ICDX Ungkap Komoditas Energi Akan Rajai Kuartal I-2023

marketeers article
Ilustrasi Komoditas Energi. | Foto: 123RF

Banyak peristiwa ekonomi dan politik global yang terjadi pada pembukaan tahun 2023, mulai dari pelonggaran pembatasan COVID-19, konflik Ukraina yang masih menjadi isu dunia, serta respons kebijakan berbagai negara terkait inflasi dan tingkat suku bunga. Hal ini memengaruhi tren sejumlah harga komoditas. 

ICDX atau Indonesia Commodity & Derivatives Exchange yang juga dikenal sebagai bursa komoditi dan derivatif berbasis di Tanah Air pun membagikan prediksi tren komoditas pada kuartal I-2023.

BACA JUGA: Pengamat Energi: Konsumen Price Elasticity Tak Bisa Didorong Hanya dengan Imbauan

Untuk komoditas energi, pelonggaran pembatasan COVID-19 di Cina menyebabkan peningkatan permintaan pemenuhan energi. Pasalnya, aktivitas perjalanan tumbuh secara drastis.

“Fokus pasar pada kuartal I-2023 untuk komoditas energi adalah embargo produk turunan minyak Rusia pada 5 Februari mendatang. OPEC menargetkan harga minyak tahun ini stabil di kisaran US$ 80-90 per barel,” ungkap Girta Yoga, Research & Development ICDX dalam laporannya.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa Amerika Serikat masih mengalami krisis stok Cadangan Strategis Negara. Selain itu, rencana penerapan batas harga untuk gas Rusia akan ditetapkan pada 15 Februari mendatang, Cina juga melonggarkan izin impor batu bara Australia.

Sedangkan untuk Crude Palm Oil (CPO), ICDX melihat pembukaan wilayah Cina, mandat pemerintah Indonesia mengenai Biodiesel (B35), bulan suci Ramadan, serta pengurangan impor minyak sawit oleh Eropa akan menjadi topik utama yang memengaruhi pergerakan harga pada kuartal I-2023.

BACA JUGA: Inisiatif Telkom Hadirkan Data Center Energi Biru dan Ramah Lingkungan

Kondisi global seperti isu resesi dan ekonomi Amerika Serikat juga turut memengaruhi komoditas khususnya mata uang Rupiah. Dari faktor internal, yang menjadi penggerak adalah data makro ekonomi Indonesia yang mencatatkan bahwa pada kuartal-III 2022 kemarin ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,72%.

Selain itu, neraca perdagangan juga turut menunjukkan kinerja positif dengan pertumbuhan US$5,16 miliar serta suku bunga BI yang tumbuh sebesar 5,75%. Di sisi lain, isu resesi menjadi pendorong naiknya harga emas selain inflasi global.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related