Akibat Perubahan Iklim, Tanaman Kopi Terancam Punah pada 2050

marketeers article
Irfan Helmi (Co-Founder Anomali Coffee) bercerita tentang tantangan petani kopi yang dampak perubahan iklim dalam acara TEDxJakarta Countdown 2023 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Dunia saat ini terus dipaksa untuk memulihkan diri dari meningkatnya emisi gas karbon yang berdampak pada masalah perubahan iklim. Hal tersebut lantaran perubahan iklim berpotensi mengancam kelangsungan hidup seluruh makhluk.

Irvan Helmi, Co-Founder Anomali Coffee & Pipiltin Cocoa menuturkan dengan masalah perubahan iklim yang makin memburuk membuat petani kopi mengalami kegelisahan akan keberlanjutan usahanya. Sebab, perubahan iklim diyakini akan berdampak pada masa depan budi daya kopi di Indonesia lantaran kopi merupakan tanaman yang sangat bergantung pada suhu dan pola curah hujan.

BACA JUGA: Imbas Krisis Iklim, Pertumbuhan Ekonomi RI Terancam Turun 1,24%

Irvan menyebut perubahan iklim, seperti curah hujan yang tidak teratur, kenaikan suhu, kekeringan dan badai yang terjadi dapat mengganggu pertumbuhan tanaman kopi. Selain itu, usia kopi di Indonesia yang relatif sudah tua, penyebaran hama dan penyakit, serta cara bertani yang sudah tidak sesuai lagi membuat kelestariannya akan terganggu akibat perubahan alam tersebut.

“Permintaan kopi di dunia saat ini sedang tinggi, kopi sedang mahal-mahalnya. Di saat yang sama, para petani sedang dihadapkan dengan perubahan iklim dan dampaknya pada tanaman kopi. Maka dengan perubahan iklim yang sedang terjadi, diperkirakan kopi akan punah di 2050 jika kita tidak melakukan apapun untuk mendorong Petani beradaptasi sekaligus mencari solusinya,” kata Irvan dalam acara TEDxJakarta Countdown 2023 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dikutip Senin (13/11/2023).

BACA JUGA: Perubahan Iklim Sebabkan Kerugian US$ 100 Miliar per Tahun

Menurutnya, untuk mengatasi dampak perubahan iklim pada industri kopi harus dilakukan mulai dari hulu hingga hilir. Seluruh komunitas dan pemangku kebijakan harus berperan aktif dalam mengurangi emisi gas karbon.

Tidak hanya itu, para pencinta kopi juga perlu melakukan perubahan dengan mengonsumsi kopi tidak hanya dari jenis arabika dan robusta saja. Namun, juga jenis-jenis lain yang lebih kuat terhadap masalah iklim.

Dengan begitu, petani akan mau menanam jenis kopi selain arabika dan robusta sehingga pengembangannya bisa terus berjalan. Termasuk pula menambah nilai ekonomi bagi petani.

“Saya ingin mengajak kita semua mendorong gagasan relationships coffee yakni kedekatan hulu dan hilir yang kami percaya akan menyelesaikan banyak hal. Relationships coffee adalah adaptasi lingkungan, perubahan lahan, dan relokasi,” kata Irvan.

Sebagai informasi, perubahan iklim tidak hanya mengancam kelangsungan hidup industri kopi. Namun, juga mengancam pertumbuhan ekonomi nasional dalam skala besar.

Special Envoy for The Global Blended Finance Alliance (GBFA) Mari Elka Pangestu memperkirakan Indonesia terancam mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 1,24% pada tahun 2030 akibat adanya krisis iklim. Potensi perlambatan ekonomi bisa lebih besar apabila krisis ini tidak segera ditangani dengan cepat.

Jika Indonesia bergerak lambat dalam menangani krisis iklim pada tahun 2050 hingga 2060 perlambatan ekonomi bisa mencapai 3% hingga 5%. Hal ini dihitung dari ancaman gangguan kesehatan hingga ancaman gagal panen dan kelaparan.

“Jadi pada pertumbuhan ekonomi saja sudah besar dampaknya. belum lagi dampak dari polusi dan ancaman lainnya yang menyebabkan cost besar,” kata Mari Elka.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related