Dampak Pandemi pada Gaya Hidup dan Kebiasaan Bekerja Menurut Survei

marketeers article
Mother With Daughter Running Small Business From Home Office

Pandemi yang disusul dengan kebijakan karantina dalam bentuk Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) telah mengubah gaya hidup dan kebiasaan bekerja orang saat ini. Kebijakan bekerja dari rumah mendorong orang untuk lebih mengandalkan teknologi digital.

Perubahan ini paling tidak terbaca dari survei yang dilakukan oleh Snapcart pada periode 17-28 Maret 2020 terhadap 2.000 laki-laki dan perempuan di delapan kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Palembang, Makassar, dan Manado). Hasil survei menunjukkan bahwa pandemi virus Corona yang masih berlanjut menyebabkan terganggunya gaya hidup, kebiasaan bekerja, dan berbisnis masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat di perkotaan.

Dampak Covid-19 yang paling terasa mengganggu adalah kehidupan sosial yang menempati urutan paling tinggi (48%), diikuti oleh kekhawatiran akan karier dan pekerjaan (44%), kemudian buyarnya rencana liburan dan wisata (39%), kekhawatiran terbatasnya kegiatan keagamaan (31%) dan tidak bisa melakukan kebiasaan berbelanja (24%).

Gaya hidup kaum urban, seiring berkembangnya teknologi, menjadikan mereka sibuk dengan aktivitasnya sendiri-sendiri, sehingga kehidupan sosial di dunia maya dianggap lebih menarik daripada di dunia nyata.  Namun, di survei ini hasil yang diperoleh kebalikannya. Hampir setengah responden baik lelaki dan perempuan, muda dan tua merasa kehidupan sosialnya terganggu karena tidak bisa berkumpul bersama keluarga dan teman. Mereka harus menjaga jarak (physical distancing) dan mengikuti anjuran untuk di rumah saja.

Sebanyak 44% responden merasa khawatir akan karier dan pekerjaan mereka. Untuk hal ini laki-laki lebih khawatir dibandingkan perempuan.  Sebanyak 39% responden yang sebagian besar perempuan merasa khawatir dengan rencana liburan mereka yang tertunda untuk waktu yang tidak bisa ditentukan. Pandemi Covid-19 yang terjadi bersamaan dengan perayaan hari-hari besar agama, seperti Nyepi, Paskah, Ramadhan, dan Idul Fitri. Hal ini menjadikan 31% responden merasa khawatir mereka tidak bisa menjalankan ibadah keagamaan seperti normalnya.

Selalu ada hikmah di balik musibah.  Untuk penjual melalui daring, dampak kebijakan di rumah saja menjadi berkah tersendiri.  Sebanyak 24% responden merasa kebiasaan berbelanja mereka terganggu karena biasanya mereka bisa jalan-jalan keluar untuk belanja hal ini mengubah cara berbelanja melalui daring.  

“Setiap krisis akan ada perubahan norma, tapi akan ada reaksi langsung ketika bertemu.  Banyak perusahaan dan pemerintah akan memahami dampak dari WFH.  Belanja online akan tetap terus jalan dan menjadi kebiasaan baru,” ungkap Iwan Murty, CEO dan Founder RB Consulting seperti dikutip dari keterangan resminya.

Survei ini mencoba menganalisis perbedaan perspektif yang mencolok antara responden lelaki bekerja dan responden perempuan bekerja. Ada sebanyak 74% responden perempuan bekerja dan 68% responden lelaki bekerja merasakan kurang efektif bekerja di rumah.  Responden perempuan bekerja merasa bekerja dari rumah kurang efektif karena selama bekerja dari rumah mereka juga harus membagi perhatian dengan mengurus rumah tangga.

Responden lelaki pada umumnya mempunyai tiga kekhawatiran terbesar, yaitu karier dan pekerjaan, bisnis dan hobi mereka. Sangat berbeda dengan responden perempuan yang mempunyai tiga kekhawatiran terbesar, yaitu terganggunya rencana liburan, kebiasaan belanja, dan waktu luang mereka.

Lebih dari separuh dari sampel survei ini (54%) yang mengatakan mereka harus menunda atau membatalkan rencana bisnis.  Tiga besar rencana bisnis yang berdampak adalah investasi. Pertama, rencana membeli properti, emas, reksadana, saham dan lainnya. Kedua, rencana belanja. Ketiga, rencana untuk membuka usaha.

Related