Menjaga Polah Tingkah Merek di Era Pengawasan Digital

marketeers article
CCTV. Sumber ilustrasi: www.123rf.com

Kemarin muncul berita viral terkait video tentang seorang perempuan pengendara mobil Mercy yang kedapatan membawa cokelat dari toko Alfamart tanpa bayar. Video tersebut diunggah oleh karyawan Alfamart. Gara-gara video tersebut, perempuan itu mendatangi karyawan Alfamart bersama seorang pengacara dan mengancam dengan UU ITE. Karyawan Alfamart itu dipaksa minta maaf.

Peristiwa itu menimbulkan kegeraman di kalangan netizen. Mereka ramai-ramai membela karyawan Alfamart yang telah melakukan tugasnya dengan baik. Manajemen Alfamart pun turun tangan. Manajemen memberikan perlindungan kerja penuh pada karyawannya. Pihak Alfamart juga menyayangkan tindakan intimidatif pada karyawannya tersebut. Tak tanggung-tanggung, pengacara kondang Hotman Paris melaporkan balik perempuan tadi ke polisi. Akhirnya, perempuan tadi mengakui perbuatannya dan minta maaf. Sikap manajemen pantas diacungi jempol.

Tak berhenti di situ, netizen yang marah ramai-ramai memberi ulasan jelek dan memberi bintang satu pada merek toko ponsel milik perempuan pencuri cokelat tadi. Peristiwa tadi mengingatkan kita semua tentang hukum tak tertulis di era digital saat ini: jaga kelakuan bila tak ingin keburukan kita viral karena ada mesin pengawas yang senantiasa menyorot setiap polah tingkah kita dan menyiarkannya seketika.

Digital Surveillance

Peristiwa viral paling baru tersebut menjadi lonceng pengingat bahwa manusia saat ini hidup di era yang serba transparan. Tentunya ini juga menjadi pengingat bagi merek bahwa segala pola tingkahnya senantiasa diawasi oleh jutaan mata dan dengan gampang diviralkan. Dunia ini serba diawasi atau dimata-matai. Ada banyak kamera di mana-mana, dari kamera ponsel hingga CCTV yang terpasang di setiap sudut.

Tren tersebut disebut dengan digital surveillance atau pengawasan digital. Di tingkat masyarakat konsumen, pengawasan ini dilakukan melalui perangkat pintar dan jejaring sosial mereka. Sementara, di tingkat maju, pengawasan digital ini diselenggarakan secara sangat canggih oleh negara untuk memata-matai dan mengontrol warga atau perusahaan teknologi untuk menjaring profil konsumen melalui big data dan sistem algoritma. Di sini, muncul permasalahan paradoksal antara privasi dan pengawasan digital.

Di era pengawasan digital tersebut, jejak digital menjadi penting. Segala aktivitas dan polah tingkah, baik yang baik maupun yang buruk, akan terekam di sana. Oleh karena itu, bisa dipahami dalam kasus kejahatan seperti tragedi polisi tembak polisi yang ramai belakangan ini, pelaku kejahatan ingin menghilangkan jejak digital dengan menyita ponsel hingga merusak CCTV.

Menjaga Karakter Merek

Di era pengawasan digital ini, menjaga polah tingkah yang baik wajib dilakukan oleh setiap merek. Konsumen saat ini bukan sekadar pembeli atau pengguna produk maupun jasa, tetapi juga sebagai pengawas. Mereka bisa dengan gampang melaporkan perilaku buruk merek kepada konsumennya. Konsumen saat ini memiliki kekuatan menawar (bargaining power) yang sangat besar. Mereka bukan lagi anak kemarin sore yang gampang dibohongi.

Karakter merek ini harus dijaga oleh setiap personel yang bernaung di bawah merek tersebut. Dalam kasus Alfamart tadi misalnya, perempuan yang diduga mencuri cokelat harus menanggung akibat dari perilakunya. Selain personal brand-nya jatuh, merek toko ponsel miliknya juga hancur diserang netizen.

Relasi Egaliter

Mentalitas dan cara pandang merek yang top down sudah tak relevan lagi di era yang oleh Thomas L. Friedman disebut sebagai dunia yang menjadi datar. Era horizontal ini ditandai dengan tiga ciri, yakni mobile connect, experiential connect, dan social connect. Ketiga ciri tersebut menjadi kultur baru dalam masyarakat digital yang berdampak pada pencitraan merek.

Di era ini, merek harus siap ditelanjangi. Merek tidak bisa mengenakan topeng-topeng lagi untuk mengelabuhi konsumennya mengingat relasi merek dan konsumen saat ini mengusung relasi egaliter. Oleh karena itu, agar merek dicintai dan dibela oleh pelanggannya sendiri, merek harus mampu menunjukkan karakternya kepada konsumen. Brand is character, demikian kata pakar pemasaran Hermawan Kartajaya.

Enam Karakter Merek

Lalu, karakter seperti apa yang harus merek jaga di era digital saat ini? Pertama, trustworthiness. Karakter ini mewakili integritas dan kejujuran merek. Dalam kondisi apa pun, merek harus konsisten dengan sikapnya sehingga bisa dipercaya oleh konsumennya.

Kedua, respect. Merek harus mampu menunjukkan sikap hormat, toleran, dan mengatasai kesalahpahaman dengan baik. Bahkan, kepada pesaing pun, merek harus bisa menunjukkan sikap hormatnya. Sesuai salah satu kredo Marketinhg 3.0 yang berbunyi: cintai pelanggan dan hormati pesaing. Dua hal ini tidak bisa dilepaskan satu sama lain.

Ketiga, responsibility. Ini mencerminkan sikap tanggung jawab merek dan perusahaan, entah kepada pelanggan maupun lingkungannya. Artinya, perusahaan melakukan bisnis secara bertanggung jawab tanpa merusak lingkungan maupun mencederai kehidupan sosial.

Keempat, fairness. Ini merujuk pada keadilan. Artinya, merek menjalankan bisnis secara adil, sesuai aturan dan rambu-rambunya. Tak hanya itu, merek juga mau berbagi, terbuka, dan tak mudah menyalahkan pihak lain dengan dasar yang tidak kuat.

Kelima, caring. Ini mengacu pada sikap baik dan peduli merek pada pelanggan dan pihak lain. Merek juga dengan tulus mengekspresikan rasa terima kasih, mau memaafkan, berbesar hari, dan ringan tangan dalam membantu mereka yang membutuhkan. Artinya, merek berbisnis dengan menutup mata pada kondisi sekitar.

Keenam, citizenship. Merek perlu menunjukkan diri sebagai warga negara yang baik, yang taat aturan, taat pajak, dan mau berkontribusi bagi kepentingan nasional.

Enam karakter tersebut bisa dibangun oleh merek di era digital saat ini. Hanya dengan menjalankan sedikitnya enam karakter tadi, merek akan tetap eksis dan mendapatkan apresiasi positif di belantara digital yang hiruk pikuk dan penuh silang sengkarut ini. Ingat membangun karakter ini tidak sama dengan pencitraan kosong.

Related