Cara Bertahan Häagen-Dazs di Pasar Es Krim Superpremium

marketeers article
Sebagai salah satu bagian dari gaya hidup, es krim menjadi makanan keseharian yang dinikmati oleh kaum urban perkotaan. Tak heran, saat ini menjamur gerai yang menawarkan es krim sebagai menu utamanya. Salah satunya, Häagen-Dazs, es krim superpremium asal Paris, Prancis.
 
Di Indonesia, es krim yang lahir sejak tahun 1961 itu dibawa oleh PT Rahayu Arumdhani International (RAI), anak usaha dari perusahaan gaya hidup PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Group. Di dalam negeri, RAI tidak hanya mengelola ritel Häagen-Dazs Cafe, tetapi juga mendistribusikan produk kemasan alias multipack Häagen-Dazs, baik dalam bentuk minicup maupun stickbar.
 
Brand Executive RAI Angga Krisnawan mengatakan, Häagen-Dazs selalu mempertahankan kualitas eskrimnya dengan menggunakan lima bahan alami, yaitu 100% susu alami tanpa zat pewarna dan perasa buatan, fresh cream, gula asli, kuning telur, dan natural flavours.
 
“Häagen-Dazs memiliki kandungan udara yang rendah dibanding merek es krim lain. Kami merupakan es krim superpremium dengan kandungan udara berkisar 10-40%. Kalau yang lain, begitu Anda scoop, Anda akan melihat tekstur es krim yang berongga. Sedangkan produk kami benar-benar padat dan halus. Itulah perbedaan utama kami,” jelas Angga.
 
Dengan kandungan udara yang jauh lebih kecil, Angga bilang, Häagen-Dazs masuk ke dalam kategori es krim superpremium. Di bawahnya, ada es krim premium dengan kandungan udara 50-100%, dan es krim ekonomi dengan kapasitas udara 100%. Semakin rendah kadar udaranya, semakin tinggi bahan baku yang digunakan
 
“Anda membeli Häagen-Dazs. Anda membeli volume suatu es krim. Karena dengan kapasitas udara yang minim, bahan baku yang digunakan semakin banyak. Rasanya pun semakin nikmat. Hal ini juga sebanding dengan harga yang ditawarkan,” kata Angga sembari menyebut harga satu scoop es krim Häagen-Dazs sebesar Rp 28.000, lebih tinggi dibanding gerai es krim lainnya.
 
Kendati bermain di kasta tertinggi, pasar es krim superpremium di dalam negeri masih sangat minim. Pangsa pasarnya hanya di bawah 10%. Kalah jauh dengan pangsa pasar es krim kelas ekonomi yang dipadati pemain besar seperti Wall's dan Campina. L. Sally Maitimu, National Shop Manager Häagen-Dazs Indonesia mengatakan, selain Häagen-Dazs, merek es krim superpremium lain yang dijual di Indonesia adalah Ben&Jerry's. Hanya saja, kapasitasnya jauh lebih kecil ketimbang Häagen-Dazs.
 
“Namun, banyak es krim premium yang mengklaim dirinya sebagai superpremium dan menjual dengan harga yang sama mahalnya. Padahal, kandungan udaranya tidak sesuai dengan superpremium. Ini yang membuat kategori superpremium masih kurang jelas. Siapa sebenarnya yang dikategorikan superpremium itu? Bisa dibilang kami adalah pemimpin pasar kategori es krim superpremium jika barometernya adalah kualitas produksinya,” paparnya.
 
Kendati demikian, bukan berarti Häagen-Dazs berlenggang seorang diri. Tetap saja secara umum, es krim kelas premium merupakan bagian dari kompetitornya. Bahkan untuk kategori ritel, Starbucks dan Coffee Bean juga ditunjuk sebagai kompetitor. “Starbucks bermain di kelas menengah, sedangkan kami bermain di kelas atas. Häagen-Dazs bukan mass product. Segmen pasar kami adalah kelas atas, yaitu kaum eksekutif yang senang hangout bersama teman, sembari menikmati sesuatu yang manis dan relaxing,” ceritanya.
 
Kebetulan, lanjut Sally, mayoritas pengunjung gerai Häagen-Dazs adalah kaum perempuan kosmopolitan usia 25 hingga 35 tahun yang selalu up to date akan tren gaya hidup dan fesyen. Häagen-Dazs pun menamai konsumennya itu sebagai Natalie. Komunikasi mereknya pun kerap menggunakan perempuan muda nan sensual.
 
“Memang kami tidak mengampanyekan es krim Häagen-Dazs sebagai es krim anak-anak. Sebab, kandungan lemaknya cukup tinggi. Sehingga lebih cocok untuk orang dewasa,” paparnya.
 
Angga menambahkan, dengan segmen seperti itu, tantangan Häagen-Dazs adalah bagaimana mereknya mampu masuk ke benak konsumen. “Agar membuat mereka melakukan repeat buying, selain harus mengingatkan mereka bahwa Häagen-Dazs adalah es krim superpremium. Juga, kami menawarkan inovasi rasa dan menu baru agar konsumen tidak bosan,” terangnya.
 
Saat ini, Häagen-Dazs Cafe memiliki 32 gerai yang tersebar di mal-mal premium di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali. Setiap tahun, Häagen-Dazs menambah dua hingga tiga gerai baru. Februari ini, Häagen-Dazs akan buka di Bintaro X-Change dan Bandara Ngurah Rai Bali. Investasi per gerai memakan biaya sekitar Rp 1,4 miliar.
 
Pertahankan Suhu
Tantangan Häagen-Dazs tak hanya soal mengerti anxieties dan desires konsumen. Lebih dari itu, menjaga suhu pun menjadi soal. Sally menjabarkan, seluruh es krim yang dijual di seluruh belahan dunia termasuk Indonesia, berasal dari satu pabrik yang terletak di Prancis. Di pabrik itu, tidak ada es krim yang ditimbun, melainkan diproduksi sesuai pesanan. Distribusi ke Indonesia pun memakan waktu dua hingga tiga minggu.  
 
“Selama perjalanan itu, suhunya harus tetap terjaga, yaitu minus 21 derajat Celcius. Setelah sampai digudang hingga kami suguhkan langsung ke kafe, kami selalu cek suhunya turun apa tidak. Nah, proses terberat adalah saat es krim berada di kafe. Sebab es krim sudah dalam keadaan terbuka. Suhu es krim tertinggi saya rasa adalah Häagen-Dazs. Maka itu, kami tidak menganjurkan konsumen untuk menyimpan es krimnya di rumah lebih dari tiga hari. Sebab, freezer di rumah hanya minus 10 derajat Celcius,” papar Sally. 
 
Sally juga menuturkan, tantangan juga terasa saat Häagen-Dazs harus mendistribusikan produknya ke luar kota Jakarta. Sebab, katanya, jarang sekali ada gudang es yang bisa menjaga suhu Häagen-Dazs. Alasan itulah yang juga membuat Häagen-Dazs suit melakukan ekspansi ke luar kota. 
 
“Kami sulit masuk jika di kota itu tidak ada gudang es dengan suhu serendah Häagen-Dazs. Pengiriman juga sulit karena jarang ada truk dengan suhu hingga minus 21 derajat Celcius,” tutupnya.

Related