Bangun Sisi Humanis pada Brand dengan Human-Centric Marketing

marketeers article
Human-centric marketing | Sumber: 123rf

Human-centric marketing bukanlah sesuatu yang baru. Strategi pemasaran ini menjadi makin kuat bagi beberapa sektor yang terdampak pandemi. 

Pelanggan menjadi lebih ingin untuk berinteraksi dengan brand-nya yang memiliki tujuan dan pesan yang lebih dari sekadar menawarkan produk atau layanan. Dalam buku Marketing 4.0: Moving from Traditional to Digital, marketing guru Hermawan Kartajaya mengatakan human-centric marketing berfokus pada brand yang menunjukkan sisi humanis akan memiliki koneksi yang sangat baik dengan target audiensnya. Hal ini juga didukung oleh teknologi yang makin inovatif dan advance. 

Di era digital, brand dapat mengelola hubungan yang terasa begitu nyata dengan pelanggan melalui penerapan perlakukan selayaknya sentuhan manusia. Brand dituntut menjadi lebih transparan dan menyampaikan pesan serta nilai dengan lebih genuine. 

Oleh karena itu, Marketeers telah merangkum dari berbagai sumber mengenai apa itu Human-Centric Marketing. Simak penjelasannya berikut ini:

Apa yang dimaksud dengan human-centric marketing?

Menurut Minderest, human-centric marketing adalah sebuah tren yang bertujuan untuk berkoneksi dengan konsumen, tidak hanya sebagai pembeli produk dan harganya saja. Pada dasarnya, strategi ini berusaha untuk menciptakan sesuatu yang jujur dengan hubungan yang lebih personal antara pelanggan dan brand, baik sales dan seluruh bagian perusahaan yang terlibat. 

Menurut Making Science, terdapat empat kunci kesuksesan dalam membangun strategi human-centric marketing, yaitu empati, kebaikan, kasih sayang, dan keadilan. Prinsip ini menjadi dasar bagaimana brand dapat memahami setiap sisi dari pelanggan. 

Brand yang humanis harus mampu menyampaikan apa yang ingin pelanggan Anda dengarkan dan memahami berbagai concern yang dialami oleh pelanggan.

BACA JUGA: Inclusive Marketing: Bangun Citra Merek dengan Angkat Isu Inklusivitas

Keuntungan dari human-centric marketing

Berikut beberapa keuntungan yang bisa didapatkan brand dalam membangun human-centric marketing:

– Meningkatkan brand image.

– Meningkatkan user satisfaction dan loyalitas konsumen.

– Peluang bisnis baru dengan mendengarkan keinginan konsumen dan para fans.

– Membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan.

– Berkontribusi positif pada profitabilitas brand.

Enam atribut dalam membangun human-centric marketing

Berdasarkan buku Marketing 4.0: Moving from Traditional to Digital, terdapat enam atribut yang bisa diterapkan oleh brand dalam membangun human-centric marketing, yaitu sebagai berikut:

1. Physicality

Physically attractive yang memiliki pengaruh kuat dan membuat brand menjadi unik. Physical attractions ini umumnya adalah brand identity dengan logo yang well-designed dan tagline yang well-crafted. 

Physical attractions juga bisa berasal dari desain produk dan desain customer experience. Sebagai contoh adalah logo Google dan Apple.

2. Intellectuality

Intelektual adalah kemampuan manusia untuk memiliki wawasan, berpikir, dan menghasilkan ide. Intelektual ini berkaitan dengan kemampuan untuk berpikir beyond dan inovatif. 

Brand dengan intelektual yang tinggi adalah brand yang inovatif dan mampu menjadi solusi bagi permasalahan konsumen. Sebagai contoh adalah Tesla sebagai garda terdepan bagi mobil listrik, teknologi autopilot, dan analitik otomatis. Intellectuality yang dimiliki Tesla ini malah menjadi ketertarikan di mata konsumen, meskipun tidak diiklankan. 

Contoh lain adalah Uber dan Airbnb dengan konsep sharing economy yang menghubungkan antara pelanggan dengan penyedia layanan. 

