Country Branding ala Qatar

profile photo reporter Taufik
Taufik
27 Februari 2023
marketeers article
Ilustrasi. (FOTO: 123rf)

Oleh Taufik, Deputy Chairman MarkPlus Corp dan Sekjen IMA

Sebagai salah satu negara terkaya di dunia berdasarkan GDP per kapita, Qatar tentu tidak akan kesulitan dalam membangun awareness di dunia. Apalagi sejak 1 November 1996, Qatar memiliki Al Jazeera sebagai salah satu alternatif media televisi global yang selama bertahun-tahun di dominasi negara Barat. 

Akan tetapi, langkah tersebut belum dirasakan memadai oleh Qatar. Mengikuti jejak Singapura dengan Singapore Airlines dan Persatuan Arab Emirat dengan Emirates, Qatar juga mengembangkan Qatar Airways. 

Dengan uang yang seolah tidak berseri, Qatar Airways seperti Emirates, kemudian menjelma menjadi perusahaan penerbangan mewah global dengan harga terjangkau. Sebagaimana Emirates yang menjadikan Dubai sebagai hub, Qatar Airways membawa Doha sebagai hub yang menjangkau berbagai belahan dunia.

BACA JUGA: Marketing Based on SDGs 2030

Selain Qatar Airways, kemudian muncul pula BUMN lain seperti Ooredoo dan Qatar National Bank (QNB) yang agresif masuk ke berbagai pasar internasional. Kalau Qatar Airways mencoba menghubungkan berbagai berbagai pasar internasional, maka Ooredoo dan QNB melakukan berbagai macam akuisisi sehingga punya presence di berbagai pasar internasional. 

Itu pun kedua merek tersebut tidak mudah untuk membantu mengangkat country brand-nya Qatar, sebagaimana yang dengan bagus bisa dilakukan Qatar Airways. Meski secara branding, langkah Qatar menarik, tapi dari konsep positioning-differentiation-branding, apa yang dilakukan Qatar tidak jelas. 

Memang, berbagai langkah yang dilakukannya bisa menunjukkan Qatar sebagai salah satu negara terkaya di dunia. Akan tetapi, itu sepertinya belum memuaskan Qatar.

BACA JUGA: A Big Marketing Event With A Very Limited Marketing Campaigns

Bagaimanapun juga Qatar adalah negara kecil dengan jumlah penduduk yang terbatas. Di kawasan Timur Tengah, yang memiliki sejumlah negara kaya, pendapatan GDP per kapita bukanlah satu-satunya ukuran untuk menggambarkan sebagai negara kaya dan sukses. 

Negara tetangga Qatar, seperti Kuwait dan Uni Emirat Arab, bahkan menjadi salah satu investor global yang terkenal. Bahkan, Uni Emirat Arab melangkah lebih jauh dengan melakukan pembangunan infrastruktur dan kota secara besar-besaran. 

Dubai, salah satu anggota federasi yang membentuk Uni Emirat Arab melakukan transformasi besar-besaran menjadi kota global di tengah-tengah padang pasir. Langkah Dubai diikuti Abu Dhabi yang sebetulnya merupakan anggota federasi Uni Emirat Arab terbesar dan terkaya.

Akan tetapi, seperti yang dikatakan grup musik, ABBA dalam lagu Money Money Money bahwa money must be funny in the richmen world, Qatar melakukan sesuatu yang tidak terbayangkan sebelumnya. Negara ini mengajukan diri sebagai tuan rumah FIFA World Cup yang biasanya berlangsung dalam musim panas. 

Sebuah langkah yang mengagetkan kalau mengingat bahwa sebagai negara yang terletak di Timur Tengah, negara ini seolah memiliki musim panas sepanjang tahun dan suhu udara yang tinggi. Biasanya, FIFA World Cup yang berlangsung di musim panas itu diselenggarakan di negara-negara yang berada di belahan Bumi utara. 

Hanya sedikit sekali negara di belahan Bumi selatan yang pernah menjadi tuan rumah kegiatan olahraga musim panas tersebut. Akan tetapi, baik di belahan Bumi utara maupun di belahan Bumi selatan, suhunya tidak pernah mencapai setinggi di Qatar atau Timur Tengah pada umumnya. 

Itulah sebabnya, banyak yang menganggap bahwa langkah Qatar mengajukan diri sebagai calon tuan rumah tak lebih dari upaya publikasi saja. Pasti akan susah melakukan kegiatan olahraga di musim panas di Qatar. 

Bukan hanya melakukan kegiatan olahraga yang susah dilakukan di musim panas di Qatar, tapi bahkan juga menonton pertandingan olahraga juga susah. Ternyata, Qatar sangat serius. 

Negara kaya ini merekrut duta kampanye nominasi Qatar sebagai tuan rumah FIFA World Cup yang berasal dari berbagai negara dan tentu merupakan tokoh terkenal. Lebih penting lagi, Qatar menyatakan akan menyelenggarakan FIFA World Cup di musim dingin untuk mengatasi tantangan suhu udara tinggi di musim panas.

Qatar kemudian terpilih menjadi tuan rumah FIFA World Cup 2022 dalam pemilihan yang dilakukan FIFA pada tahun 2010. Begitu pula usulan melakukan FIFA World Cup di musim dingin juga disetujui. 

Dengan demikian, Qatar berusaha mewujudkan semua rencana yang telah dijanjikan. Gegerlah dunia. 

