Jelang Rilis Inflasi AS, Rupiah Menguat di Level Rp 15.520

marketeers article
Ilustrasi nilai tukar rupiah. (Sumber gambar: 123RF)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat 5 poin pada perdagangan Selasa (9/1/2024) di level Rp 15.520. Penguatan ini disebabkan adanya keyakinan peningkatan inflasi yang terjaga di AS pada Desember 2023 yang mana datanya akan dirilis pada Kamis pekan ini.

Dengan terkendalinya inflasi membuat Federal Reserve (The Fed) memiliki waktu yang cukup lama untuk mempertahankan suku bunga lebih tinggi. Dengan demikian, penurunan ekspektasi penurunan suku bunga lebih awal, yang gilirannya membuat emas kehilangan beberapa keuntungan yang diperoleh pada bulan Desember. Logam kuning masih mengakhiri tahun 2023 dengan kenaikan 10%.

BACA JUGA: Dampak Stabilisasi Rupiah dan Bayar Utang, Cadangan Devisa RI Turun

Ibrahim Assuaibi, pengamat pasar uang sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka memperkirakan kondisi nilai tukar rupiah masih bergerak fluktuatif. Kendati demikian, untuk perdagangan besok rupiah akan terus menguat di rentang Rp 15.490- Rp 15.550.

“Presiden The Fed Atlanta Ralph Bostic mengatakan, dengan inflasi yang masih jauh di atas target tahunan The Fed sebesar 2%, ia tetap bias terhadap kebijakan yang tetap ketat dalam jangka pendek,” kata Ibrahim melalui keterangannya, Selasa (9/1/2024).

BACA JUGA: Pemakaian Rupiah dalam Transaksi dengan Negara Mitra Terus Didorong

Meskipun Bostic masih memperkirakan suku bunga akan turun pada tahun 2024, ia hanya memperkirakan penurunan sebesar 50 basis poin atau jauh lebih kecil dari ekspektasi pasar. Para trader juga terlihat terus mengurangi spekulasi The Fed yang mulai menurunkan suku bunganya paling cepat pada bulan Maret 2024.

Alat CME Fedwatch sekarang menunjukkan para trader memperkirakan peluang 59,4% untuk pemotongan suku bunga pada bulan Maret. Persentase itu turun dari 64% yang terlihat pada hari Senin dan 70,7% yang terlihat pekan lalu.

Selain data AS, fokus pekan ini juga tertuju pada angka inflasi dan perdagangan Cina untuk bulan Desember 2023, yang akan dirilis pada hari Jumat. Negara importir komoditas terbesar di dunia ini diperkirakan masih mengalami deflasi pada Desember, sementara aktivitas perdagangan, terutama ekspor juga menurun.

Penguatan rupiah juga dipengaruhi oleh faktor internal di dalam negeri. Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada 2023 mencapai US$ 146,4 miliar, melonjak US$ 8,3 miliar dibandingkan dengan posisi pada akhir November 2023 sebesar US$ 138,1 miliar.

Peningkatan cadangan devisa tersebut sejalan dengan sentimen pasar terkait prospek penurunan suku bunga dari bank sentral global terutama The Fed yang berdampak terhadap penguatan rupiah sebesar 0,73% secara bulanan (month-to-month/mtm) atau 1,10% hingga saat ini (year-to-date/ytd) menjadi Rp 15.396 per US$.

Setelah siklus kenaikan suku bunga yang agresif sejak awal tahun 2022, pelaku pasar memproyeksikan The Fed akan mulai menurunkan suku bunga pada kuartal pertama 2024, sejalan dengan penurunan inflasi secara bertahap dan indikasi soft landing di AS.

Di sisi lain, ekonomi AS tumbuh secara tahunan sebesar 4,9% pada kuartal III tahun 2023, lebih rendah dari 5,2% pada perkiraan kedua. Oleh karena itu, sentimen tersebut telah memberikan dampak positif bagi pasar keuangan domestik.

Sebagai informasi, selama Desember 2023, net inflow asing di pasar saham dan obligasi masing-masing tercatat sebesar Rp 7,7 triliun dan Rp 8,2 triliun. Imbal hasil sepuluh tahun pemerintah Indonesia juga turun sebesar 19,0 basis poin month to date (mtd) menjadi 6,52%.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related