GO-JEK Andalkan RFM dalam Tentukan Segmentasi Pelanggan

marketeers article

GO-JEK, perusahaan teknologi asal Indonesia dengan berbagai layanan dari transportasi hingga beauty berhasil bertumbuh dan memiliki lebih dari 250 ribu mitra yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Head of Marketing GO-JEK Logistics Product Bayu Ramadhan dalam acara Campus Marketeers Club (CMC) di Jakarta, Senin (19/06/2017) mengatakan, hal ini tidak terlepas dari strategi GO-JEK dalam merumuskan kampanye yang tepat bagi target market mereka.

GO-JEK menggunakan metode analisis Recency, Frequency, Monetary Value (RFM). Bayu mengatakan, meski metode ini terbilang baru, GO-JEK berupaya menggunakan metode ini karena sekadar memahami persona konsumen saja tidak cukup.

“Jika dulu perusahaan hanya mengandalkan impersona dalam melihat market, maka saat ini sudah tidak relevan. Impersona saja tidak menjamin bahwa target market sudah tepat. Terdapat kelompok-kelompok yang berbeda untuk satu kelompok impersona yang ada,” jelas Bayu.

RFM adalah metode analisis yang membagi segmentasi pelanggan ke dalam empat kelas, yaitu Gold, Silver, Bronze, dan Non-Profit. Penjelasannya, segmentasi Gold memiliki kualifikasi konsumen dengan high monetary, high frequency, dan high recency. Silver memiliki kualifikasi konsumen dengan tingkat monetary yang tinggi, frequency yang rendah, dan recency yang tinggi. Kategori Bronze terdiri dari konsumen dengan tingkat monetary rendah, frequency, dan recency yang tinggi. Sementara segmentasi Non-Profit memiliki kualifikasi konsumen dengan kualifikasi monetary, frequency, dan recency yang rendah.

Fenomena yang terjadi saat ini menunjukkan,  banyak perusahaan yang melakukan strategi marketing dengan mengirimkan pesan singkat atau memberi notification pada handphone konsumen mengenai promo-promo tertentu. Menurut Bayu, hal ini tidak efektif.

“GO-JEK melakukan survei singkat yang hasilnya menunjukkan bahwa cara ini tidak efektif. Masyarakat umumnya akan mengabaikan atau “skipnotification yang diberikan. Cara ini tidak efektif karena perusahaan telah mengeluarkan biaya yang besar untuk mengirim promosi tersebut secara menyeluruh (random) namun sasarannya tidak tepat, ” kata Bayu.

Melalui metode analisis RFM, Bayu menilai GO-JEK dapat melakukan analisis yang tepat. Dengan mendeteksi intensitas history dari masing-masing pengguna GO-JEK, mereka dapat menetapkan segmentasi pengguna berdasarkan rumus RFM untuk membidik target market mereka dengan promosi yang tepat dengan kebutuhan mereka.

GO-JEK juga memiliki cara sendiri dalam melihat efektifitas saluran marketing yang digunakan. Dengan memberikan kode promo yang berbeda antara saluran marketing yang satu dengan yang lain, GO-JEK dapat melihat saluran apa yang paling banyak menarik perhatian pelanggan.

“Misalnya kami memberikan kode promo yang berbeda dari Twitter dan Instagram. Penggunaan kode promo tertinggi menggambarkan saluran marketing mana yang lebih efektif, apakah Twitter atau Instagram,” jelas Bayu.

Bayu menuturkan, untuk mengoptimalkan strategi marketing yang digunakan dan tepat sasaran, Perusahaan harus melakukan riset, sekadar impersona saja tidak cukup.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related