Penerapan Konsep CIEL di Sektor Publik dan Swasta: Study Case LAN dan Elizabeth International

marketeers article
Penerapan Konsep CIEL di Sektor Publik dan Swasta: Study Case LAN dan Elizabeth International (FOTO: Marketeers/Bernad)

Konsep Creativity, Innovation, Entrepreneurship, and Leadership (CIEL) makin menunjukkan relevansinya dalam membentuk kinerja organisasi yang adaptif dan berdampak, baik di sektor publik maupun swasta.

Dalam dua paparan terpisah, Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Muhammad Taufiq, dan Corporate Director QA & Operation Elizabeth International, Diah Suryandari membagikan bagaimana prinsip CIEL diterapkan secara nyata dalam institusi masing-masing.

Muhammad Taufiq menjelaskan penerapan CIEL dalam birokrasi publik bukanlah hal yang mudah, apalagi dalam kondisi keterbatasan anggaran. Namun, hal itu justru menjadi pendorong untuk berinovasi.

“Dengan anggaran kadang-kadang nol rupiah, kita tetap bisa menghasilkan layanan berkualitas. Ini tantangan yang harus dijawab dengan mindset entrepreneurship,” ujarnya dalam acara The 13th Annual Jakarta Marketing Week, di Kota Kasablanka, Kamis (22/5/2025).

BACA JUGA: Self-Love dan Dampaknya dalam Membangun Self Branding

Ia menekankan pentingnya perubahan paradigma dari “egosistem” menuju “ekosistem” di lingkungan birokrasi. Jika sebelumnya pengembangan dilakukan secara parsial dan terpisah, kini diarahkan agar semua pihak dalam lembaga terlibat aktif dalam inovasi melalui pendekatan kolaboratif.

Salah satu terobosannya adalah penerapan saat pembelajaran tidak lagi tersentralisasi di pusat pelatihan, tetapi menjadi bagian dari strategi dan inovasi institusi secara menyeluruh.

“ASN harus mulai bangga dan percaya diri dengan layanan publik yang mereka berikan,” kata Taufiq.

Ia menambahkan kolaborasi dengan sektor swasta, seperti dengan MarkPlus, bisa memperkuat branding dan memperluas jenis layanan publik yang ditawarkan. Sementara itu, Diah Suryandari menggambarkan bagaimana prinsip CIEL hidup dalam lingkungan kampus swasta, seperti Elizabeth International. Meski telah berusia lebih dari satu dekade, institusi ini tetap mengadopsi pola pikir startup.

“Kita harus selalu kreatif, punya inovasi, dan berani ambil risiko,” ujarnya.

Ia menjelaskan kampus mereka bersaing dengan lebih dari 200 institusi sejenis di Bali, sehingga keunikan dan pembaruan menjadi kunci daya saing. Di Elizabeth International, pembelajaran berbasis pengalaman diterapkan lewat berbagai program, seperti goes to school, cooking class, dan praktek barista langsung di sekolah-sekolah calon mahasiswa.

“Kami ingin calon mahasiswa langsung merasakan pengalaman hospitality, bukan hanya dengar presentasi,” kata Diah.

Bahkan, modul cetak telah digantikan dengan sistem digital agar materi ajar selalu relevan dengan kebutuhan industri. Institusi ini juga menanamkan semangat entrepreneurship kepada seluruh peserta didik.

“Lulus dari sini, mereka tidak harus jadi karyawan hotel. Mereka bisa jadi entrepreneur,” ucap Diah.

BACA JUGA: Musik The Beatles Jadi Pemantik Kemeriahan di Ujung JMW 2024

Untuk mendukung itu, Elizabeth International memiliki inkubator bisnis dan bekerja sama dengan lebih dari 350 hotel di dalam dan luar negeri. Kedua narasumber sepakat bahwa kepemimpinan yang kuat menjadi elemen penentu dalam mewujudkan CIEL secara konsisten.

Diah menyampaikan mahasiswa Elizabeth International harus menjalani youth leadership training sebelum memasuki kelas formal.

“Paling tidak, mereka belajar memimpin diri sendiri dulu sebelum memimpin orang lain,” ujarnya.

Pengalaman dari Muhammad Taufiq dan Diah Suryandari menunjukkan bahwa CIEL bukan sekadar teori, tapi bisa diimplementasikan secara nyata dan kontekstual. Di sektor publik, CIEL mendorong birokrasi menjadi lebih efisien, kolaboratif, dan berdampak.

Di sektor swasta, CIEL menjadi fondasi untuk bertahan dan unggul dalam persaingan yang ketat. Keduanya menjadi contoh bahwa kreativitas, inovasi, semangat kewirausahaan, dan kepemimpinan adalah kunci masa depan organisasi.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS