Survei Terbaru Sebut Kerja Remote Kini Tak Lagi Efektif

marketeers article
Ilustrasi (Foto: 123rf)

Beberapa tahun belakangan, kerja remote alias jarak jauh dipandang sebagai masa depan dunia kerja. Banyak perusahaan besar, termasuk di sektor teknologi, berlomba-lomba menerapkan sistem ini demi memberikan fleksibilitas lebih kepada karyawan.

Namun, seiring waktu, berbagai survei dan data terbaru menunjukkan bahwa efektivitas kerja remote mulai dipertanyakan. Perubahan ini makin terlihat dari langkah sejumlah perusahaan besar, seperti Amazon hingga Google, yang kini mulai mewajibkan karyawan kembali ke kantor.

Pergeseran tren tersebut lantas memunculkan pertanyaan: apakah kerja remote memang tidak seefektif yang semula diperkirakan?

BACA JUGA: Survei: Fleksibilitas Masih menjadi Pilihan Utama Pekerja

Temuan Data dan Survei Terbaru

Berdasarkan survei terbaru yang dilakukan Headway terhadap 1.000 pekerja remote, ditemukan bahwa produktivitas menjadi salah satu tantangan utama. Rata-rata, pekerja remote hanya mencatat enam jam atau kurang waktu kerja fokus setiap hari.

Bahkan, 26% responden mengaku pernah melewatkan satu hari kerja penuh. Selain itu, sekitar 40% pekerja mengaku pernah berpura-pura aktif bekerja, sedangkan separuh lainnya menggunakan jam kerja untuk mengurus urusan pribadi.

Tidak hanya produktivitas yang menjadi perhatian, survei tersebut juga menunjukkan dampak negatif kerja remote terhadap kesehatan mental. Lebih dari separuh pekerja remote mengaku bisa melewati satu pekan penuh tanpa keluar rumah, dan satu dari tiga orang jarang berinteraksi langsung dengan orang lain.

“Kondisi ini meningkatkan risiko isolasi sosial dan kesepian, yang dalam jangka panjang dapat berdampak pada kesehatan emosional dan kinerja kerja,” demikian penjelasan laporan tersebut, dikutip dari Forbes, Senin (28/4/2025).

Meski begitu, sebagian pekerja remote masih merasa diuntungkan. Sebanyak 56% responden menyatakan bahwa kerja dari rumah membantu mereka meningkatkan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan.

BACA JUGA: Tren Micro Shift Jadi Solusi Kerja Fleksibel untuk Gen Z

Kerja Remote Bukan Solusi Tunggal

Meski tren menunjukkan adanya penurunan efektivitas kerja remote, banyak ahli menilai bahwa tidak semua pekerja dan perusahaan akan merasakan dampak yang sama. Mariana Boloban, Head of People di Headway mengatakan efektivitas kerja bergantung pada individu.

“Bagi sebagian orang, kerja remote meningkatkan produktivitas. Namun, bagi yang lain, justru menjadi sumber distraksi,” ujarnya.

Dengan kata lain, keputusan untuk mempertahankan kerja remote, hybrid, atau kembali sepenuhnya ke kantor harus disesuaikan dengan kebutuhan, budaya, dan tujuan masing-masing perusahaan. Yang pasti, era “bulan madu” kerja remote sudah berakhir.

Para pemimpin perusahaan kini dituntut untuk lebih bijak dalam menentukan model kerja yang tidak hanya mengutamakan kenyamanan karyawan, tetapi juga memastikan produktivitas dan inovasi tetap terjaga.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS