Potensi EBT Tembus 437,4 Giga Watt, Indonesia Baru Gunakan 2,5%

marketeers article
Sumber gambar: 123rf

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan (EBT) mencapai 437,4 giga watt. Kendati demikian, hingga sekarang yang telah dimanfaatkan hanya sebesar 10,4 giga watt atau setara 2,5% dari total potensi yang dimiliki.

Luhut menyebut potensi EBT yang ada di Tanah Air meliputi sumber mata air, panas bumi, angin, dan bioenergi. Seluruh potensi tersebut bahkan tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia.

“Kita punya energi baru dan terbarukan seperti dari kelautan, geotermal, bioenergi, angin, matahari, air. Dari total yang ada sebanyak 437,4 giga watt, kita baru hanya pakai 10,4 giga watt saja atau 2,5%. Bayangkan kalau kita bisa memaksimalkan ini,” kata Luhut melalui keterangannya, Selasa (23/8/2022).

Menurutnya, potensi makin bertambah dengan adanya mangrove, lahan gambut, dan juga hutan hujan tropis. Kekayaan alam tersebut dapat digunakan untuk melakukan perdagangan karbon dengan negara-negara maju.

Adapun potensi nilai karbon sebesar 33 gigaton dari mangrove. Kemudian, sebanyak 20,2 gigaton dari lahan gambut, dan 25,18 gigaton dari hutan hujan tropis. 

Berkat anugerah itu, menjadikan Indonesia sebagai negara yang mampu mendukung tercapainya net zero emission pada 2060 atau lebih cepat. Meski begitu, agar target yang ditetapkan dapat diraih dengan tepat waktu maka diperlukan adanya pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang masif. Luhut meminta para akademisi untuk meningkatkan riset dan pengembangan teknologi.

“Indonesia harus terus melakukan perbaikan dan hal ini hanya bisa dilakukan melalui hilirisasi industri dan peningkatan efisiensi melalui digitalisasi. Tidak hanya itu, sumber daya manusianya juga harus didukung. Dalam hal ini, saya minta universitas-universitas bisa berperan dalam pengembangan sumber daya manusia dan dalam risetnya,” kata dia.

Mantan Danjen Kopassus itu menambahkan universitas-universitas di Indonesia harus mampu membuka jurusan baru yang berhubungan dengan metalurgi. Jurusan ini diharapkan mampu mengakomodasi adanya kebutuhan SDM untuk mempercepat berbagai macam target Indonesia sebagai negara maju sebelum 2045, dalam rangka menggerakkan hilirisasi industri di berbagai bidang, khususnya pertambangan.

“Saya minta nanti kepada universitas yang ada, supaya barang ini jadi. Kita butuh SDM yang mumpuni untuk menggerakkan hilirisasi industri ini, terutama di kawasan Indonesia bagian tengah dan timur. Potensi dari berbagai energi baru dan terbarukan ini sangat banyak di sini, jadi kalau tidak dimanfaatkan, sayang sekali,” tuturnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related