CIPS: Peran Bulog Perlu Ditinjau Kembali dalam Rantai Pasok Beras

marketeers article
CIPS: Peran Bulog Perlu Ditinjau Kembali dalam Rantai Pasok Beras (FOTO: 123RF)

Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai pemerintah perlu meninjau kembali peran Bulog dalam rantai pasok beras. Hal ini perlu untuk memastikan efektivitasnya dan menciptakan pasar beras yang tidak rentan terhadap fluktuasi harga.

“Salah satu kesulitan yang dihadapi Bulog adalah HPP, yang kurang fleksibel dan tidak relevan dengan harga pasar,” jelas Peneliti CIPS Hasran dalam keterangannya, Rabu (15/2/2023).

Keterlibatan Bulog terlibat di tingkat hulu dan hilir dalam rantai pasok beras ditetapkan oleh Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2016 Pasal 3 (2). Masalah muncul karena, di tingkat hulu, Bulog harus melakukan pengadaan beras dari petani. 

Tidak seperti pihak swasta, Bulog harus membeli beras dengan semua tingkat kualitas dan menyimpan stok penyangga sebagai cadangan nasional di gudangnya.

BACA JUGA: Serikat Petani Sebut Bulog Tak Berpihak pada Rakyat

Hasran menambahkan Bulog menggunakan biaya pemerintah saat bersaing dengan pihak swasta dalam pengadaan beras. Penugasan untuk menjaga stok nasional memunculkan biaya tambahan yang tidak sedikit.

Walaupun beras dikonsumsi di seluruh wilayah Indonesia, namun produksinya terkonsentrasi di Pulau Jawa. Data BPS 2021 menyebut pada 2020, produsen utama beras di Indonesia adalah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan total produksi Gabah Kering Giling (GKG) masing-masing sejumlah 9,94 juta ton, 9,48 juta ton dan 9,01 juta ton.

Perdagangan beras yang timbul akibat perbedaan ongkos produksi beras di setiap wilayah menjadi tidak terhindarkan. Hasran menilai bersaing dengan swasta akan selalu membuat Bulog menjadi pihak yang merugi karena swasta bisa menawarkan harga beras yang lebih tinggi kepada petani dan meminta kualitas beras yang lebih baik.

Terkait tingginya harga beras saat ini, Bulog mengklaim telah mendistribusikan 100.000 ton beras melalui Operasi Pasar yang berlaku sejak 17 Januari 2022, untuk menjaga agar kenaikan harga tetap terkendali. Operasi pasar yang diintensifkan sejak awal tahun tidak banyak berdampak pada penurunan harga beras, terbukti dengan tingginya harga beras di tingkat konsumen. 

Masalahnya, terletak pada panjangnya jalur distribusi dari Bulog ke konsumen.

BACA JUGA: CIPS: HPP Halangi Strategi Bulog Serap Beras Petani

Operasi pasar adalah kebijakan untuk mencegah atau mengatasi lonjakan harga beras yang terjadi di daerah tertentu selama periode waktu tertentu dengan memanfaatkan cadangan beras pemerintah (CBP). Operasi pasar diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian No. 12/2017, yang mana Bulog ditunjuk sebagai pelaksana program untuk mendistribusikan CPP di tingkat konsumen di pasar tradisional, pasar induk, dan lokasi lain yang mudah dijangkau. 

Bulog harus menjual beras medium dengan harga tidak melebihi HET. Penelitian CIPS merekomendasikan adanya revisi pada Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2016 Pasal 8 (poin c, d, dan e) untuk membuka peluang bagi Bulog untuk fokus melindungi keluarga pra sejahtera melalui program bantuan bencana.

Pembatasan impor juga perlu dilonggarkan dengan menghapuskan hambatan kuantitatif untuk impor beras dan menghapus monopoli Bulog untuk mengimpor beras kualitas menengah seperti yang tertera di Permendag Nomor 103 Tahun 2015 pasal 9 (1.b).

Editor: Ranto Rajagukguk

Related