Israel Tolak Gencatan Senjata, Harga Minyak Dunia Naik

marketeers article
Sumur minyak di Blok Rokan, Provinsi Riau. Sumber gambar: Humas PT Pertamina (Persero).

Harga minyak dunia merangsek naik akibat adanya penolakan gencatan senjata yang dilakukan Israel terhadap Hamas. Penyerangan terhadap Hamas kembali terjadi pada Kamis (8/2/2024), waktu setempat.

Dilansir dari Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent merosot 1 sen menjadi US$ 81,62 per barel. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS naik 3 sen menjadi US$ 76,25 per barel.

BACA JUGA: Israel-Hamas Bakal Gencatan Senjata, Harga Minyak Dunia Naik Tipis

Kedua patokan tersebut naik sekitar 3% atau US$ 3 per barel pada sesi sebelumnya ketika pasukan Israel mengebom kota perbatasan selatan Rafah setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menolak proposal untuk mengakhiri perang di daerah kantong Palestina. Ketegangan ini membuat harga minyak tetap tinggi, dengan Brent dan WTI diperkirakan menguat lebih dari 5% pada pekan ini.

“Pergerakan kemarin tampak agak berlebihan karena tidak terlalu berpengaruh, setidaknya dari segi fundamental,” kata kepala peneliti komoditas ING, Warren Patterson dilansir dari Reuters, Jumat (9/2/2024).

BACA JUGA: Pertamina Hulu Mahakam Sukses Genjot Produksi Sumur Minyak Tua

Menurutnya, meskipun konflik telah menaikkan harga, namun tidak berdampak pada produksi minyak. Produksi non-OPEC dari Norwegia dan Guyana meningkat. 

Sementara itu, Rusia mengekspor lebih banyak minyak mentah pada bulan Februari 2024 daripada yang direncanakan. Hal tersebut dilakukan menyusul kombinasi serangan pesawat tak berawak dan gangguan teknis di kilang-kilang minyak milik Rusia yang dapat melemahkan perjanjian untuk membatasi penjualan berdasarkan pakta OPEC+.

BACA JUGA: Pertamina Raih Produksi Minyak 10.000 Barrel di Lapangan Petani

Berdasarkan kesepakatan dengan organisasi negara-negara pengekspor minyak dan sekutunya, yang disebut OPEC+, Rusia berkomitmen untuk membatasi produksi minyak mentah sebesar 9,5 juta barel per hari. Negara ini juga secara sukarela memotong ekspor minyak mentah sebesar 300.000 barel per hari dan ekspor bahan bakar sebesar 200.000 barel per hari dari rata-rata tingkat Mei-Juni 2024.

Di sisi lain, risiko deflasi di Cina berpengaruh terhadap harga minyak dunia. Negara tersebut menjadi importir minyak mentah utama dunia yang berpengaruh terhadap harga.

“Saya pikir rendahnya harga minyak mentah di Asia sebagian besar disebabkan oleh pelemahan awal pasar ekuitas Cina dan dampak dari angka Consumer Price Index (CPI) yang semakin melemahkan kepercayaan menjelang perayaan Tahun Baru Imlek,” ujarnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related