Brand Building: Tujuan dan Cara Membangun Kesan Brand yang Premium

marketeers article
brand building | sumber: 123rf

Ketika orang marketing membicarakan tentang brand, maka brand building yang wajib dilakukan ini selalu disebut-sebut dapat membuat produk memiliki pembeda, jaminan kualitas, sebagai identitas bagi pengguna, hingga rela untuk bayar mahal.

Menurut Praktisi Marketing dan Behavioral Science Ignatius Untung, brand adalah sesuatu yang abstrak.

Brand ini seperti kentut yang berbeda-beda di setiap orang, makanya unik, setiap brand juga berbeda, hasilnya nyata, kalau sudah ada hasilnya banyak yang ngomongin, dan yang memproduksi akan lega dan merasa puas produknya disenangi,” ujar Untung dalam program Market Think pada kanal YouTube Marketeers TV.

Namun sayangnya, kita tidak akan pernah tahu bentuknya seperti apa dan bagaimana proses pembentukannya, bahkan seringkali beberapa proses brand building itu terjadi spontan. 

Brand building dapat terjadi begitu saja tanpa ada rencana. Ternyata benar-benar mirip seperti gas dari kentut, bukan? Meski demikian, bukan berarti brand building ini tidak perlu direncanakan. Lalu, bagaimana cara melakukan brand building?

Untung menyebutkan bahwa hal pertama yang perlu dipelajari adalah brand hierarchy atau tingkatan brand. Tingkatan pertama yang paling bawah adalah familiarity sebagai mantra bagaimana brand dapat diingat.

Kedua adalah resonate dimana brand dapat diingat karena penawaran fungsi yang menarik. Ketiga adalah inspire yang berarti brand dapat beresonansi secara emosional. Tingkatan terakhir adalah cult yang berarti brand dapat dipuja. 

Tujuan brand building

Dalam melakukan brand building, brand hierarchy ini menjadi target bagi brand untuk mencapai tingkatan tertentu. Tujuan dalam brand building bermacam-macam, namun Untung menyebutkan bahwa tujuan yang menjadi hal utama ada dua.

1. Mudah diingat

Untung menyebut bahwa tujuan pertama dalam brand building adalah mudah diingat.

“Brand itu terbentuk bukan di meeting room, bukan di laptop kita, tetapi di benak konsumen. Makanya, indikator pertamanya adalah apakah orang sudah mengingatnya atau belum. Kalau belum, artinya brand belum terbentuk dengan baik,” jelas Untung. 

Namun, tidak sekadar mudah diingat saja, karena jika demikian brand building yang dilakukan malah menjadi menghalalkan segala cara agar diingat, bahkan harus mencari sensasi supaya trending. Hal ini tentu bahaya karena akan mudah juga dilupakan. 

“Penting untuk diingat, tanpa diingatkan, artinya nempel di kepala bukan karena iklannya kenceng, di awal perlu iklan, tapi bukan berarti bergantung sama iklan,” ulasnya. 

BACA JUGA: Buyer Persona: Karakter Fiksi yang Bantu Personalisasi Strategi Marketing

2. Desirability

Indikator kedua dari brand building adalah menjadikan brand agar diinginkan. Misalnya, merek mobil dalam industri otomotif sangatlah banyak jika kita coba sebutkan satu per satu. 

Namun, Untung meyakinkan bahwa kemungkinan besar kita hanya memiliki lima merek yang benar-benar kita inginkan dan pikirkan karena sisanya kita hanya sekadar tahu saja.

Brand itu bukan sekadar awareness, bukan sekadar orang tahu dan ingat, karena ingat kalau ga diinginkan ya buat apa,” lugas Untung. 

Diinginkannya suatu brand haruslah karena memang diingat, karena fitur yang baik, terhubung dengan merek secara emosional, hingga diinginkan karena identitasnya yang keren. 

Cara melakukan brand building

Untung membagikan cara-cara untuk melakukan brand building agar brand dapat diingat sekaligus diinginkan oleh pelanggan.

1. Membangun relevansi

Hal ini adalah hal yang paling mendasar dari brand building dan berkaitan dengan positioning. Membangun relevansi ini harus dirasakan relevan tidak hanya oleh konsumen, tetapi juga oleh brand. 

Prosesnya adalah dengan consumer research, mencari fakta yang paling penting untuk konsumen agar jika mampu diselesaikan oleh brand, maka akan menjadi ‘Aha moment’ untuk konsumen tersebut.

“Prosesnya tidak gampang, malah bisa dibilang dari semua proses membangun brand, part ini justru yang paling susah. Tapi ini harus selalu di depan. Perlu diingat bahwa ini menentukan kita bisa mendarat dimana dalam brand hierarchy,” jelas Untung.

