Ternyata Begini Strategi Pemasaran yang Tepat agar Dekat dengan Gen Z

marketeers article
Strategi pemasaran ke Gen Z | sumber: 123RF

Strategi pemasaran bagi setiap generasi tentu berbeda-beda. Setidaknya saat ini terdapat lima generasi yang hidup berdampingan, yaitu baby boomers, Gen X, Gen Y, Gen Z, dan Gen Alpha.

Posisi tinggi dalam perusahaan sebagian besar masih dipegang oleh generasi baby boomers dan Gen X. Gen Y atau generasi milenial disebut-sebut sebagai primadona dengan potret generasi muda yang dinamis.

Untuk Gen Z, generasi ini menjadi sosok anak muda yang melek teknologi, the first digital native. Sedangkan, Gen Alpha jauh lebih cakap dalam menggunakan teknologi sejak umur yang masih sangat belia. 

Jauhnya rentang generasi dengan perbedaan karakteristik yang juga lebih beragam, maka brand harus cukup kreatif dalam melakukan branding produk. 

Apakah brand ingin menjadi lebih muda selayaknya Gen Z yang dinamis dan tech-savvy? Atau brand ingin jadi lebih old school dengan karakteristik uniknya sendiri?

Untuk dapat menyasar Gen Z yang saat ini menjadi generasi yang potensial untuk disasar oleh para pelaku bisnis, maka brand tidak hanya harus hidup di tengah-tengah Gen Z, tetapi juga tetap dapat akrab dengan baby boomers dan Gen Y.

Iwan Setiawan, CEO Marketeers, membagikan 5 pendekatan yang bisa dilakukan para marketer jika ingin menargetkan Gen Z sebagai basis pelanggan, namun tanpa terlihat asing oleh para generasi pendahulunya.

Berikut strategi pemasaran yang perlu Anda pelajari agar brand semakin dekat dengan Gen Z:

1. Kids Getting Older Younger (KGOY)

Dalam tahapan hidup, setidaknya manusia akan melewati empat fase hidup, yaitu 20 tahun pertama untuk belajar, 20 tahun kedua untuk bekerja, 20 tahun ketiga untuk membangun keluarga dan para junior, dan 20 tahun keempat untuk menikmati hidup.

Namun bagi Gen Z, mereka memiliki fase hidup yang jauh lebih pendek dan lebih cepat. 

“Mereka ga mau belajar lama-lama, cukup 10 tahun, mengikuti kelas akselerasi agar lulus dalam usia yang sangat muda. Ada yang ingin mengejar karier dengan cepat, 2-3 tahun bekerja sudah langsung ingin memimpin perusahaan. Bahkan, ada yang sudah menikah dan membina keluarga, melakukan mentoring dan coaching di perusahaannya di usia muda. Tak heran jika banyak anak muda saat ini yang ingin melakukan pensiun dini, ingin kaya di usia muda,” jelas Iwan dalam kanal Youtube Marketeers TV pada program Analisis.

Iwan juga mengatakan bahwa dengan fenomena tersebut, brand tidak perlu takut untuk mengangkat tema-tema pemasaran yang agak berat, seperti sustainability dan ramah lingkungan. Biasanya tema ini ada pada produk mobil listrik dan produk energi terbarukan.

Brand juga bisa menyasar konsep pemasaran yang berkaitan dengan social impact. Bagaimana sebuah brand mampu membantu masyarakat.

Topik-topik ini sebelumnya cenderung berat dan dihindari oleh para generasi muda. Namun, faktanya kini menjadi topik yang diincar oleh para Gen Z.

BACA JUGA: Green Product: Produk Ramah Lingkungan sebagai Solusi Keberlanjutan

2. Fokuslah pada Customer Experience

Sebagian besar inovasi dilakukan pada produk, namun data menunjukkan bahwa value yang didapat dari inovasi produk jauh lebih sedikit jika inovasi dilakukan pada customer experience.

