Force Majeure: Pengertian, Jenis dan Contohnya

marketeers article
Force Majeure: Pengertian, Jenis dan Contohnya (FOTO:123RF)

Force majeure adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan situasi di mana seseorang atau sebuah perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya karena keadaan yang di luar kendali mereka. Keadaan ini dapat meliputi bencana alam, perang, kerusuhan, pandemi, atau keadaan lain yang tidak dapat dihindari atau diantisipasi.

Dalam kontrak bisnis, force majeure biasanya diatur dalam bagian yang menjelaskan apa yang terjadi jika salah satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya karena keadaan force majeure. Ini dapat mencakup pembebasan dari sanksi atau denda, penundaan jangka waktu, atau pembatalan kontrak.

Force majeure sering digunakan sebagai alasan untuk tidak memenuhi kontrak. Namun, harus diingat bahwa tidak semua keadaan yang dianggap force majeure akan membebaskan seseorang atau perusahaan dari kewajibannya. 

Keadaan force majeure harus sesuai dengan definisi yang diberikan dalam kontrak dan harus diakui sebagai keadaan yang membuat seseorang atau perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya.

BACA JUGA: Finansial: Pengertian, Tujuan dan Jenis-jenisnya

Dalam buku “Force Majeure in Law” yang ditulis oleh Rini Apriyani, Putu Angga Pratama Sukma, Ketut Adi Wirawan, Firman Firdausi, dan Vica Jillyan Edsti Saija, force majeure didefinisikan sebagai situasi karena keadaan alam, yaitu keadaan memaksa yang disebabkan oleh suatu peristiwa alam yang tidak dapat diduga dan dihindari oleh setiap orang karena bersifat ilmiah tanpa unsur kesengajaan, misalnya banjir, longsor, gempa bumi, badai, gunung meletus, dan sebagainya.

Jenis dan contoh force majeure

Ada beberapa jenis keadaan yang dapat dianggap sebagai force majeure dalam kontrak bisnis, di antaranya:

1. Bencana alam: seperti gempa bumi, tsunami, banjir, kekeringan, dan badai.

2. Perang dan kerusuhan: perang, pemberontakan, atau kerusuhan yang menyebabkan kesulitan dalam memenuhi kontrak.

3. Pandemi: seperti pandemi COVID-19 yang saat ini sedang berlangsung, yang dapat menyebabkan kesulitan dalam memenuhi kontrak.

4. Kegagalan teknis: seperti kegagalan listrik, internet, atau sistem lain yang menyebabkan kesulitan dalam memenuhi kontrak.

5. Kegagalan transportasi: seperti kegagalan transportasi yang menyebabkan kesulitan dalam memenuhi kontrak.

6. Kegagalan pasokan: seperti kegagalan pasokan bahan baku atau barang yang menyebabkan kesulitan dalam memenuhi kontrak.

7. Kegagalan hukum: seperti peraturan atau undang-undang baru yang menyebabkan kesulitan dalam memenuhi kontrak.

8. Kegagalan pemerintah: seperti kegagalan pemerintah untuk menyediakan izin atau lisensi yang diperlukan untuk memenuhi kontrak.

Ini hanyalah beberapa contoh keadaan yang dapat dianggap sebagai force majeure, dan daftar ini mungkin berbeda tergantung pada kontrak dan peraturan yang berlaku. Namun, secara umum, force majeure harus diakui sebagai keadaan yang di luar kendali dan yang membuat seseorang atau perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya.

BACA JUGA: Ilmu Ekonomi: Arti, Tujuan hingga Fungsinya

Force majeure juga dapat memiliki implikasi pada hukum perpajakan dan hukum perdagangan. Dalam hal ini, konsekuensi yang ditimbulkan akan tergantung pada peraturan dan undang-undang yang berlaku.

Secara umum, force majeure dapat digunakan sebagai alasan untuk tidak memenuhi kontrak dalam situasi di luar kendali, namun harus sesuai dengan definisi yang diberikan dalam kontrak dan diakui sebagai keadaan yang membuat seseorang atau perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya. Implikasi force majeure juga tergantung pada peraturan dan undang-undang yang berlaku.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related