OJK Sebut Kerugian Akibat Perubahan Iklim Mencapai Rp 115 Triliun

marketeers article
Aerial view of high smoke stack with smoke emission. Plant pipes pollute atmosphere. Industrial factory pollution on Industry zone. Climate change, ecology

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan hingga tahun 2024 kerugian yang disebabkan karena adanya perubahan iklim mencapai Rp 115 triliun.  Proyeksi tersebut berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, dengan risiko kerugian yang sangat besar perlu adanya perubahan aktivitas ekonomi yang lebih berkelanjutan. Sehingga dapat menekan emisi gas karbon sekaligus mendukung pemulihan ekonomi yang terpukul pandemi COVID-19.

“Dengan kondisi geografis dan demografis Indonesia, kerugian ekonomi akibat dampak perubahan iklim sangat signifikan, di mana Bappenas memperkirakan kerugian tersebut dapat mencapai Rp 115 Triliun pada tahun 2024,” kata Wimboh dalam acara Green Economy Outlook 2022 secara virtual di Jakarta, Selasa (22/2/2022).

Menurutnya, diperlukan pengembangan sumber pertumbuhan ekonomi baru yang berkelanjutan dan ramah lingkungan untuk mendukung akselerasi pemulihan ekonomi nasional melalui pengembangan ekonomi hijau. Hal itu juga telah dilakukan oleh berbagai negara dengan mendorong agenda penanganan dampak perubahan iklim dari efek emisi gas rumah kaca (greenhouse gas emission).

Sementara itu, di Indonesia sendiri telah mengadopsi beberapa komitmen global untuk mendukung penanganan perubahan iklim yakni Paris Agreement on Climate Change 2015-2030 dan UN Sustainable Development Goals 2015-2030. Melalui perjanjian tersebut, pemerintah telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 41% dengan dukungan internasional dan 29% atas upaya sendiri dalam skema Nationally Determined Contribution pada 2030.

Hal ini sejalan dengan statement Presiden Joko Widodo dalam pertemuan World Leader Summit COP 26 di Glasgow yang meneguhkan komitmen Indonesia mencapai net zero emission. Untuk mencapai komitmen tersebut, selain upaya yang dilakukan secara nasional, tentu membutuhkan dukungan dan kontribusi dari internasional, khususnya negara-negara maju,” ujarnya.

Wimboh melanjutkan, OJK telah menyusun perta jalan (roadmap) Keuangan Berkelanjutan Tahap I pada tahun 2015 hingga 2019, yang bertujuan untuk membangun awareness tentang keuangan berkelanjutan. Pada tahap ini, yang diimplementasikan antara lain penyusunan rencana aksi keuangan berkelanjutan dan penyampaian laporan keberlanjutan oleh lembaga jasa keuangan, emiten dan perusahaan publik.

“Untuk menyempurnakan implementasi roadmap Tahap I tersebut, OJK telah menyusun dan mengimplementasikan Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II 2021-2025, yang bertujuan untuk membentuk ekosistem keuangan berkelanjutan, di antaranya melalui peluncuran Taksonomi Hijau Indonesia,” pungkasnya.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related