Toko Buku Gunung Agung Tutup, Alami Kerugian Setiap Bulan

marketeers article
Ilustrasi Toko Buku Gunung Agung. (Sumber: 123rf)

Toko Buku Gunung Agung mengumumkan akan menutup seluruh tokonya pada akhir tahun 2023. PT Gunung Agung Tiga Belas, perusahaan yang menaungi toko buku itu terpaksa melakukannya karena terus mengalami kerugian.

Sebelumnya, Toko Buku Gunung Agung juga telah menutup sebagian outlet-nya. Adapun gerai yang sudah ditutup berlokasi di Surabaya, Semarang, Gresik, Magelang, Bogor, Bekasi, dan Jakarta. 

Kini, toko buku legendaris ini hanya memiliki lima toko tersisa. Pihak manajemen Toko Buku Gunung Agung mengungkapkan keputusan ini karena sudah tidak dapat bertahan dengan bertambahnya kerugian operasional setiap bulannya. 

Sebelumnya, toko buku ini juga telah melakukan efisiensi dan efektivitas usaha sejak 2013.

BACA JUGA Selain Toko Buku Gunung Agung, Ini 5 Toko Buku yang Lebih Dulu Tutup

Tak hanya itu saja, toko buku yang berpusat di Kwitang juga disebut-sebut telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada ratusan karyawannya sejak 2020 hingga 2022.

Era Digital Jadi Tantangan Berat bagi Ritel Toko Buku

Tak menampik, sejumlah toko buku ritel lainnya pun telah berguguran. Hal ini tentu saja disebabkan oleh berbagai faktor. 

Salah satunya karena perkembangan di era digital. Dalam menghadapi era digital, sejumlah toko buku pun telah melakukan adaptasi melalui strategi pemasaran omnichannel agar usahanya terus tumbuh. 

Contohnya saja, memasarkan produk bukunya melalui e-commerce. Sayangnya, langkah ini tak berjalan mulus.

BACA JUGA BBW 2023 Siap Menyapa Pencinta Buku Tanah Air

Beragam tantangan berat harus dihadapi oleh peritel buku. Pasalnya, banyak dari mereka harus melawan platform e-commerce yang menawarkan kemudahan berbelanja buku dengan harga yang bersaing.

Gempuran perubahan di era digital tak hanya itu saja, karena kebanyakan orang kini tak lagi mengandalkan buku cetak sebagai bahan bacaan. Hadirnya buku digital atau e-book telah menjadi pilihan bagi sebagian orang karena dinilai lebih praktis dan mudah didapatkan.

Belum lagi, peritel toko buku juga harus menghadapi rendahnya tingkat literasi atau minat baca yang sepertinya sudah mendarah daging di masyarakat Indonesia. Hal ini pula yang membuat eksistensi toko buku cetak kian langka.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related