Percaya Kecantikan Harus Inklusif, L’Oréal Lakukan Strategi Ini

marketeers article
Sumber: 123RF

Sebagian besar orang mendefinisikan kecantikan perempuan dengan atribut, seperti kulit putih, punya berat badan ideal, memiliki rambut lurus hitam, hidung mancung, dan sebagainya. Inilah mitos dan stigma yang beredar yang kemudian dijadikan oleh merek-merek kecantikan sebagai bahan untuk memasarkan produknya. 

Misalnya, mengklaim produknya dapat memutihkan kulit atau meluruskan rambut. Namun demikian, sekarang ini terjadi redefinisi kecantikan.

Hal ini didukung oleh pernyataan dari Melanie Masriel, Chief Corporate Affairs, Engagement, & Sustainability Officer L’Oréal Indonesia yang melihat di Indonesia, perempuan-perempuan mulai menyadari bahwa tidak ada tipe kecantikan yang fits for all. Mereka sudah menyadari, cantik itu tidak selalu harus memiliki rambut lurus atau berkulit putih saja.

Pergeseran definisi kecantikan ini selaras dengan prinsip dari L’Oréal, yakni create beauty that moves the world. L’Oréal percaya kecantikan itu harus bertanggung jawab dan inklusif sehingga merek ini merangkul semua tipe-tipe kecantikan.

BACA JUGA: L’Oreal Paris Kampanye Lawan Pelecehan Seksual di Ruang Publik

“Hal ini dibuktikan dengan berbagai inovasi produk yang kami tawarkan ke konsumen. Contohnya, kami memiliki produk make up dengan berbagai pilihan warna yang cukup luas. Kami juga menggunakan influencer yang memiliki berbagai tipe warna kulit sehingga cara kami mengomunikasikan produk juga sudah beragam,“ kata Melanie.

Aswaina Seroja, Chief Consumer Officer L’Oréal Indonesia menambahkan  semua perempuan itu berbeda-beda, mulai dari tipe badan hingga skin tone. Menurutnya, perempuan tidak harus selalu mengikuti definisi cantik yang beredar di masyarakat.

“Sekarang, perempuan Indonesia sudah mulai mampu melihat bagaimana caranya agar mereka bisa menjadi versi terbaik dari dirinya. Mereka tidak merisaukan kondisi tubuhnya, namun yang paling penting sehat dan bahagia, itu semua sudah cukup. Saya melihat banyak perempuan, terutama generasi muda, yang sudah mulai menyuarakan hal tersebut,” kata Aswaina.

Adanya pergeseran tersebut, model komunikasi merek kecantikan kepada perempuan juga harus disesuaikan. Mereka tidak bisa lagi memanfaatkan standar kecantikan yang beredar atau memasarkan produk dengan iming-iming agar perempuan terlihat cantik di mata laki-laki. Sebab, perempuan menggunakan skincare atau make up bukan hanya ingin terlihat cantik di depan laki-laki saja. Ini stigma yang harus didobrak.

BACA JUGA: Sasar Pasar Indonesia, L’Oréal Paris Luncurkan Perawatan Rambut Baru

Memahami hal tersebut, L’Oréal Indonesia memiliki brand purpose untuk setiap merek-mereknya. Contohnya, merek L’Oréal Paris memiliki program stand up against sexual harassment karena merek tersebut merasa perempuan itu berharga dan harus dijaga dari segala pelecehan. Menariknya, program ini dilatarbelakangi oleh pemikiran copywriter L’Oréal 53 tahun lalu.

Lima tiga tahun lalu, seorang copywriter L’Oréal menyadari kampanye merek kecantikan sangat male oriented yang menjadikan perempuan sebagai objeknya. Misalnya, belilah produk ini agar kamu disukai atau terlihat cantik oleh laki-laki. 

“Ia tergelitik dan berpikir mengapa perempuan tidak bisa membeli produk yang memang untuk dirinya sendiri karena mereka pantas dan produk tersebut berkualitas. Bukan untuk terlihat cantik di mata laki-laki. Inilah yang melatarbelakangi program tersebut,” ucapnya Melanie.

Contoh lainnya, merek Maybelline yang memiliki program yang mengusung mental health. Melalui program tersebut, merek ini ingin meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya isu mental health dan memberikan konsultasi gratis terkait isu tersebut untuk konsumen, bahkan publik.

“Ini yang membedakan kami dengan yang lainnya. Selain menjaga kualitas, kami juga membawa suatu tujuan. Kami percaya, L’Oréal memiliki kekuatan untuk memengaruhi pelanggan. Kami tidak hanya menjual produk saja, tapi juga ingin menjadi merek yang menggerakkan dunia,“ tutur Melanie.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related