Remajakan Kebun Sawit, RI Gelontorkan US$ 386 Juta

marketeers article
Ilustrasi sawit, sumber gambar: 123rf

Pemerintah menggelontorkan dana sebesar US$ 386 juta atau setara Rp 6,08 triliun (kurs Rp 15.769 per US$) pada tahun ini untuk meremajakan kebun sawit. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan produksi sawit Indonesia.

Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menuturkan rencana tersebut untuk menangkap peluang permintaan minyak nabati yang terus meningkat. Dengan perkiraan bahwa populasi dunia akan mencapai 9,8 miliar jiwa pada tahun 2050, dunia akan memerlukan tambahan 200 juta ton produksi minyak nabati pada saat tersebut.

BACA JUGA: RI Gandeng India Lawan Diskriminasi Sawit Eropa

“Untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit, Indonesia telah melakukan penanaman kembali seluas 200.000 hektare sejak tahun 2007 dan seluas 180.000 hektare sedang dilakukan penanaman kembali di tahun ini dengan mengalokasikan anggaran sebesar US$ 386 juta,” kata Airlangga dalam The 19th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2024 Price Outlook secara virtual, dikutip Jumat (3/11/2023).

Menurutnya, minyak sawit merupakan cara yang berkelanjutan dan efisien untuk memenuhi permintaan minyak nabati yang terus meningkat. Kelapa sawit juga mendukung penyediaan bahan bakar transportasi yang lebih ramah lingkungan, seperti bahan bakar penerbangan berkelanjutan.

BACA JUGA: Cuan Besar di Balik Hilirisasi Industri Sawit

“Indonesia telah mengembangkan sustainable aviation fuel atau SAF yang dikenal dengan Bioavtur 2,4% atau J2.4,” ujarnya.

Di sisi lain, Airlangga menyebut, pengembangan industri sawit nasional bakal menghadapi tantangan. Di tingkat global, inisiatif Uni Eropa melalui kebijakan European Union Deforestation Regulation (EUDR) untuk membatasi deforestasi yang disebabkan oleh kegiatan kehutanan dan pertanian di seluruh dunia, akan memberikan dampak langsung pada komoditas utama Indonesia, yakni kelapa sawit, kopi, kakao, karet, kedelai, sapi, dan kayu.

“Terlepas dari kekhawatiran kami, pemerintah siap berkolaborasi dengan Uni Eropa dalam membangun kerangka kerja yang mendorong pertanian berkelanjutan, termasuk produksi minyak nabati, dengan cara yang inklusif, holistik, adil, dan tidak diskriminatif. Sangat penting bagi Uni Eropa untuk mengakui dan menyadari sepenuhnya bahwa standar keberlanjutan nasional negara-negara produsen dapat memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk mengakses pasar Uni Eropa,” ujar Airlangga.

The Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) juga telah menjalin komunikasi intensif dengan komisi Uni Eropa untuk mengatasi tekanan tersebut dan telah menghasilkan enam tim kerja termasuk inklusivitas petani kecil, skema sertifikasi yang relevan, ketertelusuran, data ilmiah mengenai deforestasi dan degradasi hutan, serta perlindungan data privasi.

Pemerintah telah mengembangkan clearing house untuk memastikan seluruh komoditas perkebunan yang akan diekspor dapat ditelusuri untuk menjamin pasar global bahwa produk-produk tersebut dihasilkan dari perkebunan yang berkelanjutan.

Airlangga menyebut pengembangan kelapa sawit berkelanjutan turut didorong melalui Indonesia Sustainable Palm Oil Plantation Certification System (ISPO). Sertifikasi ISPO menjamin praktik produksi yang dilakukan oleh perusahaan dan petani kelapa sawit mengikuti prinsip dan kaidah keberlanjutan. 

Selain ISPO, Indonesia mendukung sertifikasi sukarela melalui skema Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

“Industri kelapa sawit berkontribusi dalam menopang pemulihan ekonomi, serta aspek sosial dan lingkungan masyarakat. Dengan bekerja sama, kita dapat mencapai tujuan untuk perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan, pembangunan rendah karbon, berketahanan iklim dan berkelanjutan, serta penguatan industri minyak sawit dalam negeri,” tuturnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related