Efektifkah Tindakan PRP untuk Atasi Masalah Kebotakan?

marketeers article

Kondisi rambut rontok hingga kebotakan tak jarang muncul di tengah situasi pandemi COVID-19. Tak heran, lantaran salah satu alasan kerontokan rambut dapat dipicu karena rasa stres. Berbagai cara untuk mengatasi permasalahan rambut rontok muncul, antara lain dengan tindakan Platelet-Rich Plasma (PRP). Namun, apakah cara ini efektif?

Perubahan pola hidup, interaksi sosial yang terbatas, resesi ekonomi, dan segala ketidakpastian di masa depan adalah beberapa alasan yang memicu rasa stres.

“Kondisi kerontokan rambut yang kronis disebut dengan telogen effluvium. Salah satu penyebabnya adalah stres psikologis yang membuat berkurangnya jumlah folikel atau tempat tumbuhnya rambut. Alhasil, rambut mengalami fase telogen atau istirahat. Hal inilah yang memicu rambut menjadi rontok,” terang Dokter Endi Novianto, Medical Advisor MEN/O/LOGY by ZAP di Jakarta, Kamis (15/10/2020).

Telogen effluvium dapat dialami oleh laki-laki dan perempuan dari berbagai kelas usia. Mereka dapat kehilangan 150-400 helai rambut per hari, melebihi jumlah kerontokan normal yang berkisar 50- 100 helai per hari.

Kondisi ini biasanya baru diketahui beberapa bulan setelah mengalami stress ketika kebotakan mulai terlihat. Walaupun tidak bersifat permanen, pemulihan rambut rontok ini membutuhkan waktu sekitar beberapa bulan atau tahun.

Dengan perkembangan teknologi, mengobati rambut rontok parah dapat dilakukan dengan perawatan PRP.

Proses PRP dilakukan dengan mengambil sedikit darah pasien dan mengaplikasikannya dengan alat vital injector. Darah kemudian diolah menjadi plasma darah kaya trombosit yang kandungannya dapat mencapai 5-10 kali lipat konsentrasi normal.

“Plasma ini mengandung ratusan protein dan growth factor yang ketika diinjeksikan kembali ke kulit kepala pasien akan memberi nutrisi yang mampu merangsang folikel pertumbuhan rambut secara efektif,” ungkap Endi.

Agar perawatan ini berjalan efektif, Endi menganjurkan agar pasien mencuci dan menghentikan perawatan kimia pada rambut sejak seminggu sebelum tindakan PRP dilakukan.

Calon pasien diwajibkan untuk menjalani sesi konsultasi dengan dokter untuk mengetahui kondisi secara detail. Orang dengan HIV/AIDS, riwayat hepatitis B & C, kanker, riwayat gangguan trombosit, atau pembekuan darah dianjurkan untuk tidak menjalani perawatan PRP.

Tindakan perawatan ini hanya berlangsung selama tiga puluh menit, diawali dengan mengambil darah pasien untuk selanjutnya diolah dengan teknologi khusus.

“Area yang akan di-treatment dibersihkan, kemudian dilakukan injeksi, lalu dilanjutkan dengan pengaplikasian aktivator PRP. Di ZAP, kami menawarkan perawatan PRP yang minim rasa sakit. Setelah mendapatkan perawatan PRP, pasien baru diperbolehkan mencuci rambut delapan jam setelahnya dengan menghindari menggunakan air panas,” ujar Endi.

Hasil perawatan PRP diklaim Endi dapat terlihat sejak dua minggu hingga satu bulan perawatan. Namun, untuk mendapatkan hasil yang maksimal, PRP dapat dilakukan berkala dua hingga empat minggu sekali.

Related