Singapura Wajibkan Semua Penerbangan Pakai BBM Hijau pada 2026

marketeers article
Ilustrasi pesawat di Changi International Airport, Singapura. Sumber gambar: 123rf.

Singapura berencana mewajibkan seluruh pesawat komersial yang berangkat dari negara tersebut menggunakan bahan bakar hijau (sustainable aviation fuel/SAF) pada 2026. Upaya tersebut untuk mengejar target bebas emisi karbon atau Net Zero Emission 2050.

Sebagai informasi, SAF merupakan bahan bakar pesawat ramah lingkungan yang dibuat melalui proses sintetik atau dari bahan biologis, seperti minyak goreng bekas atau serpihan kayu. Hingga saat ini SAF menyumbang 0,2% dari pasar bahan bakar pesawat.

BACA JUGA: Pertamina dan Garuda Indonesia Uji Bioavtur dalam Flight Jakarta-Solo

Chee Hong Tat, Menteri Transportasi Singapura menuturkan tahun 2026 ditargetkan penggunaan SAF mencapai 1%. Kemudian target tersebut dinaikkan menjadi 3%-5% pada tahun 2030 dengan mempertimbangkan perkembangan dan ketersediaan SAF secara global.

“Penggunaan SAF merupakan jalur penting untuk dekarbonisasi penerbangan dan diharapkan dapat berkontribusi sekitar 65% pengurangan emisi karbon yang diperlukan untuk mencapai net zero pada tahun 2050,” katanya dilansir dari Reuters, Senin (19/2/2024).

BACA JUGA: Pertamina Patra Niaga Siapkan Infrastruktur untuk Salurkan Bioavtur

Sementara itu, Otoritas Penerbangan Sipil Singapura (CAAS) yang mengembangkan rencana tersebut telah berkonsultasi dengan industri dan pemangku kepentingan lainnya. Diperkirakan industri penerbangan yang menggunakan bahan bakar ini akan meningkat menjadi 65% pada tahun 2050 sebagai rencana mencapai Net Zero Emission 2050.

Kendati demikian, masalah yang timbul dari maskapai penerbangan yakni dari sisi permodalan. Pasalnya, untuk beralih menggunakan SAF perusahaan harus merogoh kocek US$ 1,45 triliun hingga US$ 3,2 triliun.

Di sisi lain, produsen SAF merasa kurang yakin bahan bakar yang diproduksi akan banyak terserap oleh maskapai penerbangan. Dengan begitu, pasokannya masih terbatas yang berdampak pada mahalnya harga jual SAF.

Tercatat, hingga saat ini harga SAF lima kali lebih mahal dibandingkan bahan bakar pesawat tradisional. Guna mengatasi masalah ini, CAAS bakal menerapkan skema retribusi untuk pembelian SAF agar bisa memberikan kepastian harga pada produsen.

Adapun retribusinya akan ditetapkan melalui jumlah tetap berdasarkan target SAF dan proyeksi harga pada saat itu. Misalnya, retribusi dilakukan untuk mendukung peningkatan SAF sebesar 1% pada tahun 2026, maka maskapai dapat meningkatkan harga tiket penumpang kelas ekonomi pada penerbangan langsung dari Singapura ke Bangkok, Tokyo, dan London dengan perkiraan jumlah sekitar S$3 atau setara (US$ 2,23), S$ 6, dan S$ 16.

“Penumpang di kelas premium akan membayar retribusi yang lebih tinggi,” kata CAAS.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related