Kelapa Sawit dan Gula Jadi Komoditas Potensial untuk Berkembang

marketeers article

Pandemi sudah seharusnya tidak hanya dilihat sebagai tantangan tetapi juga peluang untuk tumbuh. Salah satu industri yang harus bisa memanfaatkan momentum adalah industri pangan. Situasi saat ini bisa menjadi dorongan untuk memperbaiki performa produk.

“Jika tidak ada perkembangan ke depannya para pelaku usaha di industri ini bisa menghadapi kesulitan,” tegas Direktur Utama Holdong Perkebunan Nusantara (PTPN III) Mohammad Abdul Ghani pada acara Government Roundtable, Senin (19/10).

Abdul mengungkapkan bahwa PTPN III saat ini fokus pada dua komoditas yang berkaitan dengan pangan dan energi yaitu, gula dan kelapa sawit. Kedua komoditas ini merupakan produk yang potensial untuk terus tumbuh.

Hal tersebut terlihat dari sejarah Indonesia yang pernah menjadi negara eksportir gula nomor dua di dunia. Namun, sekarang sudah berubah menjadi salah satu importir terbesar. Ini menunjukkan sebenarnya Indonesia memiliki potensi yang masih bisa digali lagi.

Di satu sisi, Indonesia juga memiliki potensi di kelapa sawit. Abdul mengatakan sebaiknya pemerintah mengurangi ketergantungan bahan bakar dari luar. Bio energi yang hadir dari kelapa sawit bisa menjadi alternatif ke depannya.

“Dua komoditas ini memiliki tantangan dan peluang di Indonesia. Untuk gula sendiri, peluang hadir karena kebutuhan domestik saat ini cukup tinggi. Hal tersebut terlihat dari pemenuhan yang bergantung pada impor. Di sini, petani lokal seharusnya bisa dikembangkan sehingga bisa meningkatkan hasil produksi mereka,” tutur Abdul.

Sedangkan untuk kelapa sawit, Abdul melihat masih adanya peluang lewat perluasan lahan serta permintaan yang besar dan terus berkembang. Hal ini mendapatkan tantangan dari besarnya gap produktivitas dan isu lingkungan yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi para pelaku di industri ini.

Melihat peluang dan tantangan yang ada, PTPN sebagai salah satu pemain berharap adanya dukungan pemerintah. Mulai dari dukungan lewat regulasi mengenai perluasan lahan, ketentuan menjaga kelestarian lingkungan, penetapan harga komoditas, kebijakan kuota impor, peraturan kemitraan, hingga kemandirian energi agar bisa menjadi lebih fleksibel.

Editor: Ramadhan Triwijanarko

Related