Prototype: Rancangan Awal Sebuah Produk agar Sukses di Pasar

marketeers article
prototype adalah | sumber: 123rf

Dalam pengembangan produk, prototype adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan dan tak boleh terlewatkan. Para product developers akan terus mencari cara bagaimana produk benar-benar sesuai dengan peruntukannya dan memberikan kemudahan bagi pengguna. 

Prototype dibuat bukan sebagai sebuah produk akhir. Prototype diciptakan sebagai sebuah cara untuk dapat mengetahui apakah ide produk sudah sesuai dan tepat sasaran.

Tak hanya itu, pembuatan prototype dapat menjadi alat yang dapat memvalidasi apakah proses penciptaan produk telah benar untuk meminimalisasi kesalahan sebelum diluncurkan ke publik. Untuk mendalami penjelasan mengenai prototype lebih dalam, Marketeers telah merangkumnya dari berbagai sumber.

Apa itu prototype?

Professor Clay Christensen dari Harvard Business School mengungkapkan 95% produk baru sering kali mengalami kegagalan. Prototype menjadi solusi dari setiap kegagalan produk yang terjadi. 

Lalu, mengapa pembuatan prototype penting? Menurut Alan Cohen dalam bukunya yang berjudul Prototype to Product menyebutkan penciptaan sebuah produk adalah proses yang sangat kompleks dan berisiko. 

Menurut Virginia Ramirez, digital product designer menyebutkan jika prototype adalah sampel awal, model, atau rilis produk yang dibuat untuk menguji konsep atau proses. Umumnya, prototype digunakan untuk menggambarkan sebuah ide agar dapat dilihat, disentuh, dan dirasakan.

Tujuannya adalah untuk memiliki model produk yang terlihat nyata sebagai gambaran solusi dari permasalahan yang didapatkan melalui konsep atau ide. Melansir dari Interaction Design Foundation, prototyping menjadi sebuah proses bereksperimen yang mana tim desain mengimplementasikan ide menjadi bentuk yang tangible. 

BACA JUGA: Inovasi vs Invensi vs Kreativitas: Gagasan Anda Masuk Kategori Apa?

Keunggulan membuat prototype

1. Selalu berfokus pada perbaikan yang berkaitan dengan produk.

2. Ramah terhadap perubahan jika terjadi kekeliruan pada konsep produk maupun desain.

3. Calon pengguna Anda dapat memberikan feedback yang bertujuan untuk perbaikan dan peningkatan kualitas produk.

4. Melibatkan semua stakeholder yang berkepentingan karena rasa saling memiliki.

5. Meminimalkan risiko terjadinya kesalahan sebelum peluncuran produk.

Jenis-jenis prototype

Produk yang Anda buatkan prototype-nya tentu memiliki tingkat keakuratan yang berbeda-beda tergantung tahapan pengembangan produk yang sudah Anda lalui. 

Tingkatan inilah yang menjadi dasar pembagian jenis-jenis prototype yang biasa diciptakan oleh product developers. Penggunaan jenis prototype yang sesuai akan meningkatkan customer experience ketika seseorang mencoba produk tersebut.

BACA JUGA: Merasa Buntu? Ini 4 Cara Membuat Konten yang Menarik di Media Sosial

Berikut dua jenis prototype yang bisa Anda lakukan,

Low-fidelity 

Contoh: Sketsa pada kertas

Pro: Cepat dan murah untuk diproduksi, mudah diubah jika memerlukan perbaikan, dapat dilakukan siapa saja.

Kontra: Kurang nyata, sulit diberi feedback, sulit dibayangkan dan diuji coba oleh pengguna, customer experience kurang.

High-fidelity 

Contoh: Prototype digital menggunakan software, mock-up, video

Pro: Melibatkan semua pihak terkait (riset, desain, dll), memberikan hasil uji coba yang jauh lebih akurat, memberikan customer experience yang lebih baik, serupa dengan produk sebenarnya.

Kontra: Biaya besar, waktu yang lebih lama, sulit untuk diubah jika memerlukan perbaikan. 

Kesimpulannya, prototype dapat menjadi alat yang bisa Anda gunakan sebelum sebuah produk benar-benar diluncurkan ke pasar. Prototype yang diuji coba inilah yang nantinya akan memberikan Anda feedback terhadap konsep produk.

Jika sang calon pengguna memberikan masukannya, maka itulah yang menjadi dasar perbaikan terhadap prototype. Terus melakukan perbaikan berarti selalu menyempurnakan.

Nantinya, ketika produk Anda sudah benar-benar siap diluncurkan, maka produk tersebut adalah produk terbaik setelah melakukan berkali-kali testing dan iterasi. 

Produk terbaik berarti produk yang benar-benar diinginkan pengguna, sesuai dengan kebutuhan dan selera, menjawab permasalahan yang ada, dan meningkatkan kepuasan pengguna produk Anda.

Produk yang baik akan sangat menjual, sehingga tim marketing yang mempromosikan produk Anda akan jauh lebih mudah untuk meyakinkan calon pelanggan Anda. Ujung-ujungnya, risiko kegagalan produk setelah diluncurkan di pasar akan dapat ditekan semaksimal mungkin. 

BACA JUGA: 5 Strategi Jitu Sukseskan Product Launch Campaign

Editor: Ranto Rajagukguk

Related