Hermawan Kartajaya Ungkap Lima Perubahan Dunia pada Q1 2023

marketeers article
S3 Marketing Menurut Hermawan Kartajaya: Percuma (FOTO: Marketeers/Bernad)

Begawan pemasaran Hermawan Kartajaya menjelaskan kondisi dunia yang berada dalam ketidakpastian, membawa lima perubahan sekaligus tantangan baru. Lima perubahan tersebut berasal dari teknologi, sosio-kultural, industri, politik dan hukum, serta ekonomi dan bisnis.

Lima elemen tersebut merupakan pisau analisis 4C Diamond. Dalam elemen teknologi, kehadiran ChatGPT atau generative AI menjadi solusi, sekaligus menimbulkan tantangan baru. Tak sedikit yang khawatir pekerjaannya digantikan karena munculnya kecerdasan buatan ini.

“Justru akan muncul pekerjaan baru lagi. Karena teknologi harus dipakai. Ini merangsang kita berpikir lebih dalam, lebih kritis lagi. Jangan takut,” ujar pakar pemasaran tersebut dalam acara HK Webinar Series: POST23: (Re) Positioning Clearly: Post-Time di Philip Kotler Theater, Jakarta, Kamis (30/3/2023).

BACA JUGA: S3 Marketing Menurut Hermawan Kartajaya: Percuma Jika…

Selain itu, perang dagang teknologi antara Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok yang semakin intens memiliki dampak terhadap Indonesia. Sebagai respons, Indonesia mengambil posisi netral dengan tidak memihak di sisi mana pun dan waspada dengan ketidakpastian politik di Asia Tenggara akibat munculnya pemilihan umum Indonesia dan Thailand.

Hal ini perlu ditinjau oleh para diplomat untuk memanfaatkan konsep creativity, innovation, entrepreneurship, dan leadership (CI-EL) di masa ketidakpastian politik agar Indonesia dapat bertahan. 

“Pemanfaatan konsep CI-EL perlu diintegrasikan oleh suatu perusahaan jika ingin bertahan selama masa ketidakpastian politik. Namun, konsep CI-EL juga perlu dimanfaatkan oleh perusahaan kecil agar tidak kalah dengan perusahaan besar lainnya yang dapat menjadi ancaman terhadap keberlanjutan bisnisnya,” ujar HK.

BACA JUGA:Hermawan Kartajaya: 90% Startup Hancur karena Terlalu Berani

Memasuki masa Ramadan, HK menyinggung berbagai produk mulai mencoba merelevansikan mereknya dengan bulan suci. Aksi seasonal marketing dadakan ini dianggap cocok, terlebih karena segmen masyarakat Indonesia mayoritas adalah masyarakat yang religius. Sayangnya, seasonal marketing memiliki kekurangan.

“Ini (seasonal marketing) bisa dipakai sebagai peluang karena kita sangat religius. Repotnya kalau bukan bulan Ramadan, produknya tidak laku. Dan semua brand yang tidak berkaitan dengan Ramadan mencoba mengaitkan diri dengan Ramadan. Anda musti tahu bagaimana menempatkan diri,” ucapnya.

Kemudian, pulihnya perekonomian pascapandemi mendorong meningkatnya kepercayaan konsumen untuk kembali berbelanja. Kepercayaan konsumen tumbuh fluktuatif selama pandemi hingga kini. Namun, tren menunjukkan kepercayaan konsumen untuk mulai lagi berbelanja tumbuh positif.

Selain itu, Indonesia menjadi episentrum, atau pusat pertumbuhan ekonomi, terutama di ASEAN. Jumlah penduduk yang besar tak dimungkiri menjadi daya tarik pasar asing untuk masuk ke pasar Indonesia.

Hermawan juga menjelaskan pentingnya memiliki strategi pascapandemi COVID-19 yang berlandaskan model OMNI-House untuk memosisikan suatu perusahaan secara jelas,

“Karena zaman sudah berubah, ini saat yang tepat bagi perusahaan untuk melakukan repositioning. Memasuki era pasca normal, model ini perlu diintegrasikan agar suatu perusahaan dapat memenangkan persaingan,” tuturnya.

Faktor strengthening, re-positioning, existing positioning, dan leveraging yang tercantum dalam strategi memenangkan persaingan bisnis pasca pandemi COVID-19 dianggap krusial untuk dapat bersaing dengan kompetitor. Berangkat dari empat faktor tersebut, terdapat tiga tahap implementasi strategi pasca pandemi COVID-19 yang dianjurkan oleh HK untuk ditilik kembali oleh perusahaan untuk memenangkan persaingan bisnis.

Tiga tahap tersebut terdiri atas The New Perceptual Compass for 2030, Defining your New Positioning Statement, dan Sustaining with Entrepreneurial Marketing. Dengan memanfaatkan tiga tahap tersebut, repositioning suatu brand perlu diarahkan melalui perceptual compass yang baru untuk mengembangkan bisnis.

Munculnya isu sustainability dan digitalisasi juga mengakibatkan sumbu repositioning untuk diarahkan terhadap Sustainable Development Goals (SDG) yang dicetuskan oleh United Nations. Kini, beberapa perusahaan sudah mulai mengadopsi salah satu SDG untuk repositioning brand yang mereka kembangkan.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related