Dampak Melemahnya Ekonomi Cina bagi Indonesia

marketeers article
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. Sumber gambar: 123rf.

Industri properti di Cina saat ini tengah mengalami krisis lantaran minimnya serapan di pasar. Hal ini menyebabkan perekonomian Negeri Tirai Bambu tersebut melemah yang disebabkan properti menjadi penyumbang 30% produk domestik bruto (PDB).

Menanggapi hal tersebut, Raden Pardede, Ekonom Senior sekaligus Komisaris Independen PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menuturkan pelemahan ekonomi Cina bisa berdampak pada perekonomian global, termasuk pula Indonesia. Sebab, secara umum kebutuhan manufaktur dunia banyak ditopang oleh produk-produk dari Cina.

BACA JUGA: Cina Targetkan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2023 di 5%

“Setiap 1% pertumbuhan ekonomi Cina akan berpengaruh 0,4% kepada pertumbuhan ekonomi dunia. Untuk Indonesia dampaknya sekitar 0,29% dari 1% pertumbuhan ekonomi Cina,” kata Raden Pardede dalam Indonesia Knowledge Forum (IKF) di Jakarta, Rabu (11/10/2023).

Menurutnya, pengaruh Cina terhadap ekonomi dunia sangat besar. Tercatat, Cina berkontribusi sebesar 40% dari total perekonomian global sehingga pelemahan ekonomi akan berpengaruh terhadap kondisi dunia.

BACA JUGA: Imbas Krisis Iklim, Pertumbuhan Ekonomi RI Terancam Turun 1,24%

Raden mencontohkan ketika awal tahun 2000 pertumbuhan ekonomi Cina berada di level 8% hingga 10%. Hal ini berdampak positif pula terhadap pertumbuhan ekonomi global.

“Lalu, saat ini terus menurun di level 4,5% dan ke depannya diperkirakan bakal terus menurun di level 3%,” tuturnya.

Sebelumnya, Cina menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5% untuk tahun 2023. Hal itu mengemuka dalam laporan kerja pemerintah Perdana Menteri Cina Li Keqiang yang dirilis pada Maret 2023.

Cina juga menetapkan target 3% untuk indeks harga konsumen (IHK) atau inflasi, tingkat pengangguran 5,5%, dan penciptaan sekitar 12 juta lapangan pekerjaan di perkotaan. Laporan kerja tersebut berisi penerapan kebijakan moneter yang bijaksana dengan cara yang tepat sasaran.

Laporan kerja itu mencatat perubahan yang akan datang dalam kepemimpinan pemerintah pusat, sekaligus menjabarkan delapan prioritas kebijakan ekonomi. Prioritas itu di antaranya memacu permintaan domestik, konsumsi dan investasi, diikuti perbaikan sistem industri dan mendukung perusahaan-perusahaan non-pemerintah.

Prioritas lain termasuk mengintensifkan upaya-upaya untuk menarik dan memanfaatkan investasi asing, mencegah dan menekan risiko-risiko finansial, menstabilkan produksi komoditas pangan, melanjutkan program ramah lingkungan, dan mengembangkan program-program sosial.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related