BACA JUGA: Scarcity Marketing: Langka dan Terbatas, Makin Menarik Dibeli

3. Sociability

Sociability yang kuat didorong oleh rasa kepercayaan diri untuk dapat membangun interaksi yang menarik, menunjukkan kemampuan komunikasi verbal dan nonverbal yang baik. Brand yang memiliki atribut sociability tidak takut untuk membangun percakapan dengan pelanggan mereka. 

Mereka mendengarkan feedback dan keluhan dan memberikan solusi yang responsif. Dengan begitu, engagement akan terbangun di berbagai saluran komunikasi.

Brand juga bisa membagikan berbagai konten menarik di media sosial untuk menarik pelanggan. Sebagai contoh, Zappos, merupakan brand yang sangat sociable. 

Pelanggan dapat berkomunikasi dengan call-center Zappos hanya untuk membahas tentang sepatu. Bahkan, Zappos juga pernah melakukan customer-services call selama 10 jam 43 menit bersama pelanggannya. 

Ini menjadi hubungan yang lebih dari sekadar menjual produk, bukan?

4. Emotionality

Brand dapat berkoneksi dengan pelanggan secara emosional dan mampu memberikan pengaruh yang begitu besar. Hubungan emosional ini dapat dilakukan pesan inspirasional dan humor.

Sebagai contoh adalah Dove yang disebut sebagai brand yang humanis dengan mengangkat isu self-esteem yang sering dirasakan oleh wanita. Dove mendorong para wanita untuk dapat mencintai dirinya sendiri dan menghargai kecantikan yang dimiliki. 

Dengan pesan yang terus digalakkan melalui kampanye, Dove dapat memiliki hubungan emosional dengan berbagai perempuan di seluruh dunia.

5. Personability

Personability yang kuat didorong oleh self-awareness sehingga dapat menunjukkan kepercayaan diri dan motivasi diri untuk dapat meningkatkan kualitas diri. Brand dengan personability tidak merasa takut untuk menunjukkan kekurangan yang dimiliki dan bertanggung jawab terhadap seluruh tindakan yang dilakukan. 

Sebagai contoh adalah Domino’s Pizza yang pada tahun 2010 berani mengemukakan bahwa pizza mereka tidak menarik. Dalam sebuah iklan, Domino’s mempublikasikan dan membagikan customer feedback kepada pelanggan mengenai pizza mereka. 

Dari feedback tersebut, Domino’s menawarkan produk baru dan mengambil tanggung jawab atas kekurangan yang dimiliki. Domino’s Pizza bertindak selayaknya manusia yang selalu memiliki kekurangan untuk bisa diperbaiki.

6. Morality

Human-centric marketing mengedepankan aspek morality mengenai bagaimana brand yang humanis dapat beretika dan memiliki integritas. Morality ini menjadi karakter positif tentang kemampuan brand untuk mengetahui perbedaan antara benar dan salah. 

Dengan begitu, brand akan selalu berusaha untuk melakukan hal yang benar dan didorong oleh nilai-nilai yang menjadi komponen penyusun brand humanis tersebut. Sebagian brand juga menunjukkan model bisnis beretika dengan core differentiation yang menjadi janji brand kepada pelanggan mereka. 

Sebagai contoh adalah Unilever yang mengumumkan tentang Unilever Sustainable Living Plan pada 2010. Unilever berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan 1 miliar orang di dunia. Morality ini diturunkan ke dalam strategi inisiatif untuk menjadikan brand yang lebih humanis. 

BACA JUGA: Pengaruhi Pengambilan Keputusan Konsumen dengan Psikologi Marketing

Demikianlah penjelasan lengkap mengenai human-centric marketing yang mana brand mengadopsi sifat-sifat humanis manusia untuk menarik pelanggan ke dalam human-centric era. Human-centric marketing ini berorientasi pada sikap empati kepada pelanggan dan membangun sisi kemanusiaan terhadap brand tersebut. 

Dengan begitu, brand menjadi lebih menarik secara fisik, intelektual, sosial dan emosional. Dengan waktu yang bersamaan, brand juga akan menampilkan personability dan morality yang kuat. 

Editor: Ranto Rajagukguk

Related