Strategi Investasi Cross-border di Era Modern

marketeers article
Two businessmen figurines on time and money background. Worldwide business concept. International business agreement. Global corporation strategic partnership. Global business profit. Global market

Berekspansi ke pasar luar negeri menuntut perusahaan melakukan berbagai persiapan. Pasalnya, tingkat kompleksitas bisnis pun akan semakin tinggi. Salah ambil langkah, perkara ekspansi justru bisa berujung rugi.

Berikut ini Marketeers merangkum sejumlah tips yang dibagikan Chief Strategy Officer Lazada Group Magnus Ekbom mengenai strategi investasi cross-border di era modern.

Jangan Ekspansi Sebelum Merasa Siap

Menurut Magnus Ekbom, seorang pebisnis sebaiknya tidak melakukan investasi cross-border jika belum merasa benar-benar siap.

Beberapa model bisnis yang diterapkan oleh startup membutuhkan basis pasar dengan target demografi yang luas. Namun, ketika perusahaan memutuskan untuk mulai berekspansi ke pasar luar negeri, maka tingkat kompleksitas bisnis pun akan semakin tinggi. 

“Satu hal yang pasti, Anda harus bisa mencapai kesuksesan di satu pasar sebelum merambah ke negara lain. Itu adalah prinsip yang selalu saya pegang,” ungkap Magnus dalam sesi virtual Tech in Asia Conference 2020, beberapa waktu lalu.

Saran kedua adalah jangan pernah berhenti belajar. “Kita tidak bisa hanya mereplika kesuksesan di negara pertama, tapi kita harus membuka pikiran agar dapat memahami karakter dari negara baru yang hendak kita masuki,” imbuh Magnus.

Kenali Potensi dan Iklim Pasar yang Dituju

Banyak perusahaan venture capital yang tertarik melakukan investasi di suatu negara karena melihat basis konsumen yang besar di negara tersebut. Namun, menurut Magnus, selain potensi, investor juga perlu melihat iklim kompetisi pada negara yang dituju. 

“Saya sudah bekerja dan hidup di Indonesia selama tujuh tahun. Saya sangat senang dengan negara ini, dan Indonesia memang betul-betul negara yang indah. Ketika dilihat dari kaca mata entrepreneur, iklim bisnis di Indonesia sangatlah kompetitif,” ungkap Magnus. 

Menurut Magnus, Filipina dan Thailand adalah dua negara yang masih sangat berpotensi untuk berkembang pesat. Malaysia punya daya beli konsumen yang lebih tinggi dan area perkotaan yang lebih maju. Sementara, Vietnam juga telah menjadi salah satu negara favorit dari segi pertumbuhan ekonomi dan daya beli konsumen.

Salah satu kesalahan investor adalah mereka terlalu terburu-buru melebarkan sayap ke sebanyak mungkin negara di Asia Tenggara. Padahal, hal terpenting bukanlah soal angka, melainkan keberhasilan memasuki setiap negara yang memiliki keunikan masing-masing.

Walaupun Indonesia adalah negara terbesar di wilayah ini, namun ada beberapa negara lain yang memiliki potensi yang tak kalah menarik. 

Kunci Kesuksesan Ekspansi Cross-border adalah Memahami Masyarakat Lokal

Menurut Magnus, untuk menyukseskan transaksi atau ekspansi ke negara lain, perusahaan harus memiliki strategi yang sangat lokal. Tidak cukup hanya membawa model bisnis yang sudah sukses di negara lain lalu menirunya di negara yang berbeda, perusahaan harus tahu apa yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat lokal dan bagaimana cara menyediakan solusi bagi mereka. 

“Seringkali kita hanya fokus untuk mewujudkan ide-ide besar ini dan itu, sampai-sampai kita lupa menyelesaikan masalah riil yang dihadapi oleh konsumen kita setiap hari. Perusahaan-perusahaan terhebat di dunia adalah mereka yang selalu fokus membantu konsumen, dan saya rasa prinsip itu akan selalu berlaku sampai bertahun-tahun yang akan datang,” kata Magnus.

Asia Tenggara Tengah Berada di Puncak Inovasi

Melihat kondisi saat ini, Magnus Ekbom mengakui jika negara-negara di Asia Tenggara sedang mengalami kelesuan ekonomi. Di Indonesia dan Filipina misalnya, dua negara ini mencatatkan pertumbuhan ekonomi minus selama beberapa bulan terakhir. Namun, ia optimistis kemunduran ini akan segera disusul dengan kebangkitan ekonomi begitu pandemi mereda.

“Dengan apa yang terjadi sekarang, hampir semua sektor bisnis di Asia Tenggara sedang mengalami disrupsi besar-besaran. Ini adalah puncak masa-masa inovasi mereka. Saya berharap, para investor tidak hanya memerhatikan model bisnis tradisional, melainkan berani berinvestasi pada kemunculan ide, teknologi, serta inovasi baru yang dihadirkan para pebisnis lokal. Inilah yang sedang benar-benar dibutuhkan di Asia Tenggara,” tutup Magnus. 

Related