Meski Pandemi, Phapros Tak Hanya Bertahan Tetapi Terus Bertumbuh

marketeers article
PT Phapros | Sumber: PT Phapros Tbk.

Pandemi COVID-19 jelas berdampak besar bagi ekosistem bisnis dan pertumbuhan ekonomi. Merosotnya kinerja berbagai sektor menjadi penanda besarnya pengaruh makro ekonomi bagi keberlanjutan setiap industri. Begitu juga dengan kinerja industri farmasi yang cenderung mengalami pertumbuhan, salah satunya PT Phapros Tbk. 

Meski demikian, hantaman pandemi tahun 2020 memang berpengaruh signifikan terhadap penurunan PDB (Produk Domestik Bruto), namun pascapandemi, angka ini meningkat dan berada di angka positif. 

Bahkan International Monetary Fund (IMF) memprediksi bahwa PDB Indonesia akan tembus 5% pada tahun 2023.

Menurut Salvian Fernando, Investment Analyst dari BNI Life Insurance, menyebutkan bahwa Indonesia masih konsisten dengan tingkat inflasi sebesar 3,08% per Juli.

Data dari Bloomberg pun menunjukkan bahwa probabilitas Indonesia untuk mengalami resesi hanya 2%, nilai ini jauh lebih rendah dibanding negara-negara lainnya. Prediksi inilah yang menjadi sebuah potensi yang dilirik oleh para pelaku industri.

“Inflasi kita terkendali sesuai target pemerintah antara 2%-4%. Dari sisi industri kesehatan, belanja anggaran pemerintah melalui program JKN KIS mengalami peningkatan secara jumlah peserta. Prosentasenya sudah mencapai 90%, yang artinya mayoritas penduduk Indonesia sudah punya Kartu Indonesia Sehat,” tutur Salvian dalam laporannya.

Menurut Savian yang juga merupakan fasilitator pada CSA Institute mengemukakan bahwa pemerintah mengalokasikan Rp 205 triliun untuk sektor kesehatan terutama dalam memfasilitasi program-program kesehatan untuk masyarakat. 

BACA JUGA: Phapros Rilis Pro TB 2 Daily Dose untuk Pasien TBC

“APBN kita menjadikan kesehatan sebagai pos prioritas untuk ditingkatkan. Ke depannya, pemerintah akan lebih serius meningkatkan infrastruktur kesehatan,” ucapnya.

Selain dari sisi pemerintah, perilaku masyarakat setelah pandemi melanda juga mengalami pergeseran. Hal ini terlihat dengan bagaimana masyarakat dalam mengakses fasilitas dan produk kesehatan yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan sektor farmasi. 

Berdasarkan data yang dirilis Ciptadana Sekuritas, kesadaran masyarakat untuk mencegah penyakit mengalami peningkatan pasca-tahun 2020. Hal ini berkaitan dengan meningkatnya pengeluaran untuk tindakan preventif.

Preventive spending ini isinya berkaitan dengan vitamin, fitness, treatment kesehatan dan lainnya. Apalagi, prosentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan cukup tinggi pada tahun 2022, mencapai 29.94%. Ini merupakan katalis bagi perusahaan farmasi seperti Phapros,” imbuhnya.

Dilihat dari sisi fundamental pendapatan, Salvian menyebutkan bahwa saham Phapros (PEHA) cenderung stabil dari tahun 2015. Meski sempat terdampak wabah COVID-19, namun terjadi perbaikan pascapandemi. 

“Pertumbuhan pendapatan (revenue growth) 2022 sampai ke angka 11%, cukup baik dibandingkan kompetitor. Dari sisi gross profit juga cukup bagus, mencapai angka 12 persen,” ungkapnya.

Salvian juga mengapresiasi  pertumbuhan yang signifikan dari sisi net income PEHA. “Dan juga secara konsisten membagi dividennya, yang paling rendah 40% dan paling tinggi 70%. Ini adalah nilai plus bagi Phapros,” timpalnya.

Tak hanya itu, Phapros juga selalu berkomitmen untuk menjalani mandat pemerintah dengan memprioritaskan pemasok lokal dibanding dari luar. 

“Ada 532 pemasok lokal, sementara yang internasional hanya 18. Dan dari sisi market share, terjadi peningkatan 0.9% melebihi kompetitor-kompetitornya. Sebagai perbandingan juga, nett income growth Phapros mencapai 153,55%, jauh lebih unggul dibanding perusahaan farmasi yang menjadi peers-nya,” ungkap Salvian.

BACA JUGA: Kiprah Phapros selama 69 Tahun di Sektor Farmasi Indonesia

Corporate Secretary PT Phapros Tbk Zahmilia Akbar mengatakan bahwa pandemi mendorong manajemen untuk mengadopsi hal-hal baru seperti digitalisasi operasional.

“Ketika terjadi lockdown di beberapa negara seperti India, Cina dan Eropa, tentu berpengaruh terhadap produksi kami khususnya dalam pengadaan bahan baku. Kesulitan mengimpor bahan baku berakibat terganggunya rantai pasokan dari hulu ke hilir, termasuk juga ketidakstabilan mata uang kita terhadap US dollar,” ungkapnya.

Produk Phapros juga mendapatkan respons yang beragam karena terpengaruh oleh pergeseran perilaku konsumen sekaligus kondisi masyarakat. Sebagai contoh produk suplemen saat travelling dan multivitamin.

“Produk andalan kami saat pandemi kemarin juga mengalami penurunan, seperti Antimo yang memang merupakan produk untuk kenyamanan perjalanan. Dengan adanya PPKM, tentu berpengaruh terhadap industri pariwisata sehingga dari sisi pendapatan, Antimo menurun,” sebut Zahmilia.

Berbeda dengan Antimo, Zahmilia menyebutkan bahwa produk multivitamin seperti Becefort justru mengalami peningkatan secara signifikan karena meningkatnya permintaan terhadap produk pencegahan COVID-19.

Pandemi pun memengaruhi berbagai strategi yang diterapkan sebagai pendekatan untuk dapat terus adaptif dengan berbagai perubahan, salah satunya adalah penerapan teknologi untuk mempermudah 

“Pertumbuhannya di atas 200%. Jika sebelumnya pemasaran dilakukan secara manual, kami pun melakukan transformasi dengan menggunakan teknologi digital dengan mengembangkan aplikasi-aplikasi sendiri. Fokus kami adalah produk yang memiliki kinerja terbaik dari sisi net profit,” ungkapnya.

Zamilia menyebutkan bahwa strategi yang dilakukan Phapros selama pandemi telah mampu membuat Phapros bertahan sekaligus bertumbuh menjadi lebih baik di masa mendatang.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

BACA JUGA:  Gelar RUPS, Phapros Bagikan Dividen 40% Senilai Rp 11,2 Miliar

Related