“Jangan hanya berinovasi di produk, tetapi di customer experience. Terkadang produknya sama, namun dengan layanan yang diberikan dan cara kita menyampaikan produk akan dapat dihargai dengan jauh lebih mahal. Customer experience adalah menciptakan pengalaman untuk menikmati sebuah produk yang sama, namun dibungkus dengan kemasan yang jauh lebih menarik, sehingga orang bisa merasakan pengalaman yang berbeda,” ujar Iwan. 

Iwan juga menegaskan bahwa customer experience ini tidak hanya memuaskan hati Gen Z, tetapi juga dapat menyasar generasi yang lebih senior.

3. Ask & Advocate

Dalam konsep customer journey 5A yang terdiri dari Aware, Appeal, Ask, Act, dan Advocate. Dari kelima ini, Gen Z lebih menitikberatkan pada Ask dan Advocate yang sangat sosial.

“Mereka bertanya satu sama lain, brand apa yang kira-kira paling bagus di kategori ini. Kemudian mereka merekomendasikan brand yang pernah mereka gunakan dan mereka puas. Ini semua disebar tidak hanya pada teman dan keluarganya, tetapi juga semua orang pada media sosial,” tutur Iwan.

Kedua konsep yang paling erat dengan Gen Z ini perlu ditangkap oleh marketeer. Marketeer perlu memahami bahwa setiap pembelian yang terjadi pada Gen Z dipengaruhi oleh social buying, pendapat orang lain.

Dengan begitu, strategi pemasaran saat ini dapat dilakukan dengan pendekatan yang jauh lebih social, memanfaatkan media sosial, dan word-of-mouth.

BACA JUGA: Social Marketing: Pemasaran untuk Mengubah Perilaku Hidup Masyarakat

4. Manfaatkan Phygital (Physical + Digital)

Perilaku Gen Z dalam melakukan pembelian didominasi oleh aktivitas hybrid, baik webrooming dan showrooming. 

Gen Z melakukan webrooming di situs pencarian dan kemudian membelinya secara langsung di toko. Discovery semuanya terjadi secara online, pembeliannya secara offline.

Sedangkan, Gen Z juga melakukan showrooming, pengalaman pertama dan pencarian produk secara offline di toko. Setelah cocok dengan produk yang akan dibeli, Gen Z akan membelinya melalui e-commerce platform. Discovery-nya terjadi secara offline, pembeliannya secara online.

Kedua perilaku ini kurang lebih ⅔ atau dalam beberapa kategori sudah mencapai 85% dari total jenis transaksi di masyarakat Indonesia. 

“Ketika kita ingin mentarget Gen Z dan generasi yang muda, kita harus benar-benar fokus dalam menciptakan pengalaman yang phygital, physical dan digital. Kita harus ada di dua channel, baik online maupun offline. Kita harus mengintegrasikan pengalaman tersebut, sehingga mereka merasakan pengalaman yang seamless,” ucap Iwan.

5. Keeping It Real (KIR)

Gen Z adalah generasi yang senang dengan sesuatu yang autentik karena pasar saat ini yang telah terpolarisasi. Gen Z punya pilihannya sendiri dalam melihat suatu brand yang paling sesuai dengan dirinya. 

“Gen Z suka brand yang autentik, tidak takut dibenci, yang memang memiliki segmennya yang secara tajam, mereka selalu garap. Tidak berusaha untuk memenangkan semua market, tetapi memiliki identitas yang sangat autentik dan hanya menyasar sebagian dari market. Inilah yang saya sebut keeping it real,” tutup Iwan.

Kelima pendekatan strategi pemasaran ini bisa dimanfaatkan untuk menyasar Gen Z bahkan meraup pelanggan potensial pada pangsa pasar di segmen lainnya.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

BACA JUGA: Green Marketing: Cintai Bumi dengan Strategi Pemasaran Berkelanjutan

Related