Brand Viral Vs Sales, Mana yang Lebih Penting?

marketeers article
Diskusi Brands Going Viral (Foto: MPC 2024)

Membuat brand yang viral memang menjadi dambaan banyak marketeer. Sayangnya, tidak semua brand yang viral, akan melahirkan sales positif. Wawasan ini yang menjadi salah satu pembahasan dalam The 18th Annual MarkPlus Conference (MPC) 2024 yang digelar di The Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta.

Hadir pada saat sesi breakout, dentsu Creative Indonesia, DBL Indonesia, dan Compas.co.id berbagi insight dan temuan mengenai upaya membangun viralitas untuk para brand vs upaya mendulang penjualan.

Membangun brand, content marketing, atau kampanye pemasaran yang viral memang banyak didambakan oleh para merek. Namun, hal ini bukan perkara mudah dan apakah viralitas adalah segalanya bagi kesuksesan sebuah kampanye pemasaran?

“Internet kian sulit diprediksi. Untuk mengejar viralitas dengan menargetkan semua segmen pun kian berarti kita tidak menargetkan siapa-siapa,” ujar Gilang Herlambang, Associate Strategic Planning Director dentsu Creative Indonesia.

BACA JUGA: Buzz Marketing: Strategi Viralitas di Dunia Maya

Gilang melanjutkan, menjadi viral bukanlah tujuan yang mendorong kesuksesan bisnis ketika hal ini tidak berpengaruh terhadap penjualan dan pertumbuhan bisnis.

Memperkuat pernyataan Gilang, CEO Compas.co.id Hanindia Narendrata menemukan sebuah hasil riset yang menyatakan bahwa 38% brand yang mendulang viralitas, gagal untuk mendulang penjualan.

Sebab itu, ketimbang menjadi viral dalam waktu singkat -bahkan dengan anggaran yang sangat besar-, keberlanjutan sebuah bisnis lebih penting.

Hal ini yang dibangun oleh DBL Indonesia dalam mengembangkan bisnis mereka di sektor olahraga bola basket. Hadir sejak tahun 2004, hingga kini misi perusahaan masih sama, yaitu ingin menyentuh anak muda dari Aceh hingga Papua melalui sebuah panggung untuk anak muda bisa pentas.

BACA JUGA: Resep Seblak Korea ala Chef Arnold, Juri MCI yang Lagi Viral

Panggung yang dibangun pun harus megah, profesional, dan punya reputasi yang sangat baik hingga semua anak muda ingin tampil di panggung tersebut.

Bagi DBL Indonesia, anak muda memiliki peranan yang sangat besar bagi negara ini. “Basket ini hanya kendaraan agar bisa berbicara dengan anak muda dan mengajarkan value-value dasar penting, seperti respect dan disiplin. Namun begitu, kami membutuhkan partisipasi yang besar dari mereka. Semakin banyak partisipasi maka prestasi akan mengikuti,” ujar Masany Audrey, Director DBL Indonesia.

Menurut Masany, pendekatan ini menjamin keberlanjutan bisnis dari DBL Indonesia. Di dalamnya, perusahaan terus menjaga reputasinya sebagai pengelola kompetisi dengan sangat profesional.

Secara organik, DBL Indonesia mendulang mutual respect dari para stakeholder, baik itu anak muda sebagai peserta hingga brand dan partner yang mendukung.

“Beda dengan di negara maju, seperti di Amerika yang pendapatan utama NBA adalah dari licensing dan TV Right. Di Indonesia, model bisnis di sektor ini masih ditopang oleh model sponsorship hingga lebih dari 80%. Sebab itu kami terus mengedukasi para brand bahwa olahraga ini adalah kendaraan bagi merek untuk memasarkan diri,” tutup Sany.

Related