Stalkerware Marak, Indonesia Jadi Korban Terbanyak Ke-6 di Dunia

marketeers article
Ilustrasi stalkerware (FOTO: Kaspersky)

Indonesia menjadi negara dengan jumlah korban stalkerware terbanyak keenam di dunia menurut laporan Kaspersky State of Stalkerware 2023. Menurut laporan, ada sebanyak 31.000 korban stalkerware atau spyware di seluruh dunia.

Jumlah korban terbanyak berasal dari Rusia dengan 9.890 korban, kemudian Brazil dengan 4.186 korban, dan India dengan 2.492 korban. Indonesia sendiri menduduki peringkat keenam dengan 871 korban, berada di bawah Turki dengan 1.063 korban.

Stalkerware, yang sering menyamar sebagai aplikasi anti-pencurian atau kontrol orang tua yang sah, sebenarnya merupakan alat yang digunakan untuk mengintai dan mengawasi seseorang tanpa persetujuan mereka. Laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa spektrum pelecehan yang dilakukan melalui stalkerware sangat bervariasi.

BACA JUGA: Bidik Segmen B2B, Kaspersky Rilis Solusi KUMA

Hampir 40% dari responden melaporkan pengalaman kekerasan atau pelecehan oleh pasangan mereka, sedangkan 23% mengalami penguntitan online dari orang yang mereka kenal atau pacar baru-baru ini. Bahkan, 40% secara keseluruhan mengalami atau menduga telah mengalami penguntitan dalam beberapa bentuk.

Namun, meskipun beberapa individu mengakui memasang atau mengatur stalkerware pada perangkat pasangan mereka, sebagian besar orang menolak ide memantau pasangan mereka tanpa persetujuan. Lebih dari setengah responden menegaskan bahwa pemantauan tanpa persetujuan adalah tindakan yang tidak etis. Namun demikian, ada juga sebagian kecil yang mendukung pemantauan atas dasar konsensus dalam hubungan.

Erica Olsen dari National Network to End Domestic Violence menekankan pentingnya membedakan antara pemantauan yang disetujui secara konsensual dan pemantauan tanpa persetujuan, yang merupakan bentuk pelanggaran privasi dan penyalahgunaan.

BACA JUGA: Kaspersky Deteksi 50 Juta Ancaman Lokal di RI Sepanjang 2023

Organisasi seperti Refuge juga menyoroti peningkatan kekhawatiran terhadap spyware dan perlunya pendekatan yang komprehensif dalam mengatasi masalah ini. Mereka menekankan pentingnya evaluasi teknologi yang mendalam dan dukungan bagi korban untuk mendapatkan kembali akses terhadap akun dan perangkat mereka.

“Kemungkinan besar kita melihat fenomena ini karena meningkatnya fitur stalkerware dalam Aplikasi parental control yang menjadikan kemampuan untuk menguntit semakin mudah diakses. Meskipun kami secara aktif mencari stalkerware yang dimaksudkan untuk memantau mantan partner Anda, ada banyak bentuk stalkerware lain yang tersedia yang ditujukan untuk audiens yang tidak memahami fitur aplikasi saat mengunduhnya, atau untuk digunakan demi alasan berbahaya lainnya,” kata Olsen dalam siaran pers, Jumat (15/3/2024).

Dalam menangani masalah spyware, kerjasama dari berbagai pihak sangat diperlukan. Meskipun penggunaan stalkerware saat ini belum dilarang secara luas di banyak negara, tindakan memasangnya tanpa izin merupakan tindakan ilegal. Namun demikian, yang bertanggung jawab adalah pelaku, bukan pengembang aplikasinya.

 

Editor: Eric Iskandarsjah

Related