Apa itu Brand Switching? Definisi dan Penyebabnya

marketeers article
Ilustrasi brand switching. (Sumber: 123rf)

Brand switching adalah salah satu istilah yang sudah tak asing lagi dalam dunia marketing. Istilah ini mengacu pada kondisi ketika suatu brand kehilangan pelanggannya dan beralih ke pesaing.

Kondisi ini tentu saja menjadi hal yang dihindari oleh perusahaan karena dapat menimbulkan banyak kerugian. Apalagi, jika sudah makin banyak merek yang menawarkan produk yang serupa.

Oleh karena itu, menarik perhatian pelanggan dengan cepat adalah suatu kewajiban sebuah brand. Hal ini penting untuk mempertahankan pelanggan serta meningkatkan loyalitas.

Pengertian Brand Switching

Secara definisi, melansir Send Pulse, brand switching adalah situasi saat merek kehilangan pelanggan yang loyal dan lebih memilih pesaing. Artinya, dalam situasi ini, pelanggan mengubah kebiasaan membeli mereka, memilih dengan sengaja untuk membeli merek lain dari pada merek yang sudah biasa dipilih.

Biasanya, pelanggan jenis ini memang teratur beralih di antara produk yang berbeda dalam kategori tertentu. Maka tidak ada ancaman kehilangan loyalitas karena mereka memang tidak memilikinya.

BACA JUGA Bukan Cuma Logo, Ini 7 Ceklis Penting Membangun Sebuah Brand

Faktor Penyebab Brand Switching

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, brand switching adalah istilah yang merujuk pada beralihnya konsumen ke kompetitor dari produk yang sama. Namun, terjadinya hal ini bukanlah tanpa alasan. Berikut ini beberapa faktor penyebab brand switching:

1. Adanya kesenjangan antara harga dan nilai produk

Salah satu faktor penyebab brand switching adalah adanya kesenjangan harga. Pasalnya, pelanggan membeli suatu produk karena nilai yang diberikan produk tersebut kepada mereka.

Dengan demikian, kenaikan harga harus dibenarkan. Konsumen ingin melihat perbedaan antara produk Anda yang lebih mahal dan kompetitor. 

Untuk itu, pastikan dapat mengomunikasikan hal ini kepada audiens.

2. Pelayanan konsumen yang buruk

Dalam hal ini, bukan hanya tentang pelayanan yang tidak ramah, tetapi juga cara menangani pelanggan yang tidak puas. Misalnya, klien menerima barang yang rusak atau pakaian dengan ukuran yang salah. 

Pihak yang bertanggung jawab atas pertukaran barang dan pengembalian dana memainkan peran penting di sini. Diharuskan untuk bersikap proaktif dan memberikan pelayanan terbaik pada konsumen.

Hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah waktu yang dibutuhkan untuk menanggapi klien. Makin lama tentu akan membuat pelanggan menunggu dan kian cepat mereka akan brand switching.

BACA JUGA Logo: Pengertian, Fungsi dan Kriteria dalam Membangun Branding

3. Tidak adanya inovasi baru

Fenomena ini membuat klien bosan dengan merek tertentu. Stagnasi menyiratkan perusahaan yang hanya berfokus pada produksi satu produk dan tidak melakukan apa pun untuk mengoptimalkan dan memperbaikinya.

Akibatnya, pelanggan beralih ke merek yang terus berinovasi untuk memenuhi kebutuhan dan preferensi mereka. Artinya, stagnasi dapat mengakibatkan terjadinya brand switching.

4. Terlalu banyak inovasi

Inovasi memang sangat baik untuk pelanggan. Akan tetapi, jika terlalu banyak hal ini dapat menyebabkan brand switching.

Pasalnya, terlalu banyak inovasi membuat perusahaan seakan mengalihkan fokusnya dari produk utama yang membuat mereka sukses. Pada akhirnya, konsumen akan beranggapan bahwa perusahaan tidak serius terhadap perkembangan produknya.

Alhasil, brand switching menjadi salah satu hal yang tak bisa dihindari karena konsumen beralih ke kompetitor yang dianggap lebih fokus terhadap produknya. 

Jadi, brand switching adalah suatu fenomena saat konsumen beralih ke kompetitor dari produk yang serupa. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, yakni adanya kesenjangan harga, layanan yang buruk, tidak ada inovasi, dan terlalu banyak berinovasi.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related