Terapkan ESG, Industri Hotel Hemat 85% Biaya Operasional

marketeers article
Annette Horschman, Co-Owner of Tabo Cottage Danau Toba dalam acara Jakarta Marketing Week 2023. Sumber gambar: Marketeers/Tri Kurnia Yunianto.

Industri perhotelan saat ini terus bertransformasi menjadi bisnis yang berkelanjutan dengan menerapkan prinsip environmental, social, dan governance (ESG). Selain membantu mengurangi emisi karbon dan pencemaran lingkungan, pemanfaatan ESG bisa menghemat biaya operasional.

Annette Horschmann, Co-Owner of Tabo Cottage Danau Toba menjelaskan penerapan ESG melalui daur ulang produk-produk sekali pakai bisa menghemat biaya operasional hingga 85%. Biasanya hotel mendaur ulang sisa-sisa makanan menjadi pupuk organik hingga minyak goreng bekas menjadi sabun.

BACA JUGA: Ekspansikan Bisnis, MMS Land Perkenalkan Hotel Sae Gianyar

“Di hotel kami sudah mengurangi 85% barang-barang yang dibeli dan diganti dari sampah-sampah organik. Ini sangat efektif untuk menekan biaya operasional,” kata Annette dalam acara Jakarta Marketing Week di Grand Atrium Mal Kota Kasablanka, Jakarta, Kamis (15/6/2023).

Menurutnya, untuk menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan dengan mendaur ulang sampah organik menjadi barang yang bernilai guna tidaklah sulit. Cara seperti ini bisa diterapkan di seluruh level karyawan mulai dari direksi perusahaan hingga staf biasa.

BACA JUGA: Konsep Hotel Baru JXB, Menjelajahi Jakarta Melalui The Tavia Collection

Tak hanya itu, proses daur ulang juga tidak membutuhkan keahlian khusus dan prosesnya sangat sederhana. Hal yang terpenting, yaitu pengelola hotel harus paham bahan-bahan yang digunakan.

“Prosesnya tidak terlalu susah yang penting kita paham bahannya. Semua bahan baku dari buah-buahan atau sisa makanan yang tak berminyak bisa digunakan. Ini sangat gampang dipelajari,” ujarnya.

Sejauh ini, lanjut Annette, Tabo Cottage telah sukses 100% mendaur ulang limbah-limbah organik. Selanjutnya, bahan-bahan plastik dan karton baru mencapai 40%.

Dari penuturannya, keuntungan didapatkan tidak hanya sebatas penurunan biaya operasional. Hal itu bisa menambah daya tarik pengunjung yang menginap.

“Saya pikir simpati orang lebih banyak kepada kami. Itu fenomena marketing 3.0 juga, di mana kami peduli orang akan mendukung, apalagi di luar negeri orang lebih banyak mencari green hotel,” kata dia.

Hal senada diungkapkan pula oleh Hermawan Kartajaya, pakar pemasaran sekaligus Founder dan Chairman MCorp yang berpendapat penerapan ESG di industri perhotelan bisa menjadi diferensiasi dengan pesaingnya. Dengan demikian, langkah seperti ini memberikan nilai tambah dan keuntungan tersendiri.

Hermawan memperkirakan tren seperti ini bakal terus berkembang dalam beberapa tahun ke depan hingga puncaknya tahun 2030. Pada saat itu, hotel-hotel yang tak ramah lingkungan bakal ditinggal oleh masyarakat, khususnya wisatawan.

“Penerapan ESG di industri perhotelan itu tuntutan, siapa yang masuk duluan maka dia akan menjadi pemimpin,” tuturnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related