William “Daddy” Saputra: Dunia Influencer dan Affiliator Butuh Kreativitas dan Karakter yang Konsisten

William Saputra, influencer yang juga dikenal sebagai daddy dari Bobby Saputra, membagikan pandangannya tentang dinamika dunia influencer dan peran affiliator dalam lanskap pemasaran digital saat ini.
Sosok yang terkenal dengan karakter daddy ini menekankan pentingnya menjaga persona yang kuat, fleksibel, dan tetap relevan di tengah persaingan yang terus berkembang. Bagi William, karakter adalah fondasi utama.
Dalam banyak kontennya, ia sering tampil sebagai sosok ayah yang tegas namun hangat, dan persona itu dipertahankan dengan sadar.
“Saya tetap nature-nya as a daddy,” ujarnya dalam acara The 13th Annual Jakarta Marketing Week, Jumat (23/5/2025).
Pria bernama asli Virgo Riand ini menyadari hubungan dengan audiens dibangun bukan hanya dari konten yang dijual, tapi dari karakter yang dipercaya dan dikenali. Bahkan, dalam membangun relasi dengan influencer lain, seperti Aisar atau Willy Salim, William berperan bukan sebagai penjual, tapi sebagai pendukung dan modal utama, layaknya seorang mentor atau bahkan investor.
Ia melihat peran affiliator, terutama di platform seperti TikTok Live, sebagai peluang besar untuk berkolaborasi, namun tetap harus disesuaikan dengan gaya masing-masing.
“Yang lain mungkin hard selling, tapi saya akali lewat karakter saya sebagai daddy dari anak-anak muda yang sukses,” kata William.
BACA JUGA: Kelestarian Budaya Betawi Ramaikan The 13th Annual Jakarta Marketing Week 2025
Strategi ini membuatnya tetap bisa terlibat dalam berbagai campaign, tanpa harus bertentangan dengan identitas kontennya. Menariknya, ia tidak selalu masuk sebagai influencer di garda depan.
Dalam beberapa kasus, ia bertindak sebagai pihak yang mendanai atau memfasilitasi influencer lain untuk tampil.
“Saya nggak perlu jadi yang jual, tapi bisa jadi enterprise-nya,” katanya.
Karakternya sebagai daddy yang notabene adalah konglomerat memungkinkan pendekatan bak crazy rich yang mengatur banyak lini usaha. William juga memberi saran kepada brand agar lebih terbuka dalam berdiskusi dengan influencer sebelum meluncurkan campaign.
Ia menyarankan agar brand memahami karakter target audiens dan memilih influencer berdasarkan relevansi, bukan hanya jumlah pengikut. Selain itu, ia menekankan live commerce tidak harus selalu panjang, tetapi harus menarik sejak awal dan didukung dengan strategi promosi seperti iklan.
BACA JUGA: Jakarta Jadi Inspirasi Utama Kampanye IFW 2025 Bertajuk “Ronakultura”
William juga menilai bahwa dunia influencer dan affiliator masih sangat muda, dan semua pihak, baik brand maupun content creator masih dalam tahap belajar. Karena itu, menurutnya, belum ada teori pasti yang menjamin keberhasilan sebuah campaign.
“Dunia ini baru. Enggak ada yang punya pengalaman mutlak. Kita semua masih sama-sama belajar,” ujarnya.
Menurutnya, tidak ada rumus pasti dalam membuat konten viral atau penjualan tinggi.
“Kadang video kita cuma dilihat 500.000, kadang sampai 10 juta. Trial and error itu pasti,” kata William.
Namun, yang terpenting, menurutnya, adalah menjaga kreativitas dan tidak takut berkolaborasi.
“Kita semua perlu referensi, bisa dari luar negeri, bisa dari tren lokal. Tapi tetap harus dimodifikasi dengan gaya sendiri,” tuturnya.