Ternyata Ini Kunci Utama Pengaruhi Keputusan Pembelian Pelanggan

marketeers article
keputusan pembelian | sumber: 123rf

Dapat memengaruhi keputusan pembelian pelanggan bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Oleh karena itu, strategi pemasaran yang dilakukan pun beragam dengan tujuan agar bisa memberikan hasil yang optimal.

Namun, jika Anda disuruh memilih satu strategi yang mampu berdampak besar bagi keputusan pembelian, apa strategi yang Anda pilih? Ignatius Untung, Praktisi Marketing dan Behavioral mengungkapkan faktor penentu utama keputusan pembelian adalah persuasion strategy yang tujuannya untuk membuat orang membeli.

Ada banyak alasan mengapa orang akan membeli, mulai dari produk bagus hingga iklan menarik. Namun, apakah benar alasan tersebut yang mendorong orang untuk ingin membeli? Jawabannya belum tentu.

Marketing sering disebut sebagai contextual science. Hal yang bikin kita punya dorongan untuk membeli adalah ekspektasi, ekspektasi bahwa barang ini bagus. Munculnya ekspektasi ini melibatkan hormon dopamin,” kata Untung dalam program Market Think pada kanal Youtube Marketeers TV.

Dopamin ini umumnya dikenal sebagai hormon kebahagiaan. Namun, Untung menyebutnya sebagai hormon yang membuat seseorang berhasrat untuk melakukan secara berulang. 

Hormon inilah yang membuat Anda mungkin sering kali memiliki banyak keinginan terhadap suatu barang, seperti ingin membeli motor, mobil hingga smartphone. Nyatanya, keinginan ini sering kali hanya sementara, hanya sebatas kesenangan saja, belum mencapai titik kebahagiaan. 

BACA JUGA: Empathy Map: Human-Centered Design, Lebih Dekat dengan Pelanggan

Ketika keinginan seseorang tersebut tercapai, orang tersebut malah menginginkan sesuatu yang lebih lagi dan cenderung tidak merasa puas dengan apa yang sudah didapatkan.

Dengan begitu, dopamin inilah yang secara aktif terus membangun ekspektasi di benak konsumen yang selalu haus keinginan meskipun impulsif. Dopamin dan ekspektasi akan mendorong konsumen dalam mengambil keputusan pembelian.

Untung menyatakan itulah yang perlu orang marketing bangun, yaitu ekspektasi. Agar ekspektasi ini dapat terwujud, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam seluruh marketing communication.

Untung menyebutkan core offer menjadi hal pertama yang harus diperhatikan dalam membangun ekspektasi. “Apa yang dijual?” menjadi pertanyaan paling mudah yang bisa mendeskripsikan core offer.

Core offer juga ada unsur relevansi juga. Makanya marketing selalu berangkat dengan consumer insight untuk mengerti bagaimana kita bisa mem-positioning-kan brand kita untuk jadi relevan dengan konsumen,” ujarnya.

Inilah yang menjadikan pelanggan akan pertama kali tertarik dengan produk Anda secara fungsional, sehingga seseorang rela mengeluarkan uangnya untuk menindaklanjuti keputusan pembelian.

Yang kedua adalah emotional benefit, baik itu fakta maupun narasi ciptaan yang mungkin belum ada sebelumnya. Emotional benefit yang diciptakan sendiri oleh sang founder harus benar-benar kuat secara personal dan emosional melalui proses empati.

Emotional benefit ini bisa datang dari intrinsik maupun ekstrinsik. Tugas kita (orang marketing) untuk dapat membangun ekspektasi dari emosional yang intrinsik (dari dalam),” ujarnya.

BACA JUGA: Value Proposition Canvas: Pastikan Produk Sesuai Ekspektasi Pelanggan

Hal ketiga adalah storytelling yang mampu menciptakan sebuah gambaran di dalam bayangan pelanggan. 

Storytelling dan crafting yang bisa dibangun melalui iklan maupun tokonya. Trigger-nya ada beberapa hal. Satu itu sensory trigger untuk orang bisa bayangin seberapa menarik offer atau produknya. Kedua adalah relevant moment yang mampu membuat pelanggan menjadi relate sehingga memperkuat ekspektasi,” ucap Untung.

Seseorang akan bisa memiliki ekspektasi tertentu umumnya perlu ada trigger yang memicu, terutama dari lingkungan sekitarnya, seperti aroma, ataupun visual.

Untung menyatakan banyak marketer yang lebih berfokus pada product offer-nya. Padahal, lingkungan sekitar yang mampu menciptakan trigger untuk keputusan pembelian adalah yang utama. 

Selanjutnya, pain of losing yang ditunjukkan secara eksplisit dan implisit, baik itu melalui strategi scarcity maupun membangun urgensi di benak konsumen. Terakhir adalah social cues yang mana sering kali seseorang perlu berkaca terlebih dahulu kepada orang sekeliling sebelum memutuskan pembelian hingga ketika penawaran produknya tidak terlalu kuat. 

Sebagai contoh adalah antrean panjang, reservasi jauh hari, dan showcase penggunaan produk yang melibatkan banyak orang. Bahkan, social cues cukup efektif dalam memengaruhi keputusan pembelian.

Community marketing bisa ambil peran disini untuk menunjukkan social cues itu tadi,” kata Untung.

Itulah beberapa hal yang perlu dilakukan perusahaan untuk dapat membangun ekspektasi. Kuncinya adalah pada trigger-trigger yang membuat pelanggan Anda merasa tergerak bahkan fear of missing out (FOMO) untuk ingin memiliki produk Anda. 

BACA JUGA: Lakukan Evaluasi dengan 5 Tips Survei Kepuasan Pelanggan

Editor: Ranto Rajagukguk

Related