Modal Akuisisi, Jalan Berliku TikTok di Social Commerce

marketeers article

TikTok, platform media sosial sekaligus social commerce asal Cina memperoleh perhatian besar pada bulan September 2023. Pedagang Tanah Abang dan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UKM) ramai-ramai mengeluhkan penurunan omzet akibat kehadiran layanan TikTok Shop di aplkasi TikTok.

Tak membutuhkan waktu lama, atau tepatnya pada 27 September 2023, seruan para pelaku UKM itu direspons pemerintah. Lewat Kementerian Perdagangan (Kemendag), Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 terbit.

Beleid tersebut berisi larangan social commerce, seperti TikTok untuk menyediakan layanan transaksi layaknya e-commerce (marketplace). Perusahaan yang menginduk ke ByteDance ini diberikan waktu sepekan setelah aturan terbit untuk menutup layanan TikTok Shop.

BACA JUGA: Bikin Kecanduan, TikTok, Meta hingga Google Kena Gugatan Pengadilan

Ada enam model bisnis dari pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) yang diatur dalam Permendag Nomor 31 Tahun 2023. Model yang dimaksud adalah lokapasar, ritel daring, social commerce, daily deals, pembanding harga, dan iklan baris. Di pasal 21 ayat 3 Permendag Nomor 31 Tahun 2023, dituliskan bahwa social commerce tidak diizinkan menyediakan fasilitas pembayaran di dalam platform. 

“Prioritas utama kami adalah untuk menghormati dan mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, kami tidak akan lagi memfasilitasi transaksi e-commerce di dalam TikTok Shop Indonesia, efektif per tanggal 4 Oktober, pukul 17.00 WIB,” kata TikTok Shop melalui laman daring resminya.

Aturan pemisahan antara medsos TikTok dan TikTok Shop sebagai e-commerce yang disyaratkan pemerintah tidak membuat perusahaan melahirkan badan usaha baru. TikTok melihat pembelian badan usaha yang sudah ada menjadi jalan yang terbaik. 

BACA JUGA: Forbes Ungkap 5 Tren Influencer Marketing Tahun 2024, AI hingga TikTok

Bagaimanapun, kehadiran social commerce, seperti TikTok menjadi magnet tersendiri bagi banyak orang. Hal ini berangkat dari perubahan belanja masyarakat yang ingin adanya interaksi langsung bersama penjual meski berada dalam medium online atau dikenal dengan istilah shoppertainment.

Shoppertainment merupakan tren berbelanja yang disukai masyarakat saat ini, yang mana pembeli berinteraksi dengan penjual yang tengah melakukan live streaming dan dalam waktu bersamaan bisa berbelanja. BSG memprediksi potensi pasar shoppertainment di Asia-Pacific (APAC) mencapai US$ 1,1 triliun pada tahun 2025.

Terlepas layanan TikTok Shop yang sudah hadir kembali, perusahaan yang menginduk ke ByteDance itu tampaknya belum keluar dari masalah. TikTok hingga kini belum memisahkan layanan TikTok Shop ke dalam aplikasi yang berbeda sesuai aturan Permendag Nomor 31 Tahun 2023.

BACA JUGA: Implementasikan Inisiatif Out of Phone, AMG Kolaborasi dengan TikTok

Bagaimana kisah lika-liku TikTok dalam usahanya menjalankan bisnis sebagai social commerce? Baca selengkapnya lewat Exclusive Content di max.marketeers.com dengan berlangganan.

Related