Sebagai contoh adalah produk Dove yang memanfaatkan message effect yang didapatkan dari pesan yang disampaikan. Dove menjadi dikenal sebagai brand yang dapat dipercaya karena membagikan nilai-nilai yang baik dalam setiap pesan pemasarannya. 

Dalam brand building, penting bagi Anda untuk membangun contextual resonant atau narasi bagaimana produk bisa menjadi pilihan yang terbaik dan unggul bagi target pelanggan Anda. 

Misalnya saja penyanyi yang harus mengetahui segmen mana yang ingin disasar dari lagu, maka harus tahu lirik apa yang sesuai dengan segmen tersebut. 

BACA JUGA: Berapa Marketing Budget Plan yang Tepat untuk Tahun 2024?

2. Ciptakan keunikan

Sebelum menciptakan keunikan, maka relevansi menjadi dasar dari brand building. Tanpa relevansi, maka keunikan yang dibangun menjadi tidak sesuai dengan segmen pelanggan.

“Keunikan ini bisa mencakup DNA personality, apa sih DNA dan personality yang mau kita targetkan. Jangan lupa bangun trigger agar mudah diingat ketika melihat tanda-tanda tentang brand. Kita harus merencanakan dulu apa yang mau kita inginkan dan mulai membangunnya,” ujarnya. 

Jika dianalogikan sebagai penyanyi, maka keunikan ini berkaitan dengan genre lagu, warna suara, gaya bernyanyi, dan lainnya. 

3. Menjaga brand presence

Keberadaan dan eksistensi dari suatu brand harus terjaga agar bisa terus diingat oleh audiens. Hal ini berkaitan dengan cara mengamplifikasi pesan atau nilai yang diberikan kepada pelanggan dalam membangun brand building. 

Jika kembali diibaratkan sebagai seorang penyanyi, maka ini berkaitan dengan media bernyanyinya, apakah di TV, panggung, YouTube, atau lainnya. 

4. Berikan customer experience

Cara melakukan brand building selanjutnya adalah memastikan bahwa pengalaman yang dirasakan pelanggan terasa begitu mulus dan nyata. 

“Kita harus melakukan experience audit, lihat bagaimana respon orang dalam melihat iklan kita, apakah semuanya sudah smooth, perbaiki apa yang bisa diperbaiki lagi,” sebutnya. 

Contohnya Apple yang iklannya begitu menarik, produk berkualitas, memiliki product knowledge yang lengkap untuk memperbandingkan dengan produk lainnya, bisa dibeli dengan mudah, dan memberikan unboxing experience yang impresif. Ini menjadi wow factor yang dimiliki Apple. 

Bagi penyanyi, hal ini bisa dilakukan dengan membuat video klip yang menarik dan konser yang megah. 

BACA JUGA: Tips Membangun CX yang Tepat Demi Membentuk Kebiasaan Pelanggan

5. Membangun emotional flavor

Ketika melakukan brand building, hal ini berhubungan dengan bagaimana cara brand untuk bisa memiliki spirit atau motivasi yang sama dengan target audiens yang memperkuat setiap narasi dan keunikan yang kita bangun kepada pelanggan.

6. Bangun social compliance

Untung menyebut bahwa social compliance berkaitan dengan bukti sosial agar brand dapat disukai oleh audiens. Hal ini mirip dengan testimoni di mana pelanggan Anda dapat menunjukkan bahwa dirinya senang dan puas menggunakan produk Anda. 

Cara brand building dengan social compliance ini bermacam-macam, mulai dari product review, konten dari influencer, atau bahkan user generated content (UGC) yang dibuat pelanggan secara sukarela.

7. Bangun premium effect

Cara brand building yang satu ini tujuannya untuk membangun price insensitivity bagi pelanggan. Misalnya, seberapa Anda masih mau membeli brand tertentu kalau harganya lebih mahal? Seberapa Anda masih mau beli brand tertentu jika tidak ada diskonnya?

Jika brand sudah sangat kuat, maka harga berapapun tidak menjadi masalah bagi pelanggan. Strategi yang perlu dilakukan adalah membangun coolness dari brand yang membuat orang bangga ketika menggunakan brand tersebut dan dianggap melekat sebagai sebuah identitas diri. 

“Kesimpulannya, untuk melakukan brand building, kita harus membangun relevansi, keunikan, lalu kita jaga presence-nya, experience-nya diperbaiki, emotional flavor dan social compliance-nya ditingkatkan, dan bangun premium effect,” tutupnya. 

Editor: Muhamamd Perkasa Al Hafiz

BACA JUGA: 6 Tips Marketing, Tetap Relevan dan Garap Peluang Tahun 2024!

Related