Menilik Evolusi Era Marketing 1.0 hingga 5.0

marketeers article
Iwan Setiawan saat memaparkan evolusi Marketing 1.0 hingga Marketing 5.0

Evolusi di dunia marketing terus terjadi, dari lanskap pemasaran tradisional Marketing 1.0 hingga kini menuju Marketing 5.0. Masing-masing era menggambarkan tren perubahan yang terjadi dan bagaimana para pemasar perlu beradaptasi.

Menilik evolusi yang terjadi di dunia marketing, semula dikenal istilah Marketing 1.0. Pada era tersebut, perusahaan fokus untuk menciptakan produk-produk terbaik sehingga perusahaan bekerja dengan cara product-driven. Era ini terjadi ketika perekonomian di Amerika Serikat (AS) pada masa itu tengah berada pada kondisi yang sangat baik.

Namun, lanskap dunia pemasaran berubah ketika AS mulai mengalami sejumlah kendala pada perekonomian mereka. Saat itu, muncul istilah Marketing 2.0 yang menitikberatkan pada customer-oriented.

“Mulai muncul segmentasi di era Marketing 2.0 karena setiap customer memiliki needs yang berbeda-beda. Perusahaan pun mulai menciptakan berbagai jenis produk dengan harga yang lebih affordable sesuai dengan sasaran customer yang dituju,” ungkap Iwan Setiawan, CEO of MarkPlus, Inc., dalam gelaran virtual Marketing 5.0 Technology for Humanity Webinar Series di Jakarta, Rabu (14/10/2020).

Di era Marketing 3.0, para pemasar dituntut untuk menangkap hidden needs dari customer. Tidak hanya itu, perusahaan juga harus memperhatikan dampak yang diberikan oleh bisnis terhadap lingkungan sekitar dan komunitas sosial.

BACA JUGA: Apa itu Marketing? Kenali Evolusi Marketing 1.0 hingga Marketing 5.0

Marketing 1.0 hingga 3.0 merupakan era bagi pemasaran tradisional. Kehadiran dunia digital kemudian mengubah lanskap tersebut dan memunculkan kehadiran era baru, yakni Marketing 4.0.

Source: Source: Philip Kotler, Hermawan Kartajaya, Iwan Setiawan, Marketing 5.0: Technology for Humanity, 2021

Marketing dalam era 4.0 berbicara mengenai pemasaran dalam konteks dunia digital (online dan offline). Pada era ini dikenal pula New Customer Experience (CX) yang terjadi pada setiap tahapan customer journey.

Menurut Iwan, customer journey terdiri dari lima tahapan yang disebut dengan 5A (Aware, Appeal, Ask, Act, dan Advocate).

Tahap Aware berbicara mengenai bagaimana customer mengenal suatu produk atau brand, diikuti dengan tahap Appeal ketika customer mulai tertarik dengan produk atau brand tersebut.

Di tahap selanjutnya, customer akan berusaha untuk mencari tahu lebih dalam mengenai produk atau brand terkait (Ask). Jika informasi yang diperoleh berhasil meyakinkan customer, maka ada kemungkinan customer akan melakukan pembelian (Act). Belum berhenti sampai di situ, jika customer merasa puas terhadap produk atau jasa yang dibeli, maka ia akan merekomendasikan produk atau layanan tersebut kepada orang lain (Advocate).

“Pada era Marketing 4.0, jejak customer berpindah-pindah dari online ke offline atau sebaliknya. Kami menyebut perilaku ini dengan omni experience. Namun, era ini belum berbicara mengenai Artificial Intelligence (AI), robotik, dan lain-lain,” terang Iwan.

Era Marketing 4.0 sebatas berbicara mengenai basic dari dunia digital, berbeda dengan Marketing 5.0 yang berbicara mengenai teknologi yang jauh lebih advance.

Pergerakan ke arah Marketing 5.0 didorong oleh lima tren besar. Dimulai dari jumlah generasi digital-savvy yang begitu besar, adopsi phygital lifestyle, dilema digitalisasi (dampak positif dan negatif), perkembangan teknologi yang kian matang, hingga simbiosis antara manusia dengan teknologi yang tidak bisa lagi terpisahkan.

Marketing 5.0 = Next Tech x New CX

Marketing 5.0 berbicara mengenai Next Tech dan New CX. Pada era ini, optimalisasi bisnis dapat tercapai jika perusahaan mampu memanfaatkan teknologi untuk kepentingan kemanusiaan (humanity).

Photo Credits: 123rf

Kombinasi antara kekuatan teknologi dan manusia harus ditopang bersama. Hal ini disebut dengan istilah Next Tech atau bionics.

BACA JUGA: Marketing 5.0: Bagaimana Teknologi Mengubah Lanskap Pemasaran?

“Artinya, teknologi yang maju selalu mencoba meniru manusia karena manusia adalah makhluk yang paling misterius. Manusia memiliki pemikiran, kreativitas, leadership, dan lain-lain yang tidak mudah untuk direplikasi ke dalam bentuk teknologi,” papar Iwan.

AI misalnya, mencoba meniru bagaimana otak manusia bekerja. Kemampuan manusia dalam berkomunikasi yang tak jarang kerap tidak terstruktur juga telah dicoba untuk direplikasi dengan teknologi Natural Language Processing (NLP).

Tidak berhenti sampai di situ, kemampuan sensing manusia telah mendorong kehadiran sensor tech, kemampuan moving melahirkan robotik, kemampuan berimajinasi menghasilkan mixed reality, hingga cara manusia dalam berkoneksi direplikasi ke dalam bentuk Internet of Things (IoT) dan Blockchain.

Sedangkan, New CX berbicara mengenai jejak customer di setiap tahapan 5A yang bisa berpindah-pindah, entah dari kanal online ke offline atau sebaliknya.

“Dengan menggabungkan Next Tech dan New CX, maka customer experience akan semakin efisien, meaningful, dan bisnis Anda dapat meningkatkan value lebih bagi para customer,” tutup Iwan.

Related