Muncul tuduhan bahwa FIFA telah dibeli Qatar. Sejumlah tokoh puncak FIFA bahkan harus menghadapi otoritas penegak hukum di berbagai negara berbeda untuk melacak kemungkinan korupsi yang ada dalam proses pemilihan Qatar sebagai tuan rumah FIFA World Cup 2022.

Meski sejumlah tokoh puncak FIFA yang terlibat dalam penentuan Qatar sebagai tuan rumah dipaksa mundur dan bahkan dipenjara, tapi Qatar berusaha menunjukkan diri sebagai sebuah negara sepak bola dan layak menjadi tuan rumah pertandingan puncak sepak bola dunia. Pada tahun 2011, lembaga investasi milik pemerintah Qatar mengakuisisi kepemilikan salah satu klub sepak bola Eropa, Paris Saint Germain (PSG). 

Klub ini kemudian menjelma menjadi salah satu klub sepak bola terkaya di dunia, dengan merekrut berbagai pemain top dunia dengan gaji besar. Meski Ligue 1 di Perancis, yang mana PSG berkompetisi tidak seterkenal English Premier League dari Inggris atau La Liga dari Spanyol, tapi PSG menjelma menjadi salah satu klub sepak bola yang ditakuti di Eropa. 

Dengan pemain hebat yang dimilikinya, PSG menjadi salah satu lawan yang ditakuti klub sepak bola dari Inggris atau Spanyol. Secara tidak langsung, PSG ikut mengangkat asosiasi Qatar sebagai negara sepak bola utama di dunia.  

Terkait dengan posisi sebagai tuan rumah FIFA World Cup 2022, Qatar agresif membangun berbagai stadion besar yang dengan pengatur suhu udara yang nyaman untuk menonton pertandingan olahraga besar. Tentu, untuk menampung jumlah pengunjung yang besar, negara kaya ini juga mesti menyiapkan akomodasi dan pengamanan. 

Karena punya tenaga pengamanan yang terbatas, negara kaya ini kemudian meminta Turki mengirimkan polisi untuk pengamanan FIFA World Cup. Hanya saja, tidak semuanya berjalan indah. 

Proses pembangunan stadion diwarnai dengan berita terkait upah pekerja pembangunan dan perlindungan dalam bekerja sehingga menjadi berita negatif. Hal lain yang kemudian menjadi tantangan adalah posisi Qatar sebagai negara yang konservatif. 

Padahal, FIFA World Cup biasanya paling tidak diramaikan dengan pesta minuman keras. Belum lagi, ada sejumlah federasi sepakbola yang negaranya menjadi peserta FIFA World Cup yang aktif mengampanyekan LGBT. 

Ternyata, Qatar tetap memilih sebagai negara konservatif. Lebih menarik lagi, Qatar berani mengatakan bahwa silakan datang menonton FIFA World Cup, tapi hormati budaya kami. 

Ini jelas suatu hal yang tak terbayangkan bagi banyak orang. Mereka menduga bahwa berbagai hal yang dilakukan Qatar selama bertahun-tahun akan mendorong proses liberalisasi. 

Ini yang misalnya mulai terlihat di Uni Emirat Arab dan juga akan dilakukan oleh Arab Saudi. Ternyata, sejauh ini Qatar memilih jalan yang berbeda.

Kenapa muncul kekagetan seperti itu? Pengalaman dari sejumlah negara yang aktif dalam melakukan country branding dengan berbagai pendekatan, punya tujuan menarik sebanyak mungkin turis, pedagang, talenta dan kalau bisa investor ke negara tersebut. 

Selain membangun awareness, juga berusaha untuk mengubah persepsi dan kemudian brand association baru yang diharapkan bisa menarik untuk sebagian besar turis, pedagang, talenta, dan investor. Okelah Qatar yang mempunyai salah satu sovereign wealth fund terbesar di dunia mungkin tidak terlalu perlu untuk menarik investor. 

Akan tetapi, apakah tidak tertarik untuk meningkatkan turis, pedagang, atau talenta yang bisa masuk ke negaranya. Tentu, hanya bagi yang punya kualifikasi tertentu. 

Sejauh ini, turis, pedagang atau talenta yang punya kualifikasi tertentu tersebut biasanya punya gaya hidup liberal. Ini bukan hanya soal minuman alkohol, tapi juga gaya hidup liberal lainnya, seperti penerimaan kepada kelompok LGBT. 

Itulah sebabnya, ada negara tetangga Qatar yang mencoba melakukan sejumlah langkah liberalisasi. Ternyata, Qatar punya pilihan yang berbeda. 

Qatar bahkan tidak ragu-ragu bersikap asertif. Seolah-olah Qatar tidak terlalu perlu menarik besar-besaran turis, pedagang, atau talenta. 

Itu kemudian ditampilkan dalam acara pembukaan FIFA World Cup. Qatar memang beda dengan negara-negara lain yang agresif dalam country branding

Melalui ayat suci Al Qur’an yang dibacakan dalam acara pembukaan, Qatar seperti ingin berkata bahwa FIFA World Cup, manusia di dunia diciptakan berbeda-beda, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar mengenal satu sama lain dan saling menghormati.

Singkat kata, Qatar yang agresif dalam country branding dan memilih konservatif. Ini harus diterima sebagai bagian dari menjaga PDB-nya.

Related