkan peraturan penutupan sekolah dan pendidikan tinggi. Education without schools atau pendidikan tanpa sekolah yang sudah banyak didiskusikan sejak tahun 2015 perlahan menjadi realita.

Meski demikian, banyak tenaga-tenaga pengajar dan pelajar belum siap menghadapi kenyataan ini. Mengingat masih banyak rumah-rumah tidak mempunyai koneksi internet.

John menjelaskan sebagai pembelajaran untuk melangkah ke depan, perhatian tidak hanya ditujukan pada alat-alat pembelajaran jarak jauh ataupun learning management system. Hal terpenting yang sekarang harus dilakukan adalah menciptakan lingkungan pembelajaran.

“Sekolah-sekolah atau pendidikan tinggi harus memberikan ruang kepada orang tua untuk memberikan kontribusi pada penyusunan kurikulum,” jelasnya.

John menambahkan, program studi International Business Management di i3L School of Business (iSB) menitikberatkan pada penerapan konsep-konsep yang dipelajari di program studi seperti dengan memberikan kesempatan magang di berbagai perusahaan di luar negeri.

Hal ini untuk mendapatkan pengalaman kerja internasional, pemakaian simulasi bisnis yang juga dipakai di sekolah-sekolah bisnis ternama di dunia dan kolaborasi dengan mahasiswa dari berbagai universitas di dunia.

Menurutnya teknologi dan sains harus diajarkan bersamaan dengan ilmu sosial sehingga dapat memberikan perkembangan yang menyeluruh dan kontribusi di kualitas tenaga kerja yang dihasilkan.

Untuk itu, selama ini i3L Business School secara rutin menjalakan program pertukaran pelajar. Seperti dengan University of New South Wales (UNSW) Australia atau pun dengan University Applied Sciences & Arts Northwestern Switzerland.

“Pertukaran mahasiswa dengan universitas-universitas di luar negeri akan membantu bekerja di budaya yang berbeda dan mendapatkan peluang-peluang baik peluang pekerjaan atau peluang bisnis,” pungkas John